mengambil keputusan

545 27 0
                                    

Serena yang terus melihat kebawah tak kuasa menahan kestabilan tubuhnya, kepalanya pusing melihat pasir yang terus bergerak disapu oleh ombak alhasil tubuhnya hampir terhuyung kebelakang jika saja Ravin tak sigap menahan tubuh itu mungkin saat ini seluruh tubuh Serena sudah basah karna air laut.

"Jangan liat kebawah terus." peringat Ravin yang menompang tubuh Serena.

Serena mengerjapkan matanya guna menetralisir rasa pusing.
"Sayang... sini, ayah bawa sesuatu buat kamu!" Teriakan seorang laki-laki berhasil membuat anak kecil itu menoleh, senyuman terukir saat melihat sang ayah membawa satu ekor kepiting hidup membuat anak itu berlari mendekatinya, meninggalkan Serena dan Ravin yang amasih mematung disana.

"Bocah sialan, udah ditemenin main malah pergi gitu aja. Bilang makasih kek!" gerutu Serena saat anak itu sudah tak terlihat oleh pandangannya.

"Harusnya lo bersyukur, kalo gak ada bocah itu lo gak bakal masuk kepantai!" Ravin menyadarkan Serena jika saat ini mereka masih berada di pantai membuat gadis itu membulatkan matanya melihat baju yang kini sudah basah.

"Ya, lo berhasil melawan ketakutan lo, Serena." Ravin menjawab tanya yang tak bisa Serena lontarkan oleh mulutnya, ia menggulum senyum saat ketegangan di wajah itu mulai menghilang, ia tahu Serena bisa mengatasi ketakutannya.

"Ya... gue bisa, Ravin. Gue bisa!" Teriaknya langsung menerjang tubuh Ravin yang tak siap menahan tubuh Serena, alhasil keduanya terjerembap di atas pasir dan di terjang oleh ombak yang saat itu cukup besar.

Serena sedikit terkejut oleh ombak itu, namun tak lama setelahnya suara tawa terdengar dari bibir merahnya, "Aa.... gue bisaa!" ada nada takut bercampur bahagia dari suara yang di keluarkan Serena. Akhirnya ia bisa mengendalikan rasa takutnya! Ia sampai tak menyadari jika tubuhnya masih menindih Ravin.

Ravin tertegun melihat ekspresi puas pada wajah Serena, demi apapun ia tak ingin kehilangan gadis itu. Setelah Rialdi memberinya izin untuk dekat dengan Serena entah mengapa hatinya selalu gundah.

Ravin tak ingin kehilangan gadis itu, ia tak ingin Serena berubah haluan dan berakhir meninggalkannya, namun disisi lain ia juga tak ingin jika dirinya menjadi pelampiasan Serena, ia tahu luka gadis itu belum pulih sepenuhnya ia juga tak ingin terlalu memaksakan keinginannya.

Serena sadar jika dirinya menindih Ravin langsung menyingkir dari atas tubuh laki-laki itu lantas meminta maaf jika berat badannya membuat Ravin kesulitan bernafas dan tanpa diminta ia duduk diatas pasir yang basah karna air laut.

Ravin melihat reaksi Serena yang memandang laut dengan wajah puas hanya bisa tersenyum sipul, ia ikut duduk di sebelah gadis itu, memandang riak ombak yang berusaha menyentuh mereka.

"Ren, lo udah move on belum?" satu pertanyaan berhasil membuat Serena menolehkan kepalanya, menatap Ravin dengan tanya yang tak bisa keluar dari mulutnya.

Ravin menghela nafas melihat reaksi gadis itu, "eum.. kalo ucapan gue beberapa minggu lalu gue tarik, lo mau gak terima gue?"

Lagi dan lagi Serena tak menjawab tanya itu, ia bingung kenapa tiba-tiba laki-laki itu berubah pikiran?

"Lo... mau gak ngejalin hubungan sama gue?" sangat tiba-tiba dan tidak romantis. Ravin melontarkan tanya itu menatap Serena dalam, ia benar-benar berharap jika gadis itu tak menolaknya.

"Kenapa tiba-tiba? Bukannya lo bilang mau nyingkirin dulu si Zaki dari hati gue, ya?" satu pertanyaan berhasil membuat Ravin menghela nafas berat, mau tak mau ia harus mengatakan alasan yang sebenarnya pada Serena.

"Awalnya gue juga mikir gitu, cuman beberapa hari terakhir otak gue terus mikirin hal yang gak penting. Gue gak mau tiba-tiba ada cowok random godain lo terus lo tertarik sama dia dan ninggalin gue, gue gak mau lo di ambil sama orang lain. Gue tau lo bukan tipe cewek kaya gitu, cuman otak sialan gue selalu mikir kesana!" ada nada kesal yang terdengar dari suara itu membuat Serena menggulum senyum, kini dimatanya Ravin terlihat lucu.

"Hah... tapi gue gak mau jadiin lo pelampiasan," Serena berhasil membuat wajah itu terangkat kembali, Ravin menatap gadis itu dengan wajah sendu, demi apapun ia tak siap jika Serena menolaknya.

"Ren.. please. Gue gak mau di tolak, gue gak mau kehilangan lo, gue udah nyaman sama lo." suara itu terdengar begitu menyedihkan. Serena tak tahu jika Ravin bisa bersikap seperti anak-anak.

"Ya.. terus mau lo gimana?" nada suara Serena tak bisa ia kontrol. Demi apapun kini di matanya Ravin seperti anak kecil yang merengek meminta mainan kepada sang mama.

"Kita jalanin aja dulu, gue minta waktu dua bulan buat ngusir si Zaki dari kehidupan lo. Kalo dalam waktu dua bulan gue gak bisa ngusir dia, gue terima kalo lo mau mengakhiri hubungan kita."

Serena menatap mata sehitam safir itu dalam, mencoba mencari kejahilan di sorot mata yang menatapnya sangat intens itu.

Sekarang Serena yang bingung, demi apapun ia tak tahu harus menjawab tanya itu seperti apa. Di satu sisi nama Zaki masih tak mau keluar dari hatinya, namun di sisi lain ia tak bisa memungkiri jika sosok Ravin sudah mulai mengambil alih ruang hampa itu, Ravin berhasil mengobati luka yang menganga cukup lebar dan sosok itu sudah menemani hari-hari suramnya.

"Gak harus bingung, cukup terima gue selama dua bulan, kalo dalam waktu itu gue bisa ngusir si Zaki kita lanjutin, tapi kalo gue gagal, lo boleh buang gue kapanpun lo mau." telak, Ravin membuat Serena tak bisa berkutik, dan mau tak mau gadis itu menerima tawaran Ravin yang bisa dibilang sangat tiba-tiba itu.

"Eumm.. terus bang Anan?" wajah Rialdi tiba-tiba muncul saat Serena mengiyakan tawaran Ravin.

"Justru hal yang bikin gue kepikiran itu abang lo, dia udah ngasih izin gue buat deket sama lo, makanya gue gak mau kehilangan kesempatan ini." jawaban Ravin berhasil membuat mata Serena membulat, ia tak tahu harus bahagia atau merasa aneh saat mendengar jika Rialdi sudah memberi izin pada Ravin untuk dekat dengannya.

~~●_●~~


Laut memantulkan warna dari matahari yang mulai memudarkan warnanya membuat awan di sekitar laut berubah menjadi warna jingga yang indah, angin berhembus pelan, menerbangkan helaian rambut panjang Serena,  suasana dipantai itu cukup hangat membuat Serena yang sedang bersandar didada Ravin merasa nyaman.

Baju Serena sudah ganti beberapa saat lalu karna bujukan Ravin, ia tak ingin gadisnya kedinginan dan berakhir masuk angin. Serena terlelap karna suasana yang sangat nyaman ini, matanya menyerah pada rasa kantuk yang menyerangnya dan berakhir tertidur didada laki-laki yang kini sudah menjadi kekasihnya.

Ravin yang menyadari jika Serena tertidur hanya bisa terdiam, ia tak berkutik sedikitpun karna tak ingin gadisnya merasa terusik.

Dalam diam otaknya berkelana ke masa lalu, ia mengingat bagaimana masa lalunya yang sangat menyedihkan. Jika dipikir lagi takdir ini lucu, ia membuat Ravin hancur karna seorang perempuan, ia tak segan mengoyak kepercayaan Ravin pada kekasihnya yang sudah ia percaya selama empat tahun, ia menghakimi takdir yang menurutnya kejam tanpa mengetahui jika takdir menginginkannya bertemu dengan gadis kasar yang saat ini sedang bersandar dibahunya.

Ravin menghela nafas saat wajah wanita anggun terlintas dipikirannya. Tidak. Ia tak boleh berlarut-larut mengingat wanita sialan itu, ia tak boleh memikirkan wanita jalang itu, biar bagaimanapun wanita itu kini sudah tidak ada lagi dikehidupan Ravin.

~~Bersambung~~

Bandung,  21 oktober 2023

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang