47. Ambil kebahagiaannya

58 4 0
                                    

Sesakit itu menginjakkan kaki diatas lantai rumahku sendiri

-Alisya Calista Graham-

*****

"LO PENYEBAB RAKA UDAH NGGAK SUKA SAMA GUE, TOLOL!"

"Gue lihat Letta kemarin masuk ke dalam markasnya geng Enemy,"

"Yang Aldara bilang nggak betul dan nggak salah. Raymon bisa jadi kerjasama bareng Letta dan bikin sebuah rencana besar setelah ini,"

"Felling gue kok tiba-tiba nggak enak, ya?"

Perkataan Letta dan teman-temannya dikantin pada jam istirahat pertama tadi terus berputar bagaikan kaset di otak Alisya. Gadis itu terdiam dengan pikiran yang berkeliaran kemana-mana. Sampai-sampai dirinya tak sadar jika ada seseorang yang sejak tadi memperhatikannya. Ia terlalu terbawa suasana gundah dipikirkannya.

"Ngelamunin apa sih?" Tanya Raka sesaat setelah duduk di kursi pengemudi mobilnya.

Alisya tersentak kaget mendengar ucapan Raka yang seharusnya tidak mengagetkan. Ia memalingkan pandangan menatap wajah Raka dengan sebuah tatapan yang sangat sulit untuk diartikan. Namun, Raka dapat mengerti arti tatapan yang Alisya berikan untuknya itu.

"Kenapa? Lisya lagi sembunyiin sesuatu dari Raka?" Tebak Raka seolah-olah tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh Alisya.

"Lisya takut, Rak," balas gadis itu mengutarakan apa yang sedang ia rasakan sekarang. Terlihat dengan jelas dikedua manik matanya yang menyorotkan sinar ketakutan.

Raka mengengam tangan Alisya lalu mengelus punggung tangan gadis itu dengan sangat lembut. Beberapa kali juga ia mencium tangan lentik milik pacarnya. Perlakuan kecil dari Raka yang ditunjukkan untuknya berhasil membuat seluruh tubuhnya merasakan kenyamanan. Sebuah kenyamanan yang tak akan pernah ia dapatkan selain bersama Raka. Itu berarti, hanya Raka satu-satunya orang yang salah memberikan kenyamanan kepadanya.

"Lisya mikirin omongan Letta waktu rapat tadi? Atau mikirin obrolan kita waktu dikantin?" Tebak Raka meramal apa yang sedang Alisya pikirkan lewat tatapan mata. Hebatnya, dua tebakan itu semuanya benar.

"Bener semua. Kok tahu?"

"Apasih yang Raka nggak tahu tentang Lisya," balas Raka dengan sombongnya. Memang betul, segala sesuatu yang menyangkut tentang Alisya, Raka juaranya. Tak bisa sekalipun Alisya berbohong kepadanya. Hanya dengan tatapan mata saja, Raka dapat langsung menebak apa yang sedang dipikirkan oleh Alisya.

Alisya menghela nafas berat. Lelaki dihadapannya sudah terlalu jauh mengenalnya. Ia merasa beruntung, sangat beruntung bisa dipertemukan dengannya. Rasanya, setiap kali dirinya berdekatan dengan Raka, masalah hidupnya sedikit demi sedikit terangkat. Bahkan tak jarang ia menganggap bahwa Raka itu adalah obat disaat dirinya lara. Raka itu adalah penenang. Dan Raka adalah lentera terang yang menyinari kehidupannya.

"Lisya jadi penghancur hubungan Raka sama Letta, ya?" Tanya Alisya berusaha agar tidak sakit hati dengan apa yang dirinya sendiri ucapkan. Kedua mata Alisya menatap manik mata coklat terang milik mata dengan pandangan meminta penjelasan. Selama itu, ia tak banyak tahu tentang masa lalu lelaki itu. Raka terlalu menutup dirinya sendiri dari orang-orang. Bahkan, ia sendiripun tak tahu-menahu tentang kehidupannya.

"Lisya salah nggomongnya, justru Letta yang sekarang lagi berusaha untuk bikin hubungan kita hancur," Raka menghela nafas berat saat mengigat hubungannya dengan Alisya yang selalu diusik dengan orang dimasa lalunya.

"Kita cegah hal itu biar nggak terjadi, ya? Asal Lisya tahu, Raka udah nggak ada rasa sama sekali sama Letta. Semua rasa yang Raka punya udah bukan buat Letta, tapi buat Lisya. Satu hal lagi, Raka udah lama suka sama Lisya, jauh sebelum Raka mengenal Letta,"

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang