bunuh diri

672 17 0
                                    

Jam baru menunjukan pukul enam lewat dua puluh menit, namun Ravin sudah berada diapartemen Serena dengan pakaian yang sudah rapi, bermaksud mengantar gadis itu kesekolah.

Serena duduk dimeja makan dengan netra yang tak pernah lepas dari Ravin yang sedang membuatkannya sarapan. Senyuman terukir dari bibir Serena saat melihat laki-laki itu berjalan kesana kemari dengan tangan membawa spatula.

"Ravin, aku sarapan cukup roti sama selai doang, gak perlu masak yang aneh-aneh," entah sudah berapa kali kalimat itu terucap, namun tetap tak digubris oleh Ravin. "Ravin, kamu tuh ngerepotin diri sendiri, tau gak?"

"Babe, roti sama selai gak bakal bikin kamu kenyang, kamu butuh energi buat belajar, oke?" Ravin menyodorkan satu piring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi dan beberapa sayuran yang Serena suka, juga segelas susu hangat.

Mata Serena membelalak melihat nasi goreng dengan porsi lebih dari cukup untuk jatahnya sarapan, "i-ini kebanyakan.." rengek Serena menatap Ravin, "aku gak bisa sarapan dengan porsi sejumbo ini!"

Ravin tak menanggapi ucapan Serena, ia mengambil sendok dan menyuapi gadis itu dengan nasi goreng buatannya. Ravin tersenyum saat sendok yang ia pegang direbut, Serena makan nasi goreng itu lahap sampai habis.

Entah sejak kapan kejadian ini selalu terulang setiap pagi, Serena selalu protes saat dibuatkan sarapan sebelum gadis itu melahap habis makanan yang Ravin buat.

"Kenapa?" tanya Serena dengan mulut masih penuh nasi goreng.

Ravin menggelengkan kepalanya beberapa kali sebelum menjawab tanya itu, "gak papa. Lucu aja liat kamu yang selalu protes kalo sarapan yang aku buat kebanyakan ehh akhirnya abis juga."

Hanya cengiran yang Serena berikan sebelum ia menenggak habis susu hangat yang Ravin siapkan untuknya, "yuk berangkat, udah siang nih." Serena menyambar tas dan berjalan kearah pintu.

Dalam diam Serena tersenyum bahagia, ternyata mempunyai pacar yang pandai memasak itu enak, ya. Ia akan dibuatkan sarapan yang enak ketika pagi dan disuguhi oleh makanan ringan yang selalu membuat lidahnya kalap saat sore hari.

Ahh... ia sangat bersyukur bertemu dengan Ravin.

Dalam diam Ravinpun mengamati Serena dari belakang, jika dilihat lebih dalam tubuh gadis itu sedikit berubah, entah karna makanan yang selalu ia berikan atau porsi makan gadis itu sudah kembali normal lagi, yang jelas tubuh Serena sedikit menggemuk pasca insiden yang menimpanya dua bulan yang lalu.

~~°●°~~

Serena menepuk punggung Ravin beberapa kali, memberi kode jika laki-laki itu harus berhenti beberapa meter didepan. Ia melihat orang yang tak asing baginya berdiri diatas jembatan.

Motor berhenti dibelakang gadis yang sudah naik kepembatas jembatan, benar dugaan Serena jika yang ia lihat adalan Olivia. Tanpa berpikir dua kali gadis itu turun dari motor dan menghampiri Olivia yang sudah ancang-ancang ingin melompat dari jembatan.

Serena memeluk pinggang Olivia erat, ia memang tak menyukai sifat Olivia namun ia juga bukan orang kejam yang membiarkan seorang teman bunuh diri didepan matanya.

"Oliv, lo gila! Bunuh diri bukan solusi yang terbaik!" teriak Serena tak melepaskan pelukan saat Olivia berontak.

"Lepasin, anjing! Lo gak berhak ngelarang gue!" Olivia berusaha melepaskan tangan Serena, namun usahanya sia-sia karna semakin ia berontak semakin erat Serena memeluknya.

"Gak, gue gak bakal lepasin lo sebelum lo naik lagi kesini!"

Olivia tak mendengarkan ucapan Serena, ia terus berontak sambil memaki Serena yang tak melepaskannya.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang