"Gue gak bisa jamin apa yang akan dia sampein sama lo, tapi inget, dia makhluk lain jadi lo gak boleh terlalu percaya sama dia, oke?"
Netra itu menatap Serena dalam sebelum berpaling pada sesuatu yang ada di samping gadis itu, "kalian siap?"
Terdengar hembusan nafas sebelum mata itu terpejam, berusaha menjadi penghubung antara Serena dan Mahira. Laki-laki itu meraba punggung tangan Serena bermaksud membuka jalan untuk Mahira.
"Sorry gue lancang, tapi ini satu satunya cara buat lo komunikasi sama dia," hanya anggukan yang menjawab Levi, sebenarnya Serena takut jika harus melihat wajah hancur itu lagi, namun tak ada jalan lain untuknya bisa berbicara langsung dengan wanita itu. Maka dengan tekad yang kuat gadis itu memberanikan diri, memejamkan mata sesuai permintaan Levi.
"Sekarang buka mata lo,"
Perintah Levi di turuti Serena, netra itu kembali terbuka, namun kantin yang beberapa detik lalu ramai kini berubah menjadi sepi, tak ada suara, tak ada orang lain di sana selain dia, Levi dan... sosok itu.
Wajahnya tak hancur, tak ada bekas sobekan, tak ada bola mata yang hilang, dan tak ada kulit yang mengelupas, hanya sosok wanita dengan wajah pucat dan terlihat dingin yang ada di hadapannya.
"Seren, aku tau ini terlalu mengejutkan untuk mu, tapi aku akan menjawab semua pertanyaan yang ada di kepala kamu," Mahira tersenyum dingin menatap Serena, ia sudah lama menantikan saat ini.
"Lo.. mantannya si Ravin?"
Anggukan Mahira lakukan, ia tak menjawab tanya yang sudah pasti Serena tahu jawabannya.
"Kenapa lo datang dan selalu berteriak sama gue? Apa gue gak pantes jadi pacar si Ravin?"
Kini gelengan yang terlihat membuat Serena kesal karena wanita itu tak pernah menjawab tanya yang ia lontarkan, "bukan kamu yang tak pantas, tapi kamu terlalu bodoh, Serena. Dari awal aku sudah memperingati mu agar segera lari dari laki-laki itu, namun kamu selalu memgabaikan ucapanku,"
Serena memutar bola matanya malas, lagi dan lagi ia mendengar kalimat yang sudah Mahira katakan padanya. Oh.. ayolah, ia ingin bertemu Mahira bukan untuk ini!
"Kamu mau mendengar dongeng yang sangat membosankan?" akhirnya wanita itu mengatakan hal lain, dengan cepat Serena mengangguk, mengiyakan.
~~♤○♤~~
Malam itu Mahira pulang dengan badan lelah, otaknya sudah membayangkan seenak apa jika dirinya berendam di air panas, ah.. baru membayangkannya saja sudah membuat wanita itu tersenyum.
Dengan langkah cepat ia menyusuri trotoar yang sudah sepi, rasa takutnya terkalahkan dengan lelah yang begitu terasa di sekujur tubuhnya. Ia tak peduli jika ada begal yang mengincarnya atau hantu yang siap menakutinya, ia hanya ingin segera pulang dan mandi air panas!
Netranya melirik jam yang menunjukan pukul sebelas malam, terlalu larut untuk seorang wanita berkeliaran sendiri di jalanan yang sepi.
Otaknya terus berbicara jika ada sesuatu yang ia lupakan, tapi apa? Hari ini ia sudah melakukan kewajibannya, pagi hari ia membersihkan seluruh penjuru rumah, setelahnya ia pergi kuliah dan... Ravin! Ia lupa mengabari kekasihnya!
Dengan cepat Mahira mencari ponsel di tas dan tangan itu bergulir mencari nama Ravin untuk dihubungi. Telpon berdering beberapa saat membuat Mahira menekuk alisnya, tumben Ravin mengabaikan panggilannya?
"Kenapa?" suara khas bangun tidur terdengar dari sebrang membuat Mahira menghela nafas lega, setidaknya Ravin tak mengabaikannya.
"Ravin, ini aku Embun. Maaf hari ini aku tak mengabarimu~"
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
Teen Fiction(Belum diresvisi yaa^_^) harap maklum kalo ada typo atau penempatan tanda baca yang kurang tepat:) "Ser, aku mau kita udahan," "Kakak kamu hamil anak aku, Ser," "Maaf." Serena mematung mendengar itu, ia tak menyangka Natayla tega menikamnya dari be...