1. Waketos

485 40 25
                                    

Welcome...

Happy Reading

.
.
.

Alisya mengecek kembali satu per satu perlengkapan yang harus dibawanya hari ini. Mulai dari buku pelajaran, tempat pensil, dan juga sekotak susu Dancow favoritnya. Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, barulah ia menutupnya kembali lalu memakainya dipundak kanannya.

Senyum yang awalnya terukir disudut bibirnya hilang begitu saja dan digantikan dengan helaan nafas ketika melihat ayahnya yang duduk bersama seorang wanita seumuran dengan almarhum mamanya.

Alisya mengambil duduk tepat dikursi depan papanya. Senyum miring kembali menghiasi wajah cantiknya itu kala melihat ayahnya melakukan hal romantis dengan perempuan selingkuhannya didepan matanya sendiri.

Alisya berdecih pelan. "Dasar perempuan gak tau diri!" Celetuknya tiba-tiba sambil mengambil beberapa makanan.

Darius-papa Alisya-menatap anak perempuannya tajam. Entah sengaja atau tidak disengaja tangan kirinya berhasil mendarat di pipi mulus Alisya. "Jaga ucapan kamu, Alisya!"

Alisya memegang pipi kirinya yang baru saja ditampar oleh papanya. Marah, kecewa, dan sedih seketika mengubah raut wajahnya.

"Puas sekarang?" Tanyanya dengan nada kecewa lalu pergi dari ruang makan dengan rasa sesak didadanya.

Sebelum keluar dari rumahnya, Alisya menyempatkan dirinya untuk mengambil frime foto yang didalamnya berisi foto keluarga Alisya. Dibantingnya frime foto tersebut hingga terpecah menjadi beberapa bagian.

Pelan tapi pasti, Alisya mengambil pecahan frime tersebut lalu menggoreskan pecahan frime tersebut ke lengannya. Bagaikan sudah mati rasa, Alisya tidak merasakan sakit sedikitpun saat pecahan frime tersebut mengenai lengannya.

Darah segar mengalir dari lengannya mengotori baju seragam putih yang digunakannya. Seragam yang awalnya bersih tanpa noda sedikitpun itu terkotori oleh tetesan darah.

Alisya berlari menuju garasi. Sesampainya di sana, ia duduk terjongkok dengan kepala tertunduk. Air mata yang sedari tadi ditahannya kini meluncur bebas keluar dari kedua kelopak matanya. "Mama... Kakak... Lisya kangen"

"Calon waketos kok nangis sih?"

Sebuah suara yang sangat familiar di telinganya membuatnya mendongokkan pandangannya. Gadis itu sedikit kaget saat melihat Revan-ketua geng Airon-mengulurkan tangan kepadanya. Dengan cepat Alisya mengusap kedua matanya yang basah lalu menerima uluran tangan dari Revan.

"Jangan nangis, masih ada gue sama anak-anak geng Airon," lanjut Revan lalu menarik Alisya kedalam dekapannya.

Alisya membenamkan wajahnya di dada bidang milik Revan. Usapan lembut dari tangan cowok itu membuat Alisya merasakan kenyamanan yang luar biasa.

"Gue gak suka liat anggota gue nangis," Revan mengelus rambut panjang Alisya.

Alisya mengurai pelukan mereka berdua. Kedua matanya yang sembab menatap ke arah baju seragam putih Revan yang terkena noda darah. "Seragam lo kotor gara-gara gue, Van"

Revan tersenyum. "Ga papa, besok jangan diulang lagi atau,-"

Perkataan Revan sengaja ia buat menggantung membuat Alisya mengernyit bingung. "Atau apa?"

"Gue bilang ke anak-anak Airon kalau lo sering nyakitin diri lo sendiri," lanjutnya membuat Alisya menunduk lesu.

"Tap-"

"Gak ada tapi-tapian," ucapnya to the poin memotong pembicaraan Alisya.

Revan membawa gadis itu menuju sebuah bangku yang berada di dekat garasi. Lalu berjalan menuju pintu utama rumah Alisya untuk mengambil kotak P3K. Dirinya tidak mempedulikan keberadaan papa Alisya yang berada didalamnya.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang