29. Siapa dia?

90 9 0
                                    

Hidup bagaikan jalanan yang banyak sekali rintangan. Tapi, akan kupastikan jika bersamamu rintangan itu akan menjadi lebih ringan.

-Anandraka Agam Gentala.

*****

Bola basket yang terdapat tulisan spidol permanen diatasnya kini menjadi pusat perhatian Alisya dan Raka. Tulisan yang tertera di atasnya berhasil membuat kening kedua remaja itu mengerut. Kedua tangan Alisya hendak mengambil bola basket tersebut tetapi langsung Raka tepis sebelum tangannya benar-benar menyentuh benda tersebut. Dinaikkannya salah satu alisnya tanda bertanya sekaligus tak paham dengan apa maksud Raka hingga dirinya tidak diperbolehkan untuk mengambil bola tersebut.

"Kenapa?"

"Sidik jari," balas Raka cepat. Ia menendang bola tadi menggunakan ujung sepatunya hingga menggelinding di bawah brangkar. Ya betul, bisa jadi pelaku yang melempar bola tadi meninggalkan jejak lewat sidik yari yang menempel di permukaan bola tersebut.

Alisya mengangguk-angguk paham. Dilihat dari raut wajahnya saja, Raka dapat melihat jika gadis dihadapannya itu terlihat cemas. Keringat dingin mulai membasah keningnya. Padahal, suhu di ruangan tersebut sudah dingin. Tetapi mengapa kening Alisya mengeluarkan keringat?

"Takut?" Tanya Raka menebak apa yang sedang dirasakan Alisya sekarang.

Tak ingin berbohong kepada Raka sekarang. Alisya pun mengangguk membenarkan perkataan Raka. Memang benar, perasaan cemas sekaligus takut seketika menguasai dirinya.

Mereka berdua tak sadar jika diluar ruangan itu ada seseorang yang sedang mengintip mereka dari balik jendela yang pecah. Senyum miring menghiasi sudut bibirnya yang ranum sehingga membuat raut wajahnya menakutkan. Kali ini, orang asing itu tidak memakai apa-apa yang menutupi identitasnya. Hanya saja, ia memang menggunkaan baju hodie yang tudungnya segaja ia naikkan ke atas kepala. Selebihnya tak ada yang mencurigakan dari orang itu.

"Terang dan bersama!"

Perkataan yang tak pernah orang itu katakan di dalam hidupnya itu tanpa sadar keluar dari mulutnya. Kenapa tidak pernah? Karena prinsip hidupnya hanya satu 'Gelap dan sendiri!' ingat itu.

Mulutnya kembali tertutup rapat setelah berbicara. Diturunkannya tudung hodie yang menutupi seluruh bagian kepalanya hingga menampakkan cukuran rambut two block haircut. Rambut bagian atasnya yang sudah agak panjang itu tertiup oleh angin kencang. Pria berumur sekitar sembilan belas tahun itu menyugar rambutnya ke belakang. Kedua tangan besarnya itu membenarkan posisi rambutnya yang berantakan. Mata elangnya menatap tajam jendela ruang rawat Alisya dengan tajam.

Sekali lagi, ia menatap kaca jendela ruangan Alisya sebelum melangkah pergi meninggalkan rumah sakit. Kaki-kaki jenjangnya berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan santai sambil memperhatikan sekeliling yang cukup ramai. Diedarkannya bola mata berwarna hitam itu ke seluruh penjuru lobi rumah sakit untuk mencari seseorang.

"Do you know me?" Gumamnya dengan amat lirih saat melihat seorang berjubah dokter berwarna putih dengan stetoskop yang menggantung di lehernya berjalan cepat melewati dirinya. Itu Venus, seorang dokter spesialis bedah termuda dan ternama di RS Bhayangkara itu berjalan melewati lobi rumah sakit dengan cepat tanpa memperhatikan sekitar. Di kedua telinga Venus terpasang earphone yang membuat pendengarannya terganggu akibat suara lagu yang didengarnya.

"Do you know me?" Ulang pria itu untuk yang kedua kalinya. Percuma ia berbicara lirih seperti itu jika jaraknya dengan Venus saja sudah jauh. Ia tersenyum miring penuh arti saat dirinya berhasil menemukan orang yang selama ini ia cari. Salah satu tangannya merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah benda dari dalam sana.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang