Ravin membuka pintu basement dengan kencang membuat ketiga orang yang ada di sana terperanjat kaget.
"Bajingan, bisa gak sih jangan bikin gue jantungan?!" teriak Serena dengan suara parau.
"Kenapa Babe? Kamu takut ketauan udah ngelakuin yang aneh-aneh sama si Zaki?"
Seringai menghiasi wajah angkuhnya, Ravin mendekati Zaki yang masih terbaring di atas lantai, tangannya menggeledah baju laki-laki itu untuk mengambil ponsel serta beberapa barang yang menurutnya akan berbahaya jika tak dirampas.
"Gimana tadi, enakkan mantan lo?"
Pertanyaan Ravin sukses membuat Zaki terbelalak tak percaya, bajingan sialan! Mana mungkin ia melakukan hal aneh bersama Serena sementara tubuhnya tak bisa ia gerakan sedikitpun.
Kekehan terdengar dari bibir sensual itu sebelum tangannya ia dekatkan untuk menenggak cairan berwarna emas yang sedari tadi ia pegang. "Ohh iya, lupa. Otot tubuh lo kan lumpuh,"
Demi apapun kesabaran Zaki sudah habis, ia tak bisa menahan amarah yang sudah diujung tanduk itu lebih lama lagi. Dengan tenaga yang masih tersisa ia berusaha menggerakan tubuhnya.
Gelak tawa memenuhi ruangan kedap suara itu, tangan Ravin memegang perut menandakan jika ia sangat terhibur melihat Zaki yang berusaha melawan obat dengan dosis tinggi yang ia berikan.
Namun satu menit setelahnya laki-laki itu menyeret tubuh tak berdaya Zaki ke dekat Vivy lantas merantai tangan serta kaki mantan kekasih Serena itu.
"Setakut itukah lo sama si Zaki sampe dia lumpuhpun masih harus diikat?" kekehan terdengar setelahnya, entah apa yang merasuki tubuh Serena sampai berani mengatakan hal itu.
"Bukan takut, Babe, hanya berjaga-jaga."
"Bajingan rendahan," lirih Serena membuat amarah Ravin naik.
Botol berwarna hitam dengan tuliskan rémy martin itu kembali Ravin tenggak, setiap tetes minuman berbahan dasar konyak itu selalu membuat kerongkongannya merasa ingin lebih dan lebih.
Satu sudut bibir Ravin terangkat kala Zaki menatapnya dengan wajah muak, hanya dengan melihat sorot matanya saja ia tahu jika Zaki benar-benar tak suka padanya.
Cairan yang membuatnya mabuk itu kembali memenuhi rongga mulut Ravin, namun kini minuman asal prancis itu tak masuk ke kerongkongan. Ravin menyemburkannya ke wajah Zaki membuat minuman dengan kadar alkohol tinggi itu membasahi kepalanya.
"Enakkan, minuman gue? Cuman dia yang selalu ada buat gue, dia juga yang menemani gue disaat manusia berengsek itu ninggalin gue."
"Karena hari ini suasana hati gue lagi baik, jadi lo juga harus minum." Tanpa di duga Ravin menangkup wajah Zaki dan berbagi minumannya.
"Bangsat, dia gak kuat minum alkohol!" Serena menepis botol yang ditenggakan pada Zaki membuat cairan berwarna emas seketika membasahi lantai yang kotor.
Raut wajah yang awalnya pongah itu dalam satu detik berubah menjadi masam, tak ada kekehan menyebalkan ataupun suara serak dari laki-laki tak berperasaan itu, ia hanya memungut botol yang tergeletak di lantai dan menatap Serena dengan sorot kecewa.
Namun tak lama setelahnya Ravin menangkup wajah sang kekasih dan meminumkan cairan yang masih tersisa di botol itu sampai habis.
"Enak, kan?"
Pukulan serta tendangan terus Serena lakukan untuk menjauhkan dirinya dari laki-laki bajingan itu, namun sialnya apa yang ia lakukan sia-sia karena tubuh besar Ravin tak bergeming sedikitpun.
Semua cairan yang tersisa masuk ke kerongkongan Serena, entah berapa persen kandungan alkohol yang ada pada minuman itu sampai membuat penglihatannya seketika memburam, akal sehatpun terasa menguap kala ia mencoba mempertahankan kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
Teen Fiction(Belum diresvisi yaa^_^) harap maklum kalo ada typo atau penempatan tanda baca yang kurang tepat:) "Ser, aku mau kita udahan," "Kakak kamu hamil anak aku, Ser," "Maaf." Serena mematung mendengar itu, ia tak menyangka Natayla tega menikamnya dari be...