21. Kecewa dan menjadi akrab

115 9 9
                                        

Aku selalu tertawa bukan berarti aku gak papa.

-Alisya

*****

Suasana canggung dan penuh keheningan kini mengisi seluruh penjuru ruang makan di kediaman keluarga Graham. Tak ada yang berniat untuk membuka suara terlebih dahulu. Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang mengisi keheningan. Lima orang insan yang duduk mengelilingi meja makan masih berfokus kepada makanannya sendiri.

Darius, pria yang duduk di bagian ujung meja itu menatap Alisya yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya sambil memainkan makanannya. Gadis itu sama sekali tidak ada niatan untuk memakan makanannya. Toh tujuannya datang ke rumah ini bukan sekedar untuk makan malam bersama. Tetapi hanya menuruti perintah Darius yang menyuruhnya untuk kembali ke rumah. Jujur saja, ia masih sangat sakit hati dengan perlakuan Darius kepada dirinya beberapa waktu lalu. Memori tentang perkataan menyakitkan pria itu kembali berputar di otaknya.

"Ada apa dengan makanan kamu, Alisya?" Tanya Darius memecah keheningan diantara mereka semua.

Jangankan menatap wajah Darius, membalas ucapannya saja tidak. Ia meremas ujung kaosnya karena merasakan kecanggungan yang luar biasa. Lain halnya dengan itu, dibawah meja makan sana. Kedua kaki milik Alisya dan kedua kaki milik Vana saling melakukan aksi injak menginjak. Awalnya memang hanya bersentuhan biasa, tetapi lama kelamaan berubah menjadi pertentangan sengit diantara keduanya. Alisya menatap tajam Vana, begitupun sebaliknya.

"Langsung pada intinya. Apa yang mau Papa bicarakan dengan Venus dan Alisya?" Venus membuka suara. Sedari tadi cowok itu hanya diam seperti patung tanpa berniat membuka suara. Raut wajahnya terlihat sangat tenang saat bertanya kepada Darius. Kedua tangannya ia lipat di depan dada.

"Papa ingin mengundang kalian berdua untuk datang ke pesta pernikahan yang akan Papa gelar Minggu depan," ujar Darius sembari tersenyum manis menatap Nata yang duduk di sampingnya.

"Tidak bisa!" Tolak Venus mentah-mentah. Senyum smirk terukir di sudut bibirnya membuat wajahnya terlihat menakutkan.

"Kenapa tidak bisa? Kalian berdua sama-sama anak Papa dan kalian juga harus datang menghadiri pesta itu," Darius menghembuskan nafas berat. Keningnya mengerut bingung. Anak sulungnya itu memang sangat keras kepala dan tidak suka diatur.

Venus mengambil gelas minumannya lalu menegak isi gelas tersebut hingga tersisa setengah. Matanya memicing menatap Papanya dengan sengit. Apakah pria itu masih menganggap Alisya sebagai anaknya? Padahal beberapa hari yang lalu pria itu mengatakan bahwa tidak akan pernah menganggap Alisya sebagai anak. Bahkan ia juga ikut sakit hati saat mendegar Darius mengatakan hal tersebut.

"Masih ingatkah Papa sama anak kandungnya?" Tanya Venus remah.

"Bicara apa kamu Venus!?" Tanya Darius balik dengan nada tinggi karena tersulut emosi. Kedua matanya melotot penuh kemarahan.

"Hal konyol seperti ini apakah tidak sampai di otak Papa? Apa Papa lupa dengan ucapan Papa beberapa hari lalu?"

Dada Darius bergerak naik turun menahan amarah. Tangan besarnya menggebrak meja makan dengan sangat keras membuat mereka semua terlonjak kaget kecuali Venus. Cowok itu tau jika Papanya pasti akan melakukan hal ini untuk melampiaskan amarahnya.

"PAPA TIDAK MAU TAU! KALIAN BERDUA HARUS MENGHADIRI PESTA MINGGU DEPAN!!" Bentak Darius benar-benar emosi sekarang. Urat lehernya terlihat menonjol. Kedua tangannya terkepal erat.

"Jangan pernah membuat malu keluarga Graham karena ulah kalian berdua!"

Venus tertawa getir. "Justru Papa sendiri yang membuat keluarga Graham ini terpandang rendah!"

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang