Ancaman

385 17 0
                                    

Sepasang mata berwarna hitam itu mengawasi dua orang yang terus tertawa seolah tak pernah melakukan kesalahan apapun. Ada emosi yang tak bisa ia jelaskan ketika melihat sepasang suami istri itu memakan hidangan yang tersaji di depannya, demi apapun jika saja cafenya tak ramai oleh pengunjung maka sudah di pastikan Ravin akan memarahi Zaki maupun Natayla atas kejadian yang menimpa kekasihnya kemarin.

Dengan perasaan gundah laki-laki itu berharap agar pengunjung yang lain segera pergi dari cafenya, namun sepertinya tuhan tak mendengarkan permintaan Ravin karna tak lama kemudian Zaki berdiri dari duduknya dan membantu Natayla agar bisa berdiri sebelum berjalan ke arah kasir.

Dengan cepat kaki Ravin berjalan ke arah kasir dan mengambil alih pekerjaan Ella yang bertugas disana. Zaki memicingkan mata ketika melihat Ravin berdiri di belakang meja kasir, kenapa laki-laki itu seperti terus membuntutinya, sih? Jujur ia tak ingin berhadapan dengan Ravin, karna ia tahu emosinya tak pernah terkendali saat berinteraksi dengan laki-laki itu.

Pada akhirnya Zaki memberikan dompet pada sang istri, membuat wanita itu mengerti jika ia harus membayar. Dengan langkah pelan Natayla mendekati Ravin yang tersenyum misterius melihat kedatangannya, inilah hal yang dari tadi ia tunggu!

Kaki Natayla berhenti tepat di depan kasir, tangan lentik itu mengambil kartu yang akan ia serahkan pada seseorang yang berada di balik meja, "kita bertemu lagi, nyonya."

Suara serak Ravin berhasil mengalihkan netra Natayla dari dompet, wanita itu menatap Ravin dengan alis mengerut seolah bertanya siapa dia?

Senyum sipul terpatri di bibir Ravin sebelum menjawab tanya yang tak pernah terlontar itu, "saya Ravin, laki-laki lancang yang membawa adik anda, kemarin."

Tanpa di minta otak Natayla langsung mengenali sosok itu dalam waktu singkat, ia ingat wajah laki-laki yang menghentikan Serena saat adiknya itu berniat memukulnya.

"Ah.. iya, saya ingat. Terima kasih sudah menolong saya kemarin," dengan senyuman indah Natayla membalas ucapan Ravin sebelum tangan itu menyodorkan kartu berwarna hitam milik Zaki.

Sebuah seringai terbit dari bibir berwarna merah itu, namun rupanya Natayla tak begitu menyadarinya, ia terlalu terpesona oleh wajah Ravin yang menurutnya lebih dari kata tampan.

"Anda tak malu terus memperhatikan wajah saya? Suami anda menunggu loh di luar,"

Kekehan keluar dari bibir ranum itu, Natayla tak terusik oleh perkataan Ravin sedikitpun, "kapan lagi saya mendapatkan kesempatan untuk menikmati keindahan yang datang secara gratis ini?"

Tawa hambar yang menjawab kalimat menjijikan itu, dalam diam Ravin berpikir, semurah itukah harga diri Natayla? Ataukah wanita itu hanya sekedar memuji dirinya yang memang memiliki wajah tampan? Entahlah, ia tak ingin menerka apa yang wanita itu pikirkan.

"Jika saya yang lebih dahulu menemukan anda, akankah anda berpaling dari suami anda saat ini?"

Tanya Ravin berhasil membuat Natayla menolehkan kepalanya pada Zaki yang menunggu di luar, terlihat laki-laki itu berdiri memunggunginya sambil bermain ponsel.

"Eumm... mungkin, jika kamu bisa melampaui dia, aku bakal jatuh hati padamu," kini kalimat yang terlontar tak seformal beberapa detik lalu, rupanya Natayla sudah nyaman berbicara dengan Ravin.

"Berarti kamu akan merebut laki-laki yang adikmu cintai lagi?" kini suara Ravin terdengar dingin di telinga Natayla.

Natayla mengerutkan kening mendengar penuturan itu otaknya belum sampai pada arah pembicaraan, "maksud kamu?"

Ravin menyodorkannya kartu milik Zaki dan tangan Natayla berniat mengambilnya, namun sebelum hal itu terjadi Ravin mengeratkan genggamannya pada kartu itu membuat Natayla kesulitan mengambil dan terdorong ke arah laki-laki itu. "Jangan pernah hadir lagi di hadapan gadis yang sangat saya cintai jika anda tak ingin saya mengambil seluruh kebahagian yang anda miliki, termasuk buah hati yang sebentar lagi akan hadir ini!" Ravin berbisik di telinga Natayla penuh ancaman, tangannya melepaskan kartu yang ia pegang sebelum seringai terbit di wajah itu ketika melihat Natayla yang ketakutan.

Sinyal bahaya telah menyala pada diri Natayla membuat kaki jenjangnya membawa tubuh itu menjauh dari Ravin. Bahu wanita itu terlihat bergetar ketika berada di samping Zaki, entah apa yang mereka bicarakan sebelum pergi meninggalkan cafe, yang jelas Zaki terlihat kesulitan saat membawa Natayla ke mobilnya.

Ravin memperhatikan suami istri itu dari balik jendela, rasa puas memenuhi relung hatinya melihat Natayla begitu ketakutan saat melihatnya. Katakan ia jahat karna sudah mengancam ibu hamil, tapi di balik sikapnya yang sangat tidak sopan itu ia hanya ingin melindungi kekasihnya.

~~●◇●~~

Natayla terus menangis, ia tak bisa menjawab tanya yang terlontar dari bibir Zaki. Otaknya tak bisa berhenti mengingat ucapan dari laki-laki asing yang mengancamnya, kenapa ia mau menyakiti keluarga kecilnya? Apa salah mereka? Ohh tuhan tolong lindungi dirinya serta suaminya yang begitu peduli padanya..

Zaki tak mengerti kenapa Natayla menangis tersedu-sedu setelah membayar, entah apa yang Ravin ucapkan pada istrinya itu sampai Natayla tak bisa menjelaskan.

Ada rasa kesal pada diri Zaki karena setelah Natayla mengandung, wanita itu menjadi sangat sensitif, ia akan menangis hanya karena sedikit bentakan atau situasi yang tak di inginkannya. Selama ini Zaki sudah berusaha memahami apa yang di inginkan wanita itu, namun biar bagaimanapun kesabaran yang ia miliki ada batasnya, ada saat di mana dirinya emosi ketika menghadapi Natayla yang tak bisa di atur seperti saat ini.

Zaki menghentikan mobilnya di tepi jalan, netra itu menatap Natayla yang terus mengalihkan pandangan darinya, "sayang, sekarang jawab aku, kenapa kamu nangis? Apa yang bajingan itu katakan padamu?" netra itu memancarkan kemarahan pada Natayla.

Natayla menatap Zaki sendu sebelum tangan lentik itu menyingkirkan lengan besar milik sang suami dari wajahnya, "kamu jangan marah terus.. aku gak mau di bentak,"

Zaki mengatur nafasnya, berusaha meredam emosi yang sudah memuncak dalam dirinya. Dengan perlahan ia membuka matanya dan menatap Natayla tanpa emosi, "sayang, aku tau kamu selalu sensitive kalo menyangkut Serena, dan aku juga tau kalo laki-laki yang berdiri di kasir itu pacar barunya adik kamu, aku tau kamu nangis karna laki-laki itu bilang sesuatu yang berhubungan sama Serena makannya kamu nangis kaya gini. Sekarang kasih tau aku, apa yang dia katakan sampe bikin kamu nangis kaya gini,"

Zaki mengelus lembut pipi bulat Natayla, berusaha meluluhkan hati wanitanya agar mau berbicara lebih jelas tentang Ravin.

Perlahan netra berwarna zambrud itu menatap Zaki yang mencoba tersenyum padanya. "Tadi... dia bilang jangan pernah datang lagi di hidupnya si Serena kalo aku gak mau keluarga kita hancur," aku Natayla, meski ia tak menjelaskan apa yang Ravin ucapkan, namun Zaki tahu jika laki-laki sudah mengancam istrinya.

Zaki memukul stir beberapa kali, melampiaskan emosi yang tiba-tiba datang ketika Natayla menjelaskan kenapa dirinya menangis. Dari pertama bertemu Zaki sudah terusik dengan sosok Ravin, entah siapa laki-laki itu, ia tak mengenalnya, namun dia berhasil membuat sesuatu terbangun dari diri Zaki, rasa khawatir, waspada, dan cemas bercampur menjadi satu ketika netra mereka bertemu untuk pertama kali dan hal itu di perkuat setelah pertemuannya untuk kedua kali dengan Ravin. Alasan itulah yang membuat Zaki enggan berhadapan dengan laki-laki asing itu untuk ketiga kalinya, ia tak nyaman berada di dekat Ravin.

"Sayang, sayang, jangan kaya gini!" Natayla menghentikan Zaki yang terus memukul stir, ia menggenggam tangan besar itu seraya meniup pelan telapak tangan yang kini sudah berubah menjadi merah itu. Natayla terisak melihat emosi yang Zaki perlihatkan padanya, entah kenapa laki-laki itu kini menjadi tempramen.

"Sudahlah," tangan itu melepaskan diri dari genggaman Natayla lantas kembali memegang kendali mobil.

Tak ada yang berbicara, Natayla sudah menghentikan tangisannya kini yang tersisa hanya cegukan dari wanita itu  mengisi keheningan di dalam mobil. Otak Zaki berkelana ke suatu tempat, entah kenapa hatinya kini mengkhawatirkan Serena.

~~Bersambung~~

Bandung, 22 maret 2024

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang