Seorang teman dari Kota Lyon

204 11 0
                                    

Daun kering berguguran di sepanjang jalan kecil yang mengarah ke sebuah toko coklat. Seorang gadis berjalan riang sembari bersenandung kecil membuat siapapun yang melihat akan tahu jika ia sedang bahagia.

Suara lonceng pintu menyadarkan Elodie dari angan-angan yang tak pernah sampai, seburat senyum terpatri di wajah cantik itu kala sosok yang ia kenal tertangkap netra indahnya. Gelenyar hangat menjalari relung hati kala mendengar celotehan gadis di depannya.

"Maaf, nona, anda menghalangi pelanggan yang lain," tegur Aiden membuat gadis bernama Fleur itu menatap sebal.

"Yasudah. Elodie temani aku mengobrol di meja, yuk." Tangan lembutnya menarik pergelangan tangan Elodie yang berada di atas meja kasir.

Netra seindah zambrud itu menatap laki-laki yang berdiri di sampingnya, seolah meminta izin.

"Pergilah, mau aku siapkan beberapa coklat?"

"Ya, tuan. Tolong antarkan coklat yang selalu aku pesan," senyum Fleur pada Aiden.

Elodie duduk berhadapan dengan Fleur, manik berwarna hazelnya tak pernah berpaling dari gadis yang tak henti menceritakan bagaimana harinya. Dalam diam ada rasa hangat yang masuk ke hati. Andai Fleur tak pernah datang dalam hidupnya, mungkin ia tak pernah menemukan cahaya baru, mungkin juga harinya tak akan mendapatkan warna seperti ini.

"Elodie! Aku berbicara padamu, kenapa kau melamun?!" nada kesal terlontar dari bibir ranum itu.

"Maaf, aku tak fokus,"

Helaan nafas terdengar dari Fleur, gadis itu menatap wajah Elodie lekat, seolah mencari tahu apa yang mengganggunya. "Elodie, kenapa? Kau ada masalah sama Aiden? Cerita saja padaku,"

"Tidak, Fleur. Aku baik-baik saja," senyum Elodie membalas kekhawatiran sang sahabat.

"Kau yakin?"

Anggukan membalas membuat Fleur hanya bisa termenung. Ia tahu cerita tentang gadis bernama Serena, ia juga tahu tentang obsesi Ravin pada gadis itu membuatnya sedikit khawatir jika mengingat keduanya kini hidup bersama.

"Jika ada hal yang mengganggu jangan sungkan bercerita padaku, oke? Kau tak sendiri, jika bajingan itu mengusikmu, maka aku yang akan maju untuk melindungimu,"

Hanya senyum kecil yang terpatri di wajah cantik Elodie, setelahnya ia memalingkan wajah untuk mengusap air mata yang sudah memenuhi kelopak matanya. Meski ia jauh dari rumah, namun tuhan selalu mengirimkan orang baik padanya, padahal Elodie sudah tak ingat kapan terakhir kali ia berdo'a dan meminta pertolongan padanya.

"Elodie, kau tak berpikir akan lepas dari bajingan itu?"

"Maksudmu, pergi dengan perut buncit ini? Tidak, aku tak ingin anakku terlantar dan jadi gelandangan di negri orang!"

"Oh.. ayolah, Elodie. Kau pintar, kau aktif, aku yakin di luar sana akan ada pekerjaan yang membutuhkan kemampuanmu. Hiduplah bebas, Dear. Aku juga akan membantumu,"

Entah sudah berapa ratus kali Fleur mengajaknya kabur dari genggaman Aiden, namun jawaban Elodie selalu sama, ia tak ingin memperumit takdir, ia tak ingin ada korban lagi karena dirinya. Cukup Vivy dan Zaki saja yang menderita karenanya, Fleur jangan.

"Omong-omong Bianca di mana?" tanya Elodie, seolah mengalihkan pembicaraan.

"Dia sedang sibuk merakit busana baru, kau tahu? Ia membuat gaun untuk peragaan busana dan gaun itu akan di pakai olehku!"

"Oh ya? Kapan acaranya di gelar?" antusias Elodie.

"Minggu depan, dan aku harap kau datang ke sana, oke?"

"Oke,"

~~☆●☆~~


"Minggu depan aku akan pergi ke peragaan busana milik Bianca," Elodie mengawali percakapan dengan Aiden. Ia sadar jika Aiden tak akan pernah membiarkannya berkeliaran sendirian, namun di sisi lain laki-laki itu tak pernah menolak permintaannya.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang