Hidup baru?

252 11 0
                                    

Jeritan terdengar begitu nyaring di ruangan bersalin, Natayla sudah tak sanggup menahan rasa sakit yang begitu dahsyat dari perutnya. Ia tak menyangka sang anak akan keluar secepat ini, padahal prediksi dokter mengatakan bayinya akan lahir di pertengahan bulan.

"Sakit, Ma!" erang Natayla, ia terus mengatur nafas dan mendorong sang bayi agar segera keluar dari perutnya.

Beberapa ahli membantu proses persalinan Natayla ditemani oleh Alleta yang kalang kabut karena tak siap dengan peristiwa ini. Ia benar-benar dibuat tak siap oleh runtutan kejadian yang terus hadir dalam hidupnya. Entah Alleta harus menangis bahagia karena kelahiran cucu pertamanya atau meratap ketika mengingat cucunya kini tak mempunyai sosok ayah.

Suara tangisan terdengar bersamaan dengan jeritan terakhir dari Natayla, setelahnya wanita itu terkulai tak bertenaga diatas brankar yang dipenuhi darah.

Tangis Alleta pecah kala bayi kecil tertangkap oleh netranya. Bayi laki-laki dengan tubuh gempal dan suara nyaring itu benar-benar membuat Alleta tak henti mengucap syukur.

"Kamu hebat, sayang.. kamu kuat," ucapnya dengan isak yang tak pernah berhenti, "terima kasih sudah berjuang sampai titik ini."

Kecupan terus menghujani wajah Natayla yang penuh peluh, Alleta benar-benar bersyukur karena Natayla bisa melalui semuanya sendiri.

~~》○《~~

"Kamu akan tinggal di kota Lyon, di sana Mama punya satu unit rumah yang tak diketahui oleh papamu. Hiduplah dengan identitas baru, mulai sekarang namamu bukan Ravin lagi." Khanza memberikan beberapa kartu pengenal pada Ravin.

"Mulailah membuka lembaran baru, sosok Ravin itu kini sudah tiada."

Ravin memeluk tubuh Khanza untuk terakhir kalinya, mencoba untuk selalu mengingat aroma tubuh yang akan ia rindukan seumur hidupnya. Ravin tahu konsekuensi dari tindakan Khanza ini, maka sebisa mungkin ingatannya ia paksa untuk mengingat apapun yang melekat pada tubuh ibunya itu.

"Mama yakin? Aku gak mau Mama ngorbanin diri karena aku, aku gak mau~"

"Sayang, mungkin ini cara terakhir Mama untuk menunjukan sebesar apa rasa sayang Mama sama kamu, Mama gak mau kamu hidup didalam jeruji besi yang dingin itu, Mama juga gak mau melihat kamu menderita. Pergilah, Sayang."

Khanza melepaskan pelukan dengan tak rela, netra hitamnya menatap wajah Ravin begitu lekat.

"Pergilah Sayang, Serena mu sudah menunggu."

Anggukan menjawab Khanza, perlahan langkah beratnya menjauhi wanita paruh baya yang langsung terduduk diatas lantai rumah sakit yang dingin.

Rasa takut kini menguasai tubuhnya, ia tahu apa yang telah dilakukannya tak akan pernah dimaafkan oleh Danatya, ia juga tahu jika yang menantinya di depan sana hanyalah kematian. Namun demi Ravin, ia rela kehilangan segalanya, ia tak akan pernah menyesali keputusannya ini dan ia juga akan menerima hukuman apapun dengan hati yang lapang.

Tangis Ravin pecah kala mobil menjauhi parkiran rumah sakit, ia tak tahu harus berterima kasih atau meminta maaf pada Khanza. Ia benar-benar bahagia kala sang ibu telah menyiapkan segalanya untuk membantunya kabur, namun disisi lain ia juga merasa bersalah karena harus mengorbankan Khanza untuk kebebasannya.

Manik berwarna hitam itu melirik tubuh kurus yang masih tertidur lelap disampingnya, seulas senyum terpatri kala melihat wajah damai milik Serena. Bolehkah ia bersama Serena setelah semua yang terjadi? Bagaimana jika Serena memilih kabur atau bahkan kemungkinan paling buruknya Serena memilih bunuh diri daripada hidup bersamanya?

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang