Menyakitkan

270 15 4
                                    

Ravin bangkit dan berlari mengambil senapan yang ia simpan di meja. Awalnya ia tak berpikir akan menggunakan senjata itu, ia tak ingin melukai sang kekasih, namun ternyata takdir berkata hal sebaliknya.

Dengan yakin tangan besarnya mengangkat benda ilegal itu, mengarahkan pada Serena yang tertawa bahagia karena terbebas darinya.

Pelatuk Ravin tarik membuat suara suara keras berhasil memekakan telinga siapa saja yang mendengar. Seringai terpatri di bibir sensual itu melihat satu orang terjatuh di depan sana.

Vivy terjatuh dalam pelarian, rasa kebas menjalari kaki kanannya sebelum aliran darah terlihat membasahi betis perempuan itu.

Serena berlari kearah Vivy yang terjatuh di atas genangan air, netra itu melebar melihat cairan berwarna merah bercampur air hujan. Tidak, mereka tak boleh kembali ke rumah terkutuk itu! Serena harus membawa Vivy pergi dari sana, apapun yang terjadi!

Serena mengangkat tubuh Vivy dan memapahnya dengan terpincang.

Tuhan... tolong selamatkan ia dan Vivy, Serena rela menukar seluruh takdirnya untuk bisa terlepas dari kekasihnya yang gila itu.

Langkah Vivy semakin berat ketika rasa nyeri bercampur panas mulai menjalari kaki kanannya, beberapa kali perempuan itu hilang keseimbangan membuat Serena semakin kesulitan memapahnya.

Berbagai do'a Serena ucapkan dalam diamnya, ia benar-benar tak ingin kembali tersiksa di ruangan pengap itu, ia juga tak ingin tunduk pada Ravin yang sudah mulai gila.

Namun rupanya do'a yang Serena panjatkan belum sampai pada langit, karena laki-laki yang ia takuti itu kini berdiri didepannya.

"Mau kemana, babe?" suara itu terdengar mengerikan ditelinga Serena, namun perempuan itu mati-matian menekan rasa takutnya untuk bisa menatap Ravin.

Kesadaran Vivy perlahan hilang dan perempuan itu menjatuhkan tubuhnya ke tanah basah membuat Serena ikut terjatuh.

Seringai terpatri di wajah angkuh Ravin, dengan enteng laki-laki itu mengangkat Vivy dan menggusur Serena dengan kasar.

"Satu hal yang harus kamu tahu, babe. Aku akan melakukan berbagai cara agar kamu gak pergi dari sisi aku,"

Serena tak mendengarkan sedikitpun ucapan Ravin, otaknya tak berhenti memikirkan cara untuk merebut tubuh Vivy yang tak berdaya. Serena berusaha melepaskan cengkraman laki-laki itu, namun nihil, tenaganya kalah besar dengan Ravin.

Ravin menghempaskan Serena begitu saja membuat tubuh itu menabrak tiang begitu keras. Kepala Serena terasa nyeri, penglihatannya mengabur dan keseimbangan tubuhnya mulai goyah, sekuat tenaga Serena menahan agar kesadarannya tetap bertahan.

Fokusnya pada Vivy, ia tak ingin sahabatnya terluka lebih dari ini, ia tak ingin Vivy terus mengorbankan diri untuk melindunginya. Kali ini Serena harus melindungi Vivy!

Ravin menidurkan Vivy diatas lantai, laki-laki itu tak melakukan apapun pada tubuh Vivy membuat Serena menghela nafas lega.

Langkah Ravin membawanya berhadapan dengan Serena, tangan itu terulur untuk menyeka darah yang keluar dari pelipis sang kekasih. "Babe.. aku gak bermaksud bikin kamu terluka, maaf."

Ravin beranjak keluar membuat Serena segera menghampiri Vivy yang masih tak sadarkan diri, tangannya menepuk pipi pucat itu berkali-kali, berharap menyadarkan sahabatnya.

Vivy mengerang ketika rasa perih kembali menjalari seluruh tubuhnya, ia tak peduli pada Serena yang terus bertanya.

Serena kalang kabut melihat darah yang terus mengalir itu, tak ada yang bisa ia lakukan, ia benar-benar tak tahu bagaimana cara mengeluarkan peluru dari tubuh seseorang.

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang