taklukan kakaknya!

1.3K 47 4
                                    

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, dan Serena masih berada di sebuah cafe tak jauh dari pantai bersama Ravin. Ravin terus mencuri pandang pada Serena membuat si gadis merasa tak nyaman. Jujur saja Serena tak terlalu suka jika ada yang memperhatikannya, ia terus memalingkan wajah dari Ravin.

"Masih mau main atau langsung pulang?" Ravin mencoba menghilangkan rasa tak nyaman dari Serena dengan menanyakan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya.

Sebenarnya Serena tak ingin pulang cepat, namun ia tahu jika Rialdi sedang menunggu kepulangannya, kakaknya itu sangat protektif terhadapnya, ia tak ingin terjadi apapun pada Serena.

"Pulang aja, si bang Anan pasti udah nungguin gue," setelahnya Serena menghela nafas, mencoba menetralisir egonya.

Keduanya keluar dari cafe namun tak disangka di luar sedang turun hujan membuat Ravin harus diam di depan cafe guna menghindari baju yang akan basah jika mereka pergi ke dalam mobil tanpa payung. Lain hal dengan Serena, gadis itu berjalan kearah parkiran seolah hujan tak menjadi penghalang untuknya.

"Ser, tungguin!" Ravin segera berlari saat melihat Serena melewati mobilnya dan terus berjalan ke arah taman yang berada di sebrang jalan.

Serena tak menggubris perkataan Ravin yang menyuruhnya untuk berteduh, menurutnya ini saatnya ia menumpahkan semua air matanya.

Ravin tertegun melihat Serena yang tertawa begitu lepas di hadapannya, tak hanya tawa yang ia dengar, tapi isakan pun terdengar bergantian membuatnya meringgis melihat gadis itu.

Ravin merasa hatinya tercubit saat gadis itu tertawa sambil merentangkan tangannya seolah ia menantang hujan agar turun lebih deras dari ini, ia memalingkan wajah melihat Serena berlarian dijalanan yang sepi itu, dengan segera Ravin menghampiri si gadis dan menatapnya lekat, dari sorot matanya Ravin tahu jika Serena sedang menangis hanya saja air matanya bersatu dengan derasnya hujan membuat gadis itu tampak begitu kasihan.

Ia tahu Serena kuat, namun sekuat apapun wanita ada kalanya ia tak bisa memendam semua hal sendirian, maka dengan cepat ia memeluk Serena erat, sangat erat sampai Serena tenggelam di pundak laki-laki itu.

"Gue tau lo gak sekuat itu, Ser. Gakpapa, tumpahin semuanya, gak bakal ada yang denger lo nangis selain gue!" teriaknya, karna air hujan yang turun begitu deras membuatnya harus sedikit berteriak.

Serena membalas pelukan itu sama eratnya seperti Ravin memeluk dirinya. Ia menenggelamkan wajahnya di pundak Ravin, tanpa aba-aba air matanya keluar tanpa diminta, kali ini ia tak tertawa seperti sebelumnya karna rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya kian mengamuk.

Serena meraung bersahutan dengan air hujan yang turun ke bumi, membuat tangisan itu terdengar sangat menyayat hati. Ravin tak tahu harus berbuat apa selain terus memeluk tubuh kurus itu seerat yang ia bisa. Ia berusaha memahami luka Serena, meski pertemuan mereka masih terbilang baru tapi entah kenapa Ravin ingin selalu ada untuk gadis itu.

Tak jarang Serena memukul punggung Ravin guna menenangkan isi pikirannya, ia tahu yang ia lakukan salah, namun hanya dengan cara itulah hatinya sedikit membaik.

Jam sudah menunjukan pukul sepuluh lewat dua puluh lima menit, hujan masih jatuh kebumi namun isakan Serena sudah mulai mereda, pelukan itu secara perlahan mulai terlepas dari pinggang Ravin membuat laki-laki itu melepaskan pelukannya.
"Udah mendingan?" Ravin tahu Serena belum membaik, namun dirinya tetap menanyakan pertanyaan itu.

Serena mengagguk sebelum menatap mata berwarna hitam milik Ravin, ia tenggelam memandang mata dingin yang entah dimana dasarnya itu membuatnya sedikit kelabakan saat Ravin membalas tatapannya.

Ravin menggiring Serena ke mobilnya, "ganti baju ya?" tanyanya memastikan, Serena menggelengkan kepalanya tanda ia menolak, "yakin? Gue gak mau si bang Rialdi marah liat baju lo basah kaya gini," lagi-lagi Ravin menyatakan kekhawatirannya, bukan tanpa alasan, ia tak ingin dibunuh Rialdi karna mengantar pulang Serena dengan baju yang basah kuyup.

"Kalo gue ganti baju, si bang Anan pasti lebih marah," suaranya terputus putus karna isakan masih tersisa di bibir gadis itu.

Ravin mengernyitkan dahinya, bingung. Benar juga kata Serena, jika gadis itu ganti baju mungkin malam ini adalah malam terakhir dia karna Rialdi akan berfikir yang aneh-aneh.

Sebenarnya Ravin prihatin melihat tubuh itu menggigil dibalik baju tipis yang basah, namun lagi-lagi ia menghargai keinginan Serena, maka sebelum membukakan pintu untuk gadis itu, Ravin membuka pintu belakang untuk membawa jaketnya dan memakaikannya pada Serena.

"Tubuh lo menggigil, gue gak tega liatnya," hanya itu kalimat yang Ravin ucapkan, sebenarnya ia memberikan jaket itu bukan hanya kasihan pada Serena, tapi ia juga tak ingin matanya terus menatap pakaian dalam milik Serena. Jangan salahkan dia, biar bagaimana pun dirinya tetap seorang laki-laki yang mempunyai nafsu pada lawan jenis.

Serena menurut, ia segera masuk ke dalam mobil saat Ravin membukakan pintu untuknya. Di dalam mobil dirinya tak mengucapkan apapun sampai Ravin mengantarnya pulang.

"Makasih yaa.. untuk hari ini, gue lumayan lega udah numpahin semuanya, maaf gue ngerepotin lo," nadanya rendah bahkan hampir berbisik membuat Ravin harus menajamkan pendengarannya.

"Santai aja, besok atau lusa kalo lo butuh gue, hubungin gue, gue bakal selalu ada buat lo," setelahnya Ravin mengusap rambut basah Serena dan keluar dari mobil untuk membukakan pintu si gadis.

Di depan pagar Rialdi sudah berdiri dari setengah jam yang lalu menunggu kepulangan Serena, maka setelah melihat mobil berhenti ia memasang wajah marah, marah karna kakinya sudah pegal dan marah karna Ravin mengantarkan Serena sangat larut.

Saat melihat Serena keluar dari mobil matanya terbelalak melihat sang adik menggigil dengan baju yang basah kuyup.

"Seren! Lo habis ngapain sihh basah kuyup gini?!" benarkan dugaan Serena maupun Ravin? Rialdi marah saat melihat Serena basah kuyup seperti ini.

"Abis ujan-ujanan bang," cengir Ravin, sebenarnya Ravin takut pada Rialdi, ia masih tak berani menatap mata tajam milik kakak Serena itu, menurutnya Riadi terlalu mendominasi semua hal membuatnya sedikit segan.

Rialdi langsung mengambil alih Serena, ia genggam tangan gadis itu seerat yang ia bisa lalu menatap mata sang adik yang masih sembab, "lo gak di apa-apain kan sama cowo tengil ini?!" Serena hanya menggelengkan kepalanya, ia tak berbicara sepatah katapun karna suaranya sudah hilang dan menurutnya akan percuma jika berbicara saat ini, karna sebentar lagi pasti akan terjadi adu mulut antara Ravin dan Rialdi. Maka dengan cepat Serena langsung melepaskan tangan Rialdi dan masuk kedalam rumah yang terlihat sepi itu.

Satu jam berlalu Serena tak mendapat pesan apapun dari Ravin membuatnya sedikit bersalah karna telah meninggalkannya bersama Rialdi. Ia tahu segalak apa kakaknya saat ada yang berusaha mendekatinya, terbukti dari hubungannya dengan Zaki dahulu, Rialdi rela hubungannya dengan Zaki menjadi buruk karna ingin melindungi Serena.

Ravin

Ser?
Lo udh tidur?

Satu pesan berhasil membuat Serena menyambar ponselnya dengan segera ia membalas pesan singkat itu.

Belum, lo udh pulang?
Sorry ya s bang Anan emng gtu, terlalu protektif sma gue

😊
Santai aja kali, gue tau kalo si bang Anan khawatir sama lo, jadi dia ngelakuin yang terbaik buat adek kesayangannya☺

Humm

Yaudah, sekarang tidur ya, cantik.
Good night.
Langsung tidur, jangan nonton dulu!

Serena tersenyum melihat pesan itu, lantas kembali meletakan ponselnya di nakas dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka.

Sebenarnya Ravin masih berada di kawasan perumahan Serena, ia memutar otak bagaimana caranya agar Rialdi mau menerimanya sebagai pacar Serena, meski mereka belum pacaran, namun Ravin harus mempersiapkan semuanya di awal karna ia tahu jalan yang akan ia gunakan tidak akan mulus seperti hubungan Serena dengan Zaki dulu. Hal pertama yang harus ia lakukan adalah menaklukan hati Rialdi, karna menurutnya hanya Rialdi yang cukup keras kepala.

~~bersambung~~

Sumedang, 01 agustus 2023

Guyss bantuin aku promosi cerita aku dongg biar lebih semangat aku updatenya☺ makasihh:)

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang