43. Tragedi Kamar Mandi

69 5 3
                                    

Aku ingin hidup tenang. Apa itu susah?

-Alisya Calista Graham

*****

"Ada yang ingin ditanyakan lagi?"

Raka berdiri dengan sangat gagah di gedung aula SMA Dharmawangsa bersama anggota OSIS lainnya untuk melaksanakan pembukaan ekskul. Jam tangan sport yang melingkar di pergelangan tangan cowok itu sudah menunjukkan pukul empat lewat sepuluh menit sore. Seharusnya, mereka sudah boleh pulang ke rumah masing-masing. Tetapi karena acara pembukaan ekskul kali ini belum selesai, maka mereka diharuskan untuk tetap stay di sekolah sampai acara selesai.

"Tidak ada, Kak!" Balas para siswa-siswi kelas sepuluh yang mengikuti acara ini.

Raka mengangguk. "Baik. Untuk pembukaan ekskul kali ini sudah cukup. Kalian boleh pulang,"

Dengan teratur, para siswa-siswi yang mengikuti kegiatan tersebut pun keluar dari dalam gedung aula menyisakan para anggota OSIS yang masih harus membereskan tempat tersebut. Beberapa anak OSIS yang melihat acara berjalan dengan lancar pun menghembuskan nafas lega.

"Udah boleh pulang nih, Rak?" Tanya Reyhan tak sabar ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang terasa remuk seharian ini.

Raka mengangguk membolehkan. "Langsung pulang. Besok kita masih ada rapat buat persiapan bazar,"

"Siap, Pak ketu," balas Reza menimpali. Cowok itu memakai tas ransel di pundak kirinya lalu berjalan meninggalkan ruangan tersebut diikuti anggota OSIS lainnya.

"Duluan, Rak, Sya!" Pamit mereka semua bersamaan.

Kini, hanya tinggal tersisa Raka dan Alisya yang berada di ruangan itu. Keduanya masih disibukkan dengan membereskan beberapa berkas penting yang harus mereka bawa pulang.

"Capek," keluh Alisya seraya mendudukkan dirinya di sebuah kursi. Keringat yang menetes di dahinya ia seka dengan telapak tangan. Tak bisa dipungkiri seberapa remuk badannya setelah seharian ini disibukkan dengan kegiatan pembukaan ekskul. Beruntung, kegiatan kali ini berjalan sesuai rencana.

"Capek ya? Mau langsung pulang?" Tanya Raka dengan penuh perhatian.

Alisya menggeleng kecil mendengar tawaran Raka. "Papa pasti udah pulang sama keluarga barunya. Lisya males lihat mereka,"

Jawaban Alisya berhasil membuat hati Raka tercelos sakit. Ternyata, itu alasan Alisya malas pulang. Jika saja ia bisa merubah takdir, ia pasti akan meminta kepada Tuhan untuk menukar takdir hidupnya dengan Alisya. Garis takdir kehidupan Alisya terlalu berat. Ia ingin menggantikan posisi gadis itu untuk menampung lukanya.

"Lisya jangan sedih, ya? Kan masih ada Raka, masih ada anak-anak geng Airon, masih ada Kak Venus juga yang bakal selalu ada buat Lisya," balas Raka dengan senyum menenagkan.

"Senyum, dong, biar tambah cantik," Raka menarik kedua bibir Alisya membentuk sebuah senyuman kecil disana.

Tanpa disangka, Raka justru berjongkok di hadapan Alisya lalu menepuk pundaknya sebanyak dua kali bermaksud memberikan kode. "Ayo naik, bayi besarnya Raka,"

Senyum di kedua bibir Alisya semakin terlihat jelas. Tingkah cowok dihadapannya ini yang mampu membuat dirinya kembali tersenyum dan melupakan semua masalah yang sedang menimpanya. Tak ingin menolak, Alisya pun dengan cepat naik ke atas punggung kokoh milik Raka.

Setelah Alisya naik, Raka pun mulai berjalan melangkahkan kakinya meninggalkan gedung aula menuju parkiran. Hari sudah mulai gelap dan mereka harus cepat-cepat meninggalkan sekolah sebelum gerbang ditutup.

SAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang