Mobil berhenti di sebuah gerbang besar yang tertutup rapat, Olivia turun untuk memberi tahu penjaga jika dirinya pulang, "Bang! Gue pulang... bukain dong gerbangnya!" teriaknya pada penjaga gerbang yang tengah terlelap.
"Astagfirullah," kagetnya lantas menatap Olivia yang memamerkan lesung pipinya, "Oliv... kebiasaan banget ngagetin!"
"Hehe, bukain gerbangnya dong.. gue mau masuk,"
Penjaga itu tersenyum lebar dengan tatapan membunuh pada Olivia, "bilang apa dulu?"
"Assalamu'alaikum Abang... tolong bukain gerbangnya, ya... gue mau masuk," Olivia mengulang kalimat dengan senyuman yang tak pernah hilang dari bibirnya, namun dengan nada yang terdengar sangat tak bersahabat.
Akmal membuka gerbang dengan perasaan kesal, nyawanya langsung terkumpul karena Olivia mengagetkannya.
Mobil memasuki pekarangan besar membuat Serena maupun Vivy terperanggah melihat luasnya rumah Olivia.
"Ini bukan rumah gue, tapi pesantren yang Umma sama Abah kelola. Yuk keluar, gue mau ngenalin kalian sama mereka," seolah mengerti dengan tatapan Vivy maupun Serena, Olivia menjelaskan tanpa diminta.
"Assalamu'alaikum Umma," suara Olivia berubah menjadi lembut.
"Wa'alaikum salam~" Mitfah terdiam melihat sosok Olivia berada di depannya, dengan mata berkaca-kaca wanita itu memeluk tubuh tinggi Olivia dan menangis di pelukan sang anak.
"Oliv, Umma minta maaf. Umma gak pernah mengerti apa keinginan kamu, sayang. Umma bener~"
"Umma, harusnya Oliv yang minta maaf. Maaf Oliv selalu egois, maaf buat semua masalah yang udah Oliv timbulin~"
"Oliv?" suara berat Yusuf terdengar di telinga Olivia membuat gadis itu melepaskan pelukannya.
"Abah.." sekejap mata gadis itu berlari ke pelukan Yusuf yang sudah lama menunggu kepulangannya.
Serena maupun Vivy langsung pergi dari pertemuan keluarga itu, mereka tak ingin ikut menangis melihat Olivia yang merengek meminta maaf pada orang tuanya.
~~☆♡☆~~
Serena terlelap di samping Ravin yang menyetir, setelah mengobrol banyak dengan Mitfah rupanya gadis itu kehabisan energi untuk terus berjaga ketika di perjalanan pulang. Vivy tersenyum melihat kepala sahabatnya terkulai lemas keluar dari kursi, dengan perhalan ia membenarkan posisi Serena.
"Vy, tolong angkatin telpon gue," Ravin menyodorkan ponsel miliknya pada Vivy, memberi izin perempuan itu untuk mengangkat telpon.
Dengan cepat Vivy menyambar ponsel yang laki-laki itu sodorkan padanya, netra itu membaca nama yang tertera di layar sebelum menekan tombol berwarna hijau.
Hanya suara Vivy yang menjawab telpon terdengar dari mobil, Ravin tak menyalakan radio karena ia tak ingin gadisnya terganggu oleh suara berisik.
"Apa katanya?"
"Dia bilang besok lo harus ke cafe lebih pagi, ada sesuatu yang harus lo kerjain,"
Ravin mengagguk sebelum fokusnya kembali pada jalanan, sementara Vivy sedikit penasaran dengan ponsel kekasih sahabatnya itu, "Ravin, gue bolehkan minjem hp lo?"
"Sure," jawaban Ravin berhasil membuat Vivy merasa puas, dengan cepat ia membuka galeri yang terus melambai seolah memintanya untuk di buka.
Netra itu melebar ketika melihat ratusan foto yang menangkap siluet Serena, ada beberapa foto yang mungkin saja mendapat persetujuan Serena karena terlihat gadis itu tersenyum memandang kamera, namun selebihnya di ambil secara diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi
Teen Fiction(Belum diresvisi yaa^_^) harap maklum kalo ada typo atau penempatan tanda baca yang kurang tepat:) "Ser, aku mau kita udahan," "Kakak kamu hamil anak aku, Ser," "Maaf." Serena mematung mendengar itu, ia tak menyangka Natayla tega menikamnya dari be...