sebuah kepastian

1.6K 60 7
                                    

Sebelum pulang kerumah, Serena mengajak Vivy untuk mampir ke sebuah cafe yang selalu ia kunjungi.
"Vy, mampir dlu ke cafe vinkla yu." ajaknya, ia sedikit berteriak karna posisinya sedang dijalan.
"Ngapain sih Ren? Lo mau norehin luka lagi?!" tanya Vivy nadanya sedikit tinggi karna ia tahu betul cafe itu tempat dimana Zaki dan Serena menghabiskan waktu bersama.
"Vy... pliss, gue mau ngadem." mohonnya jelas akan ditolak mentah-mentah oleh Vivy.
"Kaga, nyet. Gue gak mau liat lo tiba-tiba nangis terus ngasih sumpah serampah ke si Zaki, tar gue yang malu!" masih pada pendiriannya, Vivy tak ingin melihat sahabatnya menangis karna teringat masa lalunya.

Mendengar jawaban seperti itu, Serena tak menyerah begitu saja, ia bujuk terus sampai akhirnya Vivy muak dengan suaranya dan membelokan motornya ke arah cafe yang Serena sebut.

"Janji lo gak bakal nangis?" tanyanya memastikan.
"Janji," jawaban itu terdengar ragu namun Serena tetap menautkan kelingkingnya pada Vivy.

Mereka memasuki cafe yang tak terlalu ramai itu, cafe itu mengambil tema perpustakaan, maka tak heran jika banyak buku yang tertata rapi di berbagai pojok. Vivy memilih bangku sedangkan Serena langsung pergi kearah tumpukan buku, ia mengambil satu buku dan membuka halaman yang terlihat sedikit terbuka. Serena tersenyum pahit saat mendapati satu catatan yang ditempel di buku itu dengan sticky note, terdapat tulisan 'Ma chėrie serena♡' yang berarti Serena sayangku. Hanya itu, tulisannya sangat sederhana, tak ada apapun lagi di sticky note itu, namun hal itu sukses membuat air mata Serena kembali menggenang.
"Kan... gue bilang juga gak usah kesini, monyet!" tegur Vivy saat melihat Serena yang mematung di hadapan rak buku menghalangi pengunjung lain. Detik itu juga kesadaran Serena kembali, dengan cepat ia menghapus air matanya yang sedikit lagi akan keluar.
"Engga babi, gue gak nangis." elaknya dengan melontarkan senyum cukup lebar.
"Gak usah dipaksa senyumnya, lo jelek kalo senyum kaya gitu." Vivy langsung merebut buku yang dipegang Serena lalu mencopot sticky note yang tertempel disana dan menaruh kembali buku itu pada tempatnya.
"Yu ke meja," ajaknya, satu tangannya menuntun Serena dan tangan lain meremas sticky note lalu dibuangnya ke tempat sampah.

Vivy menyeret Serena ke meja yang letaknya tak begitu mencolok, meja itu tak jauh dari rak buku agar memudahkan keduanya untuk membaca. Mereka duduk di meja, tak lama kemudian satu pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka.
"Lo mau pesen apa, Ren~ ehhh bentar, kok gak asing ya sama muka tengil ini?!" Vivy menyadari jika pelayan yang datang adalah Ravin.

Ravin tersenyum jahil mendengar nada yang tak bersahabat dari Vivy, lantas bertanya apa pesanan mereka.

Ravin sudah pergi untuk menyiapkan pesanan sementara kedua sahabat itu saling diam, tak ada yang memulai percakapan sampai suasana berubah menjadi tak enak, Serena melamun entah apa yang ia pikirkan, sementara Vivy hatinya merasa gundah, ia tak ingin Serena kembali murung, jujur saja Vivy kasihan melihat dia menangis terus apalagi setelah tahu jika Alleta tak ingin Natayla pergi dari rumahnya, hal itu cukup membuat Vivy merubah pandangannya terhadap ibu dari Serena itu.

"Ren, lo tinggal sama gue aja ya?" usul itu terucap untuk pertama kalinya dari bibir Vivy.
"Kenapa? Lo kasian sama gue karna harus serumah sama si Zaki?" Serena bertanya balik dan itu langsung menohok hati Vivy.
"Iya anjir, gue gak mau liat lo mewek terus." ujarnya tak tega, "meski lo ngeselin tapi gue gak setega itu liat sahabat gue harus makan hati tiap hari." gumamnya masih terdengar oleh Serena.

"Vy, gue gak bakal makan hati tiap hari juga, mungkin dari sekarang gue bakal lebih banyak abisin waktu sama lo." senyumnya pada Vivy, ia tahu kekhawatiran Vivy namun disisi lain ia tak ingin menghindari rasa sakitnya. Untuk saat ini, biarlah ia terluka dan sebisa mungkin ia akan menikmati rasa sakit itu sampai luka itu mengering dengan sendirinya. Ia ingin berdamai dengan diri sendiri, suatu hari nanti ia ingin melihat Zaki sebagai kakak iparnya bukan sebagai kekasih yang dengan tega meninggalkannya.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang