LAMPU HIJAU MENYALA!

701 28 0
                                    

Kini didapur ada empat orang, dua wanita dan dua laki-laki. Tak ada yang mengeluarkan suara karna keempatnya mempunyai tugas masing-masing dan itu membuat dapur sepi, hanya ada suara mixer dan detingan sendok yang beradu dengan mangkuk.

Serena sibuk memotong buah-buahan, ia bermaksud memberikan beberapa cupcake dengan berbagai rasa dan salad buah pada tetangga barunya, sementara Vivy masih sibuk mencampur beberapa bahan untuk membuat eton mess cupcake, berbeda dengan Rialdi yang berdiri didepan kompor memandangi coklat yang mulai meleleh diatas air yang mendidih sambil sesekali diaduk menggunakan sendok, Ravin beda lagi ia terlihat duduk dikursi karna luka bekas kemarin belum mengering namun tangannya sibuk dengan mixer, bermaksud membuat whipped cream dan butter cream.

"Bang, tadi aku sama si Seren ketemu sama mama di super market," Vivy mengawali percakapan dengan Rialdi membuat laki-laki itu menghentikan tangannya yang sedang mengaduk coklat yang sudah mencair.

"Mama liat si Seren gak?" hanya gelengan yang Vivy berikan membuat Rialdi menghela nafas lega. Setidaknya tak ada pertengkaran di super market.

Vivy mengingat kejadian tadi sore, saat dirinya dan Serena pergi ke super market untuk membeli bahan kue. Awalnya semua berjalan normal sampai tanpa sadar matanya menangkap satu sosok yang tak asing baginya. Jujur Vivy tak begitu peduli dengan kehadiran dua orang itu sampai suara renyah tawa terdengar dari belakang rak yang sedang Vivy telusuri. Karna rasa ingin tahu yang besar ia mengintip dari balik produk dan melihat Alleta yang tertawa ringan saat Natayla melakukan hal konyol.

Vivy tertegun melihatnya, bagaimana seorang ibu bisa tertawa selepas itu saat ia tak tahu keberadaan anak bungsunya? Otak Vivy tak bisa berpikir, saat tubuhnya ingin melangkah mendekati Alleta yang masih tertawa tiba-tiba tangannya dipegang oleh Serena yang menatapnya dengan wajah sendu.

"Jangan bikin masalah ditempat umum!" hanya itu suara yang keluar dari mulut Serena namun Vivy tahu jika gadis itu terluka, terdengar dari suaranya yang bergetar dan air mata yang siap jatuh kapanpun.

Awalnya Vivy ingin melepaskan tangan itu dan berjalan mendekati Alleta, namun niatnya itu terputus saat melihat Serena melepaskan tangannya dan kembali memegang troli, "please. Gue gak mau jadi bahan tontonan orang."

Ego Vivy seketika turun saat mendengar ucapan Serena yang begitu menyedihkan. Entah kenapa hatinya ikut terhuyung saat melihat Alleta berjalan menggandeng Natayla yang selalu bergelayut dilengan wanita itu.

"Gue bisa bikin salad buah!" satu teriakan berhasil membawa nyawa Vivy kembali. Seketika ia melirik Serena yang menyuapi Ravin dan mendapat ekspresi aneh dari laki-laki itu.

"Enakkan?" tanya itu penuh harap. Sepertinya Serena ingin dipuji jika salad buah buatannya enak.

"Eummm, enak sihh. Cuman manis banget," komentar Ravin berhasil membuat wajah Serena seketika berubah.

"Apa susahnya sihh bilang enak." gerutu gadis itu dengan bibir mengerucut. Ravin yang melihat itu gemas sendiri ingin rasanya ia mencubit hidung Serena, namun matanya tanpa sengaja menangkap sosok Rialdi yang mendekati mereka, membuatnya mengurungkan niat mencubit hidung gadis itu.

"Sini, gue minta." ekspresi penuh cemburu terlihat jelas dari wajah Rialdi, matanya mendelik kearah Ravin begitu tajam.

"Ambil aja sendiri."
"Ren, gue kakak lo, loh! Masa si Ravin disuapin, gue kagak!" Rialdi menatap Serena dengan pandangan terluka. Ia tahu jika ini berlebihan, namun ia tak bisa membiarkan adiknya memperlakukan seorang laki-laki seistimewa itu.

"Ck, iya, iya. Gak usah cemburu juga, kali." Serena mengambil satu sendok dan menyuapkan pada Rialdi, "enak, kan?" tanya itu terlontar saat Rialdi mengunyah potongan buah yang sudah dilumuri oleh whipping cream dan susu itu.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang