31. Revan lagi

78 6 0
                                    

Happy reading!

.
.
.

"Sejak kapan?"

Venus melontarkan pertanyaan secara tiba-tiba kepada Revan sesaat setelah sampai di taman belakang rumah sakit. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jas dokternya. Pandangannya menerawang jauh ke depan.

"Apanya yang sejak kapan?" Tanya Revan tak paham dengan maksud pertanyaan dari Venus.

"Sejak kapan kamu menyukai Alisya?"

Revan bungkam sebentar saat mendengarnya. Pertanyaan itu cukup membuat pikiran tentang perasaannya kepada Alisya kembali muncul. Ia menghirup udara segar sedalam-dalamnya sebelum menjawab. Entah kenapa, ia cukup sensitif jika harus membahas perasaan ini.

"Mungkin sejak awal saya bertemu dengan Alisya," balas Revan jujur.

"Lama, ya? Kenapa kamu tidak memperjuangkannya jika kamu benar-benar mempunyai rasa dengannya?" Tanya Venus, masih tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi kepada Revan.

Revan tersenyum kecut mendengarnya. Ia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah benda bulat berwarna emas dengan ukiran nama seseorang di dalamnya. Itu cincin pertunangan. Ditunjukkannya cincin tersebut kepada Venus hingga laki-laki berjubah dokter itu tahu apa maksud ukiran nama seseorang yang ada disana.

"Cincin tunangan?" Tanya Venus dengan alis sedikit terangkat. Ia mengambil cincin tersebut lalu mengamatinya dengan saksama.

"Ada nama, Aluna Adelia," Venus membaca tulisan yang terukir disana pelan. Namun, setelah beberapa saat otaknya bekerja. Ia baru sadar jika cincin itu benar-benar cincin pertunangan. Ia membulatkan matanya tak percaya saat melihat anak berseragam SMA di hadapannya itu sudah bertunangan.

"INI CINCIN TUNANGAN, KAMU SERIUS UD-,"

Sebelum Venus menyelesaikan kalimatnya, dengan cepat Revan membekap mulut Kakak laki-laki Alisya. Sontak, mereka berdua menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sekitar taman. Revan menahan malu sekarang, bisa-bisanya Venus malah membocorkan rahasia yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

"Kamu serius sudah bertunangan?" Tanya Venus setengah tidak percaya. Wajahnya berubah menjadi lebih serius saat bekapan tangan Revan sudah lepas.

"Untuk apa saya berbohong?" Revan terkekeh hambar.

"Bagaimana ceritanya anak SMA seperti kamu sudah bertunangan?"

Untuk yang kedua kalinya Revan menghirup udara disekitarnya sebelum bercerita. Kedua matanya dipenjamkan sembari menikmati udara segar yang berhembus di sekitar mereka.

"Ceritanya panjang, yang jelas secara paksa Papa nyuruh saya untuk bertunangan dengan teman masa kecil saya. Papa sama sekali nggak mikirin perasaan saya gimana setelah tunangan. Dia selalu saja bilang kalau suka itu nomor dua dalam ikatan. Dia cuma bilang kalau dalam pertunangan yang penting itu niat,"

"Benar apa yang Papa kamu ucapkan. Semua hal diawali dengan niat. Tapi, kalau sebuah hubungan berdiri tanpa adanya rasa atau cinta bagaimana kelanjutannya?" Venus masih terus melontarkan pertanyaan. Jujur, hal yang diungkapkan oleh remaja dihadapannya cukup membuatnya kebingungan. Tunangan disaat masih duduk di bangku sekolah? Dan itu juga dipaksa?

"Itu yang terjadi kepada saya sekarang. Hubungan kita tanpa arah dan tujuan juga tanpa rasa ataupun cinta. Saya tahu, Papa jodohin saya dengan dia dengan alasan yang tepat. Tapi, apakah harus secepat ini?"

Venus semakin dibuat tak paham dengannya. Kedua alisnya saling menaut tanda berpikir dengan keras.

"Dengan alasan apa kamu dijodohkan dengan teman masa kecil kamu?" Tanya Venus menggali informasi.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang