5. Revan

203 23 24
                                    

Alisya membuka pintu utama rumahnya dengan sangat hati-hati. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Ia yakin jika Venus belum tidur, dapat dia lihat dari pintu kamar cowok itu belum tertutup dan lampu juga masih menyala. Maka dari itu dia berusaha untuk tidak menimbulkan suara gaduh agar kakaknya tidak menyadari jika dirinya baru pulang.

"Dari mana?"

Alisya berjingkrak kaget. Ia membalikkan badannya dan menatap orang berbicara kepadanya. Dihadapannya kini, Venus sedang menatapnya dengan bersedekap dada.

"Udah makan?" Tanya Venus lagi, masih dengan nada mengintimidasi. Walaupun masih kesal dengan Alisya lantaran pulang hingga larut malam, Venus tetap memperhatikan kesehatan adiknya yang sangat susah untuk menjaga pola makan.

"Udah tadi pagi," balasnya enteng lalu berlari menuju kamarnya meninggalkan Venus. Cepat-cepat cewek itu masuk ke dalam kamar sebelum Venus bertanya lebih banyak lagi.

Gelap dan indah, langit malam yang dihiasi dengan ribuan bintang kini tampak lebih berwarna. Malam memang adalah saat-saat yang sangat disukai olehnya. Dulu ia memang takut malam tetapi semakin dirinya bertambah dewasa, malam adalah teman terbaik disaat ada masalah. Ia menghirup udara sedalam-dalamnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Lega, mungkin itu yang kini Alisya rasakan. Beban di pundaknya sedikit terangkat ketika melakukan itu.

"Kalau gue loncat dari sini terus mati papa khawatir gak ya?" Monolog gadis itu sembari melihat ke arah bawah balkon kamarnya.

Alisya menepuk pelan pipinya. "Gila lo? Sukses aja belum mau mati," ujarnya lagi. Ia teringat tentang mimpinya yang ingin melanjutkan bakat model dari mamanya. Sudah sejak SMP ia menekuni dunia model dan alhasil dirinya sekarang berhasil menjadi seorang brand ambassador salah satu produk skincare.

"Gue harus bertahan sampai titik itu, titik dimana gue bisa bahagia,"

"Tapi... Gue juga butuh kasih sayang papa," Alisya menundukkan kepalanya. Tepat saat ia mengerjapkan matanya air mata jatuh membasahi pipinya. Lingkungan keluarga terlalu jahat kepadanya. Ia juga ingin mendapat perhatian dan kasih sayang layaknya remaja pada umumnya. Bukan malah terus menerus dipojokkan dan juga dikucilkan seperti ini. Ia ingin bahagia, sekali saja.

Alisya meraup wajahnya dengan kasar. Kedua tangannya berpegangan dengan erat pada pembatas balkon. "Bangkit Alisya, lo gak boleh kalah sama keadaan,"

"Tapi gue capek kalau terus-terusan kayak gini,"

Bugh!

Cewek itu memukul tembok yang berada di sampingnya. Merasa belum puas, ia kembali melakukan hal gila tadi hingga beberapa kali. Gadis itu memekik pelan saat merasakan ngeri di punggung tangannya. Ia tertawa getir, baginya itu adalah sesuatu yang memuaskan.

"Enak," guman Alisya seakan puas setelah melakukan hal gila tadi.

"Alisya?"

Alisya berhenti melakukan hal gila tersebut ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Tatapan gadis itu menyorot ke arah Venus yang baru saja datang dengan membawa segelas susu hangat yang baru saja dibuatnya. Ia menyembunyikan kedua tangannya yang mulai mengeluarkan darah segar di balik badan.

"Tidur sekarang," perintahnya.

"Siap!" Alisya mengangguk sambil mengangkat kedua tangannya hormat. Sial! Tangannya yang mengeluarkan darah segar itu tertangkap oleh ekor mata Venus. Dengan gerakan super cepat, ia segera menyembunyikan tangannya di balik badan.

"Alisya?" Panggil Venus dengan alis yang saling menaut. Cowok itu kemudian berjalan mendekat ke arah Alisya.

Alisya tersentak kaget saat Venus secara tiba-tiba menarik tangannya. "Belum puas?" Tanyanya dengan ekspresi wajah panik.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang