2 9 || Lampu Merah

148 18 6
                                    

SELAMAT MEMBACA SEMUANYA YANG SUDAH MENANTI💐

🕊️🕊️🕊️

Gerak manik mata coklat itu mengelilingi ruangan yang tak ada satu orangpun teman. Tangannya pun ikut sibuk bergerak, menggeledah apa saja yang dapat dijangkau, agaknya mencari sesuatu di ruang organisasi MPK ini. Sampai di bawah kursi telapak tangannya meraba barang pipih yang ia cari.

Punggung nya kembali ditegap kan sembari menggenggam jepit ungu berbentuk bunga. "Ya ampun, untung aja ketemu!"

Benar saja, sejak 10 menit berjalan Zelyn sibuk mencari jepit rambutnya. Di rumahnya tak sedikit ia punya, tetapi jika ada satu yang hilang akan ia cari. Selain susu kotak dan mie ayam, sungguh ia menggemari aksesoris lucu. Kepribadian galaknya tak menutup untuknya mengenakan aksesoris menggemaskan.

Sekarang langkahnya mulai meninggalkan ruang MPK setelah tujuannya datang sudah tercapai. Tak lupa tangannya menutup rapat pintu, lalu membalikkan badannya. Langkah kecilnya pelan sembari memakai jepit tersebut.

Namun, objek di ujung lorong menyita fokus langkah kakinya. Kerutan alisnya membuat mata itu menyipit.

"Kak Damian?" gumam nya, menebak sosok cowok beralmamater universitas nya.

Langkahnya semakin memastikan lebih dekat. Sebab kebersamaan cowok itu bersama gadis di hadapannya menciptakan rasa penasaran yang menggebu. Gadis berkuncir kuda biasanya menampilkan senyum cerianya, tetapi  kali ini air mukanya terlihat masam.

Jelas, itu Beryl. Lagi dan lagi bersama dengan Damian. Entah kepentingan apa yang mempertemukan mereka selalu.

"Hubungan mereka seperti apa sih sebenarnya?"

Rasa penasarannya tak kunjung menemui ujung jalan, seolah terus melaju seperti langkah kakinya. Memperpendek jarak antar dua orang tersebut agar gendang telinganya semakin jelas menangkap obrolannya. Zelyn sungguh ingin memenuhi keinginan tahuannya. Jemarinya menyembunyikan anak rambut di belakang telinganya.

"Aku cuma minta jangan dekati aku lagi."

"Kenapa? Sekarang kamu bukan punya siapapun."

Beryl mendesah kesal, "aku bukan milik Reiga lagi karena apa? Kamu inget kan?"

"Mantan cowok mu, suruh berkaca dulu. Sepenuhnya bukan salah aku ataupun kamu."

Meski jaraknya tak begitu dekat, gendang telinga Zelyn jelas menangkap pembicaraan tersebut. Bukannya menutup rasa penasarannya, justru memperluas nya. Dalam benaknya tumbuh bernama pertanyaan akan hubungan 3 orang tersebut.

Sejenak, pukulan kecil ia berikan pada kepalanya yang menggeleng pelan. Kibasan tangannya seakan menepis pikiran-pikiran beragamnya.

"Nggak seharusnya gue cari tahu," gumamnya.

Zelyn menyadari tidak ada kepentingannya dalam hubungan tersebut. Memilih membuang sejauh mungkin hal yang tidak seharusnya ia tahu. Kemudian memutar badannya setengah lingkaran, tetapi wajahnya menubruk dada bidang seseorang. Tinggi kepalanya hanya semampai dada tersebut.

Jemarinya mengusap hidung mancungnya, "aduh!"

"Lihat apa?

"Nggak ada. Mata gue burem."

Bola mata Reiga bergulir ke sudut lorong yang sedari tadi menjadi objek keinginan tahuan Zelyn. Kedua insan di sana masih meneruskan topik mereka tanpa menyadari keberadaan Reiga dan Zelyn. Kepalan di tangan Reiga berusaha ia kendurkan, melepas gejolak emosinya.

N I S C A L ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang