kita ini apa?

880 36 0
                                    

Satu piring steak dengan asparagus dan udang panggang tersaji dihadapan Serena, gadis itu menatap piring dengan penuh antusias, "silahkan dinikmati," ujar Ravin memberikan pisau dan garpu kepada Serena, "karna gue belum tau tingkat kematangan yang lo sukai apa, jadi gue bikin daging ini dengan kematangan medium." Ravin menompang dagunya diatas meja, matanya terus memperhatikan setiap kegiatan yang Serena lakukan, dari memotong steak sampai daging itu masuk kedalam mulutnya tak luput dari pengawasannya. Terkesan berlebihan, tapi ia hanya ingin merekam setiap tingkah laku gadis itu, ia tak ingin kehilangan sedetikpun momen yang bisa dia abadikan didalam kepalanya.

Serena memasukan potongan daging kedalam mulutnya, tekstur daging yang empuk benar-benar memudahkan Serena untuk mengunyahnya dan rasa yang...entahlah, dia sendiripun tak bisa mendeskripsikannya, gabungan antara bubuk merica dan garam sangat sempurna dipadu dengan rasa gurih dari mentega dan aroma khas parsley yang sangat memenjakan lidahnya. Namun tiba-tiba dahi Serena mengerut saat lidahnya merasakan rasa yang sedikit pahit ketika dirinya menelan steak yang telah dikunyah.

"Rasa pahit itu, rasa wine," ujar Ravin yang menyadari raut wajah Serena, "tapi lo gak perlu khawatir, karna gue cuman pake sedikit wine buat mempertajam aroma." lanjutnya saat melihat mata Serena melotot karna ia mengucapkan ada kandungan anggur didalam steak itu.

"Gue cuman pengen mempertajam aroma parsley doang, Ser." sambungnya menyambar garpu dan pisau yang Serena pegang, "lo tau? Kadungan alkohol yang terdapat diwine itu bisa membantu masakan loh," sambil memasukan satu potong kedalam mulutnya lantas memotong lagi namun kali ini ia sodorkan pada mulut Serena.

Serena menyambut potongan itu dengan ragu, ia takut mabuk saat memakan banyak steak yang sudah dilumuri oleh wine, terlebih ia belum pernah meminum alkohol jenis apapun.

Ravin terkikik melihat reaksi Serena yang menurutnya lucu, "tenang aja, sedikit wine gak bakal bikin lo mabuk." seketika tawanya menggelegar melihat respon Serena yang langsung memalingkan wajah. Sial, kenapa Ravin selalu tahu isi hatinya? Atau raut wajahnya sangat menggambarkan apa yang dia pikirkan? Serena memejamkan matanya rapat, berusaha menetralisir rasa yang membuat wajahnya merah namun hal itu tak berefek apapun.

"Sedikit pengetahuan buat lo, sedikit wine pada makanan berguna buat memperkaya aroma dan rasa dari masakan. Jadi wine gak berfungsi buat memberi rasa atau memberi aroma, tapi untuk menguatkan dan memperkaya aroma dan rasa masakan yang sudah ada." sedikit penjelasan membuat Serena menganggukan kepalanya.

Ravin tersenyum melihat Serena yang langsung mengerti, ia tahu jika gadis itu pintar dan cukup mengerti pada bidang masakan membuatnya tak begitu susah menjelaskan.

"Awalnya gue gak tertarik sama dunia kuliner, tapi semenjak ketemu sama si Vivy, dia selalu masak buat gue, gak jarang juga dia jelasin asal usul makanan yang ia bikin, jadi setidaknya gue sedikit ngerti soal ini." Serena tersenyum menatap Ravin, ia tak pernah bosan menatap wajah itu, entahlah ia sendiripun masih ragu apakah dirinya sudah mulai tertarik pada sosok Ravin atau dia hanya sekedar mencari pelampiasan.

Steak dipiring tinggal satu suapan lagi, Ravin sengaja memberikan potongan terakhir untuk Serena sementara dirinya memakan asparagus yang belum dijamah, "lo mau?" tanyanya menyodorkan satu asparagus kehadapan Serena.

Serena menggeleng menolak, ia tak menyukai sayuran, ia tak suka rasa hambar bercampur dengan pahit yang membuat tenggorokannya selalu menolak makanan itu.

"Cobain, sesuap aja." Ravin tak menyerah begitu saja, ia terus menyodorkan asparagus itu pada mulut Serena, "kalo lo gak suka, lo boleh muntahin lagi asparagusnya."

Serena menatap Ravin dengan mata memicing, ia tak suka jika ada yang memaksanya harus memakan sayuran, maka dengan segara Serena berdiri dari kursi dan meninggalkan Ravin begitu saja.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang