9. Misi Baru

169 19 31
                                    

Ini terlalu sederhana untuk disebut depresi, KUKIRA.

*****

Alisya melajukan sepeda motor milik Venus dengan kecepatan diatas rata-rata. Beberapa kali cewek itu berteriak untuk melampiaskan semua emosinya. Beruntung, kondisi jalan yang ia lalu sangat sepi. Tak ada satupun kendaraan yang lewat. Maklum, jam sudah mulai menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

"GUE CAPEK! BUNUH GUE SEKARANG JUGA!!" Teriak gadis itu dengan lantang. Pikirannya sedang kacau balau. Emosinya sedang tidak terkendali. Bahkan, laju motor yang dinaikinya mencapai 120 km/jam.

Gelap dan dinginnya malam tak membuat gadis itu mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Aldara. Sungguh nekat memang, pergi berkendara sendirian di tengah malam seperti ini sudah menjadi kebiasaannya. Ia masih mengingat dengan jelas perkataan demi perkataan yang Darius lontarkan untuknya. Cukup membuatnya sakit hati. Itu tidak hanya terjadi sekali dua kali, namun hampir setiap hari. Setiap dirinya pulang berkumpul bersama teman-temannya pasti papanya akan menjadikan dirinya sebagai bahan perbandingan dengan Vana.

"GUE BENCI LO, SYA! GUE BENCI LO!" Alisya memaki dirinya sendiri. Entah sudah berapa kali gadis itu melontarkannya.

"BENALU, BEBAN KELUARGA, PEMBUAT MASALAH KAYAK LO MENDING MATI!"

"GAK ADA GUNANYA LO HIDUP! LO CUMA BIKIN MALU KELUARGA!"

"MEREKA BAHKAN CUMA ANGGEP LO NGAK LEBIH DARI SAMPAH!"

Umpatan demi umpatan Alisya lontarkan untuk dirinya sendiri. Ia terus mencaci maki dirinya yang selalu dituntut untuk terlihat baik-baik saja. Ia memukul kepalanya yang sama sekali tidak terbalut oleh helm. Kepalanya terasa pening dan berdenyut. Bukannya berhenti melakukan hal tersebut, Alisya justru semakin mengencangkan pukulannya ke kepalanya dan masih dalam keadaan mengendarai motor.

Tak berselang lama setelah itu, ia sampai di sebuah rumah megah milik Aldara. Ia memarkirkan motornya di dalam garasi. Terlalu sering menginap disana membuatnya hafal setiap sudut rumah tersebut.

Tok tok tok

Alisya mengetuk pintu rumah Aldara sebelum masuk. Sebenarnya, bisa saja ia langsung masuk tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Namun, ia masih memiliki sopan santun.

Ting!

Terdengar suara notifikasi pesan masuk di handphone milik Alisya. Dengan cepat gadis itu membukanya.

Aldara

Msk aj, lgsg ke kmr gw, gw mls kluar.

"Ck!" Alisya berdecak kesal melihat pesan yang dikirim oleh Aldara. Terlihat sangat singkat padat dan jelas sekali.

Alisya mulai berjalan memasuki rumah Aldara menuju kamar cewek itu yang berada di lantai dua. Sembari berjalan, Alisya mengamati setiap sudut ruangan rumah tersebut. Dulu, saat masih SMP ia sangat sering menginap disini. Bahkan hampir setiap minggunya.

Cekelek!

Alisya membuka pintu kamar Aldara lalu mendapati sang pemilik rumah berada di atas kasur dengan headset yang menyumpal pendengarannya. Cewek itu kemudian ikut merebahkan dirinya disamping Aldara lalu mulai memejamkan matanya. Ia cukup lelah hari ini, ia berharap bisa mendapat suasana baru ketika ia bangun di esok hari.

"Gue tidur ya, Dar," kata Alisya sebelum dirinya benar-benar mencapai alam mimpi.

Aldara hanya bergumam. Matanya masih sibuk memandang layar handphone untuk membalas chat-chat dari Arrayan. Namun sedetik kemudian, cewek itu tersadar ada yang aneh ketika mendengar suara Alisya. Suara sahabatnya terdengar serak dan juga menyakitkan. Padahal, di hari-hari biasanya cewek itu akan bersuara dengan cempreng tanpa ada unsur menyakitkan didalamnya.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang