"Bang, kita nyari mereka ke mana lagi?"
Olivia menatap Rialdi dengan wajah merahnya, ia rela berlarian di bawah sinar matahari untuk mencari keberadaan Serena maupun Vivy.
Entah sudah berapa hari Olivia bolos sekolah, ia juga tak ingat sudah berapa kali dirinya mengelilingi kota hanya untuk menunjukan foto dirinya bersama Serena dan Vivy pada orang asing yang ditemui.
Namun nihil, usahanya terasa sia-sia karena tak ada seorangpun yang melihat keberadaan kedua sahabatnya.
Rasa putus asa sudah mulai menjalari relung hati Olivia, ia benar-benar tak bisa menemukan sedikitpun petunjuk yang membawanya pada keberadaan mereka.
Entah karena ikatan yang sudah terjalin antara dirinya dan Serena sudah kuat atau ia yang ingin menghindar dari konflik batin yang terjadi di dalam dirinya, yang pasti Olivia langsung menyetujui ajakan Rialdi untuk mencari keberadaan Serena serta Vivy.
Namun di sinilah ia saat ini, berdiri dengan peluh yang tak pernah berhenti keluar dari tubuhnya, serta dengan harapan yang hampir putus karena tak mendapati hasil yang ia mau.
Rialdi sama halnya dengan Olivia, ia berdiri di samping gadis itu dengan tangan yang selalu menyeka keringat yang tak pernah absen. Jika boleh jujur, sebenarnya ia lelah terus berdebat dengan dirinya sendiri. Ia tak ingin menyerah, namun sialnya takdir seolah memaksanya untuk berlutut dan tak mengizinkan ia untuk menemukan satu tandapun tentang kedua wanita yang sangat ia sayangi itu.
Helaan nafas terdengar dari Olivia, gadis itu duduk di trotoar yang cukup sepi.
"Bang, jujur gue cape. Gue gak tau kudu nyari mereka kemana lagi," keluhnya.
"Gue juga cape, Liv. Tapi kalo bukan kita, siapa lagi yang bakal nyari mereka sampe ke ujung kota gini?"
"Kan ada gue," suara berat terdengar dari belakang kedua orang itu, "kenapa sih kalian gak bisa ngendelin gue?"
Zaki memberikan dua botol air mineral pada keduanya, "mungkin di masa lalu gue luka buat Serena, tapi saat ini gue mau jadi kakak ipar yang peduli padanya,"
Olivia melirik Rialdi dengan tatapan penuh ejekan, seolah berbicara jika Zaki hanya mengucapkan kalimat kosong.
"Gue gak suka air mimeral. Kenapa gak beli yang ada rasanya?" Olivia mengutarakan keinginannya.
"Gue tau tempat kesukaan Serena, siapa tau dia lagi nenangin pikirannya di sana,"
"Di mana?" Ravin bertanya dengan suara datar, ia tak suka melihat Zaki di terlalu peduli pada kekasihnya.
Sebaliknya, Zaki melirik Ravin tak nyaman, entah kenapa alam bawah sadarnya selalu memperingati jika laki-laki itu terlalu berbahaya untuknya.
"Ikuti gue,"
Olivia memegang pundak Rialdi, ia takut tubuhnya terhempas sebab laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu melajukan motornya dengan kecepatan penuh.
Sementara Alois mencari keberadaan sang putri melalui jejaring sosial, ia tak segan mencantumkan angka yang fantastis untuk siapa saja yang melihat atau menemukan Serenanya.
Alois mungkin terlihat lebih tenang dari siapapun, namun sebenarnya ia lebih khawatir dari mereka yang gencar mencari keberadaan putri bungsunya.
Do'a serta harapan tak pernah putus ia ucapkan pada langit yang mengetahui di mana keberadaan putrinya, Alois benar-benar akan menghukum siapapun yang berani mengusik keluarganya.
~~●♡●~~
Ketiga motor itu memasuki jalanan setapak untuk sampai di tempat yang Zaki bicarakan. Lokasinya cukup jauh dari jalan utama membuat Rialdi maupun Ravin sedikit kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
Teen Fiction(Belum diresvisi yaa^_^) harap maklum kalo ada typo atau penempatan tanda baca yang kurang tepat:) "Ser, aku mau kita udahan," "Kakak kamu hamil anak aku, Ser," "Maaf." Serena mematung mendengar itu, ia tak menyangka Natayla tega menikamnya dari be...