39. KE-PO-NA-KAN?

93 5 3
                                    

Aku datang hanya untuk menjemput luka yang lebih dalam dari sebelumnya. KE-PO-NA-KAN!?

****

Alisya duduk termenung di depan meja rias minimalis yang ada di kamarnya. Matanya menatap kosong ke arah kaca yang menampilkan bayangannya sendiri. Ralat, bayangannya dengan Bi Mina karena wanita tua itu sedang menata rambutnya sebelum berangkat ke pesta. Ia tak mengeluarkan suara sama sekali sejak tadi, bahkan Bi Mina pun sudah lelah untuk mengajak anak majikannya untuk berbicara. Alisya sama sekali tidak menanggapi celotehannya sejak tadi.

Setelah beberapa saat Bi Mina menata rambut Alisya, akhirnya sentuhan pita berwarna soft pink menjadi akhir dari tugas Bi Mina kali ini. Ia kembali menatap ke arah hasil karyanya yang bisa dibilang sempurna.

Rambut panjang Alisya yang biasanya hanya di biarkan terurai bebas kini sedikit ia ubah dengan cara mengikat sebagian atas rambutnya. Ia juga memasangkan pita rambut yang senada dengan warna gaun yang Alisya gunakan saat ini.

"Cantik banget, Non," puji Bi Mina tetapi tetap tidak ada respon sama sekali darinya.

"Sabar ya, Non. Bibi tahu ini pasti berat banget buat Non Lisya," ujarnya berharap agar Alisya mau membalas ucapannya.

Berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kali ini Alisya merespon ucapan pembantunya. Senyum hampa terukir indah di sudut bibir gadis itu. Tak ada yang mengetahui satu pun luka yang sedang Alisya sembunyikan. Senyum itu terlalu nyata hingga membuat semua orang percaya jika ia baik-baik saja.

"Papa beneran mau nikah lagi, Bi?" Tanya Alisya kepada Bi Mina. "Nanti kalau Papa nikah yang jadi suaminya Mama siapa?"

Bi Mina mendadak gugup. Ia tak tahu harus merespon apa atas pertanyaan Alisya. Ia takut menyinggung atau salah menjawab.

"Papa udah nggak sayang sama Lisya lagi, Bi. Papa justru lebih milih buat nikah lagi daripada mikirin perasaan Lisya disini," curhat Alisya mengutarakan isi hatinya.

"Tuan besar pasti sayang banget sama Non Lisya. Dia cuma lagi hilang arah aja, Non," jawab Bi Mina memberi masukan.

"Jadi tugas Lisya disini bawa Papa ke jalan kebaikan ya, Bi?" Tanya gadis itu meminta saran.

Bi Mina mengangguk mantap mendengar jawaban anak majikannya. "Iya, Non. Non Lisya harus bisa bawa Tuan besar untuk kembali ke jalan yang benar. Bibi bantu disini sambil berdoa sama Tuhan ya, Non,"

"Makasih, Bi," Alisya mengulas senyum tipis diwajahnya.

"Sama-sama, Non. Kapanpun Non Lisya butuh Bibi. Bibi pasti bakal bantu semampunya,"

Bi Mina tersenyum tipis melihat Alisya yang begitu tegar dalam menjalani masalah hidupnya. Disini, ia lah yang menjadi saksi mata betapa beratnya kehidupan seorang Alisya. Disini juga ia yang memberi semangat kepada gadis itu untuk tidak menyerah begitu saja dengan keadaan. Ia benar-benar tertegun dengan sikap Alisya yang selalu berusaha terlihat kuat di luar tetapi rapuh didalam.

Tok tok tok

Lamunan mereka berdua teralihkan setelah mendengar suara pintu diketuk tiga kali oleh seseorang. Itu pasti Venus yang sudah menunggunya. Benar saja, beberapa saat kemudian pintu yang terbuat dari kayu jati itu terbuka lebar memperlihatkan seorang laki-laki menggunakan jas layaknya CEO muda yang berjalan ke arahnya. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana membuat aura tersendiri didalam dirinya.

"Udah siap?" Tanya Venus.

"Siap nggak siap harus siap," Alisya berdiri dari duduknya lalu kembali mematut dirinya di cermin. Senyum hampa penuh luka ia sematkan di kedua ujung bibirnya. Helaan nafas panjang keluar untuk menguatkan dirinya lagi.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang