Hari sudah menjelang sore, namun Serena masih betah di apartemen Ravin, ia tak henti memandangi dua bebek yang sedang makan itu.
Ravin yang sudah bosan akhirnya membawa Serena ke arah dapur, cacing didalam perutnya sudah protes ingin makan maka ia berniat membuat makan malam bersama Serena. Ia ingin memasak bersama kekasihnya.
"Kita masak yukk, buat makan malam." ajak Ravin setelah mereka berada di dapur. Serena hanya mengaggukan kepalanya, ia tak keberatan jika harus membantu kekasihnya memasak, karna ia juga sering membatu Vivy saat mereka lapar ditengah malam.
"Jadi apa yang harus aku bantu?" pertanyaan Serena sukses membuat Ravin memutar tubuhnya, menatap Serena.
"Apa? Bantu? Aku gak butuh bantuan kamu. Yang aku inginkan itu kamu masak buat kita." seulas senyum terlukis di wajah setenang air laut itu, membuat Serena mengerutkan keningnya tak mengerti.
"Maksud kamu aku yang harus masak?" anggukan dari Ravin menjawab tanya Serena, membuat gadis itu menggelengkan kepalanya, tak setuju.
"Gak, aku gak bisa masak. Bukan, bukan aku gak bisa masak tapi aku gak pd masak sendiri, apalagi buat orang lain." tolak Serena sambil menggelengkan kepalanya.
"Ahh.. come on, babe aku yakin masakan kamu enak dan aku mau malam ini kita makan masakan ka~"
"Tidak Ravin! Aku gak mau bikin kamu keracunan!" ucapan Serena sukses membuat tawa renyah menggelegar memenuhi dapur, Ravin mendekati kekasihnya sambil membawa satu toples acar.
"Sayang... disini gak ada racun, kalaupun aku keracunan itu bukan salah kamu, itu karna makanan yang kita olah tak sesuai sama resep." Ravin berusaha meyakinkan Serena. Selama mereka kenal hanya Serena yang selalu menikmati masakan buatannya sementara ia tak pernah mencicipi masakan buatan gadis itu, jadi wajar dong jika ia ingin memakan makanan buatan kekasihnya itu.
"Tapi~"
"Kita masak bareng-bareng, oke. Kamu yang masak, aku yang arahin. Deal?" putus Ravin, kali ini anggukan yang mejawab kesepakatan.
Sepuluh menit berlalu kini keduanya sibuk dengan bahan dapur. Ravin memotong lobak sementara Serena merebus daging yang sudah ia belah menjadi beberapa bagian.
Ravin mendekati Serena yang sedang membersihkan air kaldu, pelan tapi pasti tangan itu memegang tangan Serena yang sibuk membersihkan air kaldu. "Caranya gini," Ravin mengarahkan tangan itu secara perlahan, ia mengajari Serena cara membersihkan kaldu yang benar.
Serena hanya bisa mengikuti pergerakan tangan Ravin tanpa berkomentar apapun, jujur ia merasa tak nyaman dengan posisi saat ini. Entah kenapa saat tubuhnya berdekatan dengan Ravin rasa itu selalu ada, rasa resah dan gelisah selalu memenuhi hatinya. Ia tak bisa mengendalikan rasa itu, namun disisi lain ia juga tak bisa mengekspresikan perasaannya, yang ia lakukan hanya diam seribu bahasa saat rasa itu datang secara tiba-tiba.
Ravin yang merasakan Serena hanya mengikuti pergerakannya mengerti akan situasi yang terjadi. Bolehkah ia menjahili gadisnya?
Perlahan tapi pasti wajah itu sejajar dengan Serena, Ravin menatap Serena yang mematung dengan mata penuh rencana jahil, seringai terpatri diwajah itu menandakan jika Ravin tak akan melepaskan gadisnya begitu saja.
Jarak diantara mereka semakin terhapus karna Ravin melangkahkan kaki jenjangnya sedikit demi sedikit, mendekatkan tubuhnya pada Serena, ia ingin melihat reaksi gadis itu saat dirinya terpojok.
"Ravin, mundur sekarang!" Serena mengucapkan kalimat itu penuh penekanan, wajahnya sudah memerah entah karna malu atau marah. Namun Ravin tak menggubris ucapan itu, wajahnya ia sembunyikan ditengkuk Serena membuat gadis itu menghela nafas berat.
"Ravin, please lepasin gue!" kini suara itu bukan hanya penuh penekanan tapi juga ada ancaman yang terselip dari setiap kata yang keluar dari mulut Serena.
Ravin masih tak peduli dengan peringatan yang Serena berikan, kini tangannya sudah melingkar dipinggang gadis itu dengan erat, sukses membuat Serena tak bisa menahan diri lagi.
Dengan sekali sentakan tubuh Ravin berhasil menjauh dari Serena. Tubuh itu terhuyung kebelakang dan hampir terjatuh jika saja ia tak bisa menyeimbangkan bobot tubuhnya. Serena berhasil menjauhkan Ravin darinya, namun hal yang tak ia sadari adalah ia terlalu kuat menyentak Ravin sampai lidah laki-laki itu tergigit dan berdarah.
Saat mengetahui lidah Ravin berdarah Serena panik bukan main, ada rasa bersalah yang menjalari sekujur tubuhnya. Demi apapun ia tak berniat membuat laki-laki itu terluka, ia hanya ingin menjauhkan Ravin darinya.
Serena meminta maaf saat Ravin berkumur diwastafel, ia merasa bersalah karna membuat kekasihnya terluka.
"Gak papa, cuman luka kecil kok." Ravin sedikit menenangkan Serena, ia tahu jika gadis itu tak berniat membuatnya terluka. "Lagian ini salahku, aku yang menggodamu, jadi ini bukan kesalahanmu."
"Nah itu kamu sadar, buat aku ini hal yang tabu. Aku gak terlalu nyaman kalo bersentuhan fisik secara tiba-tiba." Serena memberikan sedikit informasi yang Ravin tak tahu.
Mendengar penuturan itu membuat Ravin terdiam, otaknya mengumpulkan ingatan-ingatan yang bertebaran didalam memorinya. Memang selama ia mengenal Serena, gadis itu selalu memberikan respon yang gelisah saat ia memberikan sentuhan fisik secara tiba-tiba.
Berarti pemikirannya selama ini salah, ia selalu berfikir jika Serena terdiam saat ia melakukan sentuhan fisik itu tandanya gadis itu sedang salah tingkah atau membeku karna ulahnya. Ternyata dugaannya salah besar, Serena terdiam karna ia merasa tak nyaman dan terintimidasi.
"Satu hal yang harus kamu tahu, dulu Zaki sangat jarang memberikan sentuhan secara fisik, mungkin karna dia udah dapet dari mbak Nana makanya gak pernah nyentuh aku melewati batas." ada jeda dalam kalimat itu, Serena menghela nafas berusaha meredam rasa yang kini naik kembali kepermukaan. "Bukan berarti aku mau disentuh sembarangan, tapi aku baru menyadarinya sekarang. Maaf, aku kembali mengingat masa lalu yang ingin kamu singkirkan~"
"Gak papa, ada kalanya kita berlarut-larut mengenang masa lalu yang tak pantas diingat," Ravin tersenyum memandang Serena, ia mengusap pucuk kepala gadis itu lembut sebelum memegang tangan Serena yang bau daging.
"Kamu tau? Akupun punya masa lalu yang cukup kelam, mau denger kisah cintaku yang lebih mengenaskan dari kamu?" Ravin bertanya pada Serena dengan mata menatap gadis itu dalam.
Sebenarnya Serena tak ingin mendengarkan masa lalu dari Ravin, biar bagaimanapun kisah itu sudah terkubur didalam hati laki-laki itu dan ia tak ingin melihat Ravin rapuh saat menceritakan kisah lamanya, namun sialnya rasa ingin tahu itu berbanding terbalik dengan hatinya. "Kalo kamu gak keberatan dan mau berbagi kisah, why not."
Mendengar penuturan Serena membuat bibir Ravin terangkat, dari wajahnya saja ia tahu jika Serena sedang bertengkar dengan dirinya sendiri. Ia tahu gadis itu tak ingin mendengar masa lalunya, namun biar bagaimanapun rasa ingin tahu seorang wanita bisa mendominasi semuanya.
"Tapi dengan syarat jangan terlalu serius, oke. Aku gak mau kita bertengkar lagi kaya kemarin.. dengerin ceritanya sambil masak lagi, yukk." ucap Ravin lantas berjalan kearah kompor diikuti Serena.
~~bersambung~~
Bandung, 18 november 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
Teen Fiction(Belum diresvisi yaa^_^) harap maklum kalo ada typo atau penempatan tanda baca yang kurang tepat:) "Ser, aku mau kita udahan," "Kakak kamu hamil anak aku, Ser," "Maaf." Serena mematung mendengar itu, ia tak menyangka Natayla tega menikamnya dari be...