Kepercayaan

366 11 0
                                    

Matahari berada diatas kepala Serena yang saat ini sedang berlari mengelilingi lapangan upacara. Keringat sudah membanjiri baju gadis itu, nafasnya pun sudah tersengal-sengal.

Serena masih harus menyelesaikan tiga putaran lagi, tapi jika boleh jujur ia sudah tak bisa berlari lebih dari ini, kakinya sudah tak sanggup untuk menyelesaikan hukuman yang diberikan. Ah.. kenapa ia harus tertidur disaat jam pelajaran sih?

Tiba-tiba seorang laki-laki menyamai lari Serena, gadis itu menoleh untuk melihat siapa yang dihukum sepertinya?

Levi

Laki-laki yang pernah membuat perasaan Serena tercubit karna ucapannya, ia tersenyum dengan wajah lesu sukses membuat kaki Serena berhenti berlari, "Levi, kayaknya lo butuh istirahat, deh." entah kenapa tiba-tiba saja Serena mengatakan hal diluar kendalinya.

Levi tersenyum mendengar ucapan itu lalu menghentikan langkah kakinya dan berbalik kebelakang untuk memperlihatkan wajah lelahnya pada Serena.

"Hehe.. gue gak tau kalo ternyata gue sepopuler itu disekolah, sampe ada cewek random yang perhatian sama gue."

Serena memperlihatkan wajah jijik untuk membalas ucapan Levi yang menurutnya terlalu narsis, "geer banget lo!"

Hanya senyuman yang membalas Serena, Sepertinya Levi tak ingin banyak basa-basi lagi, maka dengan langkah cepat laki-laki itu berjalan ke arah Serena dan memandang gadis itu dengan tatapan sendu, "gue nitip si Oliv, ya. Tolong lo jagain dia di saat rumah keduanya lagi hancur kaya sekarang."

Serena menganggukan kepalanya mendengar penuturan Levi, ia tahu pasti Lucy memberitahu laki-laki itu jika saat ini Olivia bersamanya, "tanpa lo suruhpun, gue bakal jagain dia."

"Ya, gue percaya sama lo."

"Gimana keadaan si Alana?" Serena menanyakan hal itu bukan tanpa alasan, ia tahu kondisi Alana sedang tak baik dan mungkin akan memburuk saat mendengar kehancuran rumah yang selalu ia jaga.

Levi menggelengkan kepala beberapa kali, tanpa diminta air mata itu sudah memenuhi pelupuk matanya. Levi menitikan satu butir air bening dari netra seteduh hujan itu lalu diusapnya dengan cepat untuk menjaga citra dirinya.

"Gak baik, dia sempet kritis pas denger pengakuan dari si Shilla maupun si Lucas, dan baru sadar tadi pagi. Gue... udah gak masuk sekolah tiga hari buat nemenin dia di ruangan yang dingin itu, mama Megan terus maksa gue buat pulang, tapi gue gak pernah pulang sampe akhirnya dia sadar tadi pagi, jam dua dini hari. Dia yang nyuruh gue pulang dan~"

Levi tak melanjutkan ucapannya, yang ia lakukan hanya menangis saat Serena beberapa kali mengusap punggungnya.

"Gue gak peduli sama si Shilla ataupun si Oliv, yang gue peduliin cuman si Lana, gue gak suka liat dia nangis atau merintih kesakitan karna penyakit sialannya itu, sekarang ditambah sama problem yang terjadi~" ada jeda dari ucapannya, "anjingg!! Bedebah kalian semua! Gue benci takdir yang selalu menghukumnya secara brutal! Gue cuman mau cewek yang gue sayangi bahagia, kenapa sesulit itu?!" Teriakan memenuhi lapangan yang sepi, namun hanya hembusan angin yang membalas teriakan Levi sebelum laki-laki itu kembali tersedu dihadapan Serena.

Serena tak bisa bersuara, ia terdiam mendengar isi hati yang Levi keluarkan dihadapannya. Setulus itu Levi menyayangi Alana, seikhlas itu ia mengorbankan waktunya hanya untuk menemani kekasihnya yang kritis.

Dalam diam Serena bertanya pada hatinya, pernahkah ia dicintai sedalam itu? Jika ia berada diposisi Alana, akankah Ravin selalu ada untuknya seperti Levi yang setia disamping Alana? Berbagai pertanyaan muncul dihati Serena, sampai gadis itu tersadar jika Levi sudah tak ada disisinya lagi.

~~••♡••~~

Jam sudah menunjukan pukul empat sore, saat ini Serena berdiri didepan gerbang, menunggu Ravin yang menjemputnya. Tadi Vivy mengajaknya pulang bareng, namun Serena tolak karna ia sudah mempunyai janji bersama Ravin dan orang tua Olivia.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang