rasa apa ini?

1.2K 51 9
                                    

Jam sudah menunjukan pukul tiga sore, Serena sudah pulang dari perpusatakaan dan harus bersiap untuk menepati janjinya dengan Ravin.

Ravin

Gue udah di depan gerbang.
Gak di bolehin masuk sma abang lo.

Pesan itu Serena terima saat dirinya sedang menunggu kedatangan Ravin. Lantas ia berdiri dari duduknya dan berjalan keluar meninggalkan rumah yang menjadi sumber rasa sakit hatinya.
"Mau kemana?" Natayla bertanya saat sang adik saat melewatinya begitu saja. Serena tak menjawab tanya itu, ia seolah menulikan telinganya saat mendengar suara Natayla. Tak salah kan ia bersikap seperti itu?
"Ren... jangan diemin gue dong, gue pengen hubungan kita membaik~"
"Setelah apa yang lo lakuin ke gue, lo mau hubungan kita berjalan kaya dulu? Haha Na, lo udah ngambil semuanya dari gue, lo udah rampas semua, mulai dari si Zaki, sampe perhatian papa sama mama, lo rampas semua! Dan sekarang lo mau gue bersikap seolah gak terjadi apa-apa? Gitu?!" tangannya mengepal seolah ia ingin menampar Natayla dan nada Serena tinggi, terlalu tinggi untuk Natayla yang memang tak biasa dengan suara teriakan, persetan dengan perasaan Natayla ia juga terluka, jauh lebih terluka dari kakaknya. Ia sudah kehilangan segalanya semenjak kabar jika Natayla hamil.

Air mata sudah menggenang dipelupuk mata Natayla, tangannya sudah berada di bibirnya dengan maksud agar isakan tak keluar, Natayla ingin menumpahkan semuanya dihadapan Serena, ia menyesal dengan semua yang sudah ia lakukan, ia kira semua akan baik-baik saja, Serena bahagia dengan Zaki ia pun tak melukai hati adik kesayangannya, ia tak mengerti bagaimana hal ini terjadi padahal mereka selalu bermain aman dan tak pernah melupakan apapun saat selesai melakukannya tapi entah sejak kapan mereka lengah dan melakukan kesalahan.

Serena meninggalkan Natayla yang masih mematung itu dan bergegas pergi keluar gerbang. Disana Rialdi masih menghadang Ravin yang terus berusaha membujuknya.
Sarena melewati Rialdi maupun Ravin begitu saja dengan wajah ditekuk dan masuk kedalam mobil, membuat kedua laki-laki itu saling melemparkan pandangan, seolah bertanya kenapa sikapnya seperti itu?

Ravin masuk kebelakang kemudi sementara Rialdi masuk ke pintu belakang, ingin memastikan jika adiknya baik-baik saja.
"Ren, lo kenapa?" Rialdi berniat mengintrogasi adiknya dengan berbagai pertanyaan yang melintas di kepalanya.

"Bang, lo keluar." hanya itu kalimat yang terlontar dari bibir Serena, membuat Rialdi mengerutkan keningnya tak suka.
"Tapi Ren~"
"Gue bilang keluar!" nadanya tinggi membuat Rialdi maupun Ravin saling memandang "please, gue butuh waktu sendiri," kali ini ia berbisik membuat Rialdi mau tak mau harus turun dari mobil.
"Jangan macem-macem sama adek gue!" peringatnya pada Ravin sebelum meninggalkan kedua orang itu.

Setelah Rialdi pergi, Ravin menatap Serena dalam, terlalu dalam sampai sang gadis merasa terusik oleh tatapannya.
"Bisa gak sih natap gue nya jangan kaya gitu?" wajahnya ia palingkan karna tak nyaman.

"Jadi kita mau kemana?" tanya Ravin memastikan.
"Kemana aja terserah, yang penting gue bisa pergi dulu dari rumah."
Ravin tak bertanya apapun lagi, ia hanya menyalakan mobil dan pergi begitu saja, meninggalkan Rialdi yang masih mematung memperhatikan kepergian mobil itu. Sebenarnya Rialdi ingin menemani Serena namun sang adik malah menolaknya mentah-mentah membuatnya sedikit kesal.

Ravin menghentikan mobilnya di dekat pantai membuat Serena mengerutkan keningnya dan menatap Ravin,
"Kenapa?" tanya Ravin saat melihat raut wajah Serena berubah, "lo gak suka pantai?"
Serena menghela nafas lantas memalingkan wajahnya dari Ravin, ia tak ingin mengingat kejadian itu, namun jika tidak dijelaskan ia yakin Ravin akan menyeretnya sama seperti waktu Serena frustasi karna melihat pernikahan Zaki dan Natayla.

"Gue pernah hampir mati pas main di pantai."
Saat usianya dua belas tahun, Serena pernah bermain jet ski bersama Rialdi di pantai, karna rasa antusias yang terlalu besar Serena tak terlalu memperhatikan pelampung dengan benar, alhasil rompi itu hanya menempel di badannya. Rialdi pun tak terlalu memperhatikan keamanan Serena, karna ia juga sama antusiasnya dengan sang adik. Awalnya mereka bersenang-senang, teriakan saling bersahutan dari mulut Serena maupun Rialdi, sampai kejadian itu terjadi, saat itu ombak besar menerjang mereka membuat keduanya terhempas dari perahu itu. Rialdi tertawa lepas saat dirinya bersatu dengan laut, namun tidak dengan Serena, gadis itu panik dan terlihat melambai-lambai tanda dirinya akan tenggelam, mulutnya tak bisa berteriak karna air laut yang terus masuk, hidungnya pun tak bisa lagi menghirup oksigen membuatnya tak bisa bertahan lama berada dipermukaan laut, namun tubuhnya tak ingin menyerah begitu saja, kakinya terus ia hentakkan agar dirinya tak tenggelam, namun kenyataannya berbanding terbalik, semakin ia melawan semakin ia kesulitan meraih oksigen.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang