Kebebasan

241 11 2
                                    

Natayla tak henti berjalan ke sana kemari, hatinya terasa gundah gulana menunggu kepulangan Zaki. Kenapa tak ada kabar sama sekali baik dari sang kakak ataupun dari suaminya? Apa yang terjadi di luar sana? Apa mereka berhasil menemukan Serena?

Banyak pertanyaan dibenak Natayla, namun wanita itu tak pernah bertanya apapun semenjak sang adik menghilang. Ia tak ingin Alleta terlalu khawatir, terlebih bayi dalam kandungannya sebentar lagi akan keluar, ia tak ingin terlihat cemas berlebihan.

Langkah kaki membawa tubuh berisi itu ke depan kaca rias. Natayla mengambil jam tangan kesayangan Zaki yang entah mengapa tak dipakai. Biasanya aksesoris itu tak pernah lepas dari tangan sang suami.

"Sayang, jangan ngurung diri di kamar terus, bantuin Mama bikin camilan di dapur, yuk," Alleta membuka pintu tanpa permisi membuat Natayla kaget dan menjatuhkan jam tangan yang digenggamnya.

Alleta masuk ke kamar beraroma manis itu, menghampiri Natayla dan mengambil jam tangan yang terjatuh di dekat kaki sang anak. "Jangan terlalu banyak pikiran, Mama yakin suami kamu baik-baik saja. Lagian ada bang Anan di sana, jadi jangan terlalu cemas. Kasian baby Varell, dia ikut stress kalo mamanya stress."

Natayla mengambil jam tangan yang disodorkan Alleta, ada retakan di bagian samping membuat hatinya semakin tak nyaman. Tuhan.. lindungi Zaki, ia tak ingin terjadi sesuatu pada ayah dari anak yang sedang dikandungnya dan ia tak ingin hal buruk menimpa suami yang sangat ia cintai.

"Ma, semua baik-baik saja, kan?" Natayla menatap netra seindah zamrud itu dalam, seolah ingin mendapat jawaban yang ia inginkan dari sang Mama.

"Iya, sayang. Semua baik-baik saja, tak ada yang perlu kita khawatirkan. Kita berdo'a sama-sama supaya apa yang terjadi pada keluarga kita segera berakhir." Alleta menyelipkan anak rambut ke telinga Natayla, membalas tatapan itu sama dalamnya.

"Sekarang temenin mama bikin camilan, yuk," ajak Alleta, menggandeng tangan Natayla.

~~>-<~~

Rialdi benar-benar akan membuat perhitungan pada Ravin, ia tak akan memaafkan bajingan yang sudah menyakiti adik serta kekasihnya begitu saja. Setidaknya tidak masuk penjarapun, Ravin harus merasakan hal yang sama seperti apa yang Serena dan Vivy rasakan.

Seolah mengerti amarah yang Rialdi keluarkan, Olivia berlari ke arah Glock Meyer 22 yang tergeletak di lantai dan melempar senjata api itu ke arah sang pemilik.

Setelahnya Olivia berlari ke arah Serena yang masih tak bergeming di hadapan jasad Zaki, sepertinya ia terguncang dengan kepergian mantan kekasih sekaligus kakak iparnya itu.

Namun rupanya langkah kaki Ravin lebih besar dari Olivia, terbukti dari laki-laki itu lebih dulu membawa tubuh Serena dan dijadikan tameng kala Rialdi mengarahkan senjata api padanya.

"Sebelum peluru itu bersarang di tubuh gue, dia bakal nembus tubuh adek kesayangan lo ini. Silakan tembak gue," ujar Ravin membuat Rialdi menurunkan sentanya.

Seringai terbit dari wajah Ravin, ternyata kakak dari pacarnya itu penuh perhitungan, ia suka dengan karakter Rialdi yang tak mau mengambil risiko.

Kepala Rialdi tertunduk, memikirkan dari sudut mana ia bisa menembak Ravin tanpa melukai sang adik. Namun rupanya kesempatan itu digunakan oleh Ravin untuk menembak pinggang Rialdi, membuat tubuh besar itu seketika tumbang di dekat Vivy. Teriakan serta raungan dari Serena dan Vivy kembali memenuhi ruangan pengap itu membuat suasana semakin tak terkendali.

"Dasar biadab!" murka Olivia, menerjang tubuh Ravin membuat laki-laki itu tak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya dan terjatuh di timpa oleh Serena dan Olivia.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang