HAPPY READING🤍
️🕊️🕊️🕊️
Selesainya pembicaraan bersama keluarganya tadi, Zelyn tidak lekas pulang. Beberapa menit ia habiskan sendirian untuk menenangkan pikiran. Kemudian ia menghubungi Reiga untuk menjemputnya, keduanya memutari ibu kota di malam yang dingin. Sepanjang jalan minim obrolan tercipta sampai mereka tiba di warung mie ayam kesukaan Zelyn.
"Mas, mie ayam dua ya."
Sementara Reiga memesan Zelyn mengambil tempat duduk lesehan di pojok, kepalanya yang terasa berat ia senderkan pada dinding. Wajahnya sudah pucat ditambah hawa dingin sangat menusuk. Tapi Zelyn menahannya. Seperti ia menahan seluruh emosi batinnya saat ini.
Tak lama dari itu Reiga kembali, ia tidak langsung duduk. Setelah melepas jaket ia lapiskan pada tubuh Zelyn yang juga sudah terlapisi cardigan hijau nya. Kemudian Reiga duduk di samping Zelyn.
Alis Zelyn berkerut, "kenapa nggak di depan?"
"Di samping aja."
"Kita mau makan bareng loh."
"Iya, gue tahu."
"Ck, duduk depan gue, Rei."
Reiga menggeleng sekali, "nggak. Gue mau selalu di samping lo."
Kelopak mata Zelyn mengerjap, kalimat manis diiringi tawa kecil itu terasa hambar kali ini. Perasaannya masih tidak stabil.
"Gue pindah," kata Reiga mengambil keputusan saat memperhatikan ekspresi Zelyn. Namun pergerakannya tertahan, Zelyn tidak mengizinkan.
Kembali Reiga menggangguk, "oke."
Reiga tidak ahli menebak seseorang. Meski begitu ia cukup paham ada sesuatu pada Zelyn, kali ini bukan hanya sekedar makan mie ayam saja. Dilihat dari cara Zelyn menikmati mie ayam nya sudah berbeda dari biasanya. Tidak ada keceriaan menggebu-gebu saat menghirup aroma khas itu.
Tangan Reiga mengulurkan air putih, "dibiasakan minum air putih. Kurangi es nya."
"Itu punya lo."
"Ya nggak apa. Air putih doang. Ambil aja kalaupun punya gue, apapun deh gue kasih."
"Kepercayaan lo, di kasih juga nggak?"
Ada jeda, Reiga tidak langsung menjawabnya. Pertanyaan itu terkesan menyembunyikan makna lain. Begitu juga cara Zelyn bertanya yang tampak memfokuskan seluruh netra nya. Sedari tadi Reiga terus mencoba menerka-nerka.
Sengaja Reiga memilih diam. Karena tahu, sebetulnya Zelyn sedang tidak bertanya. Jadi apapun jawaban yang keluar dari mulutnya akan tetap salah.
"Kenapa diam? Kan bisa jawab," lanjut Zelyn mulai tidak sabar. Tapi tetap saja Reiga tidak membuka mulutnya sedikit pun. Cowok itu malah memberikan tatapan intens yang seolah mendikte Zelyn untuk melanjutkan bicaranya.
Zelyn terpancing.
"Susah ya? Kasih kepercayaan lo ke gue? Padahal gue kasih sepenuhnya kepercayaan ke lo, sedikit pun gue nggak pernah ragu. Gue ngandelin lo banget. Karena gue sayang sama lo makanya gue percayain lo."
Diam nya Reiga berhasil memancing emosi Zelyn yang sudah ditahan. Sampai sini, Reiga masih belum menangkap pointnya.
"Semuanya gue ceritain ke lo, gue kasih tahu, gue bilang. Apa yang nggak lo tahu tentang gue? Hampir lo tahu semuanya! Tapi gue? Gue tahu apa tentang lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
N I S C A L A
Teen Fiction"ISVARA EIRA ZELYN, GUE TUNGGU DI PARKIRAN BELAKANG! LO BISA FOTBAR SAMA GUE!" Lantang suara Reiga menggelegar, menyebut nama Zelyn hingga terdengar di tiap penjuru sekolah. Sayangnya, Zelyn sendiri tak berharap namanya yang disebut. Meski begitu i...