chapter 39

8 2 0
                                    

Mereka datang dan bertanya-tanya, serta menolong anak-anak itu.

"Pak, sabar pak, ada apa?".- tanya salah satu guru disana

"Bu, ibu dan bapak boleh tolong mereka bertiga, tapi yang di tengah lapangan, itu punya saya".- ucapku.

Kezia ketakutan hingga lari ke dalam mobil.

Ibu guru itu gemetaran setelah melihatku berbicara.

Aku menghampiri pelakunya sambil membakar rokok.

Kepala sekolah pun tidak bicara sedikit pun.

Ku letakkan bokongku di kepala anak itu sembari merokok.

"Pak, jangan gini pak kasian dia".- ucap kepala sekolah itu.

"Diam!! Duduk!".- teriakku.

Aku pun berdiri dan menjelaskan.

"Sekarang kuberi pertanyaan satu per satu".- ucapku.

"Jika anak, adik, keponakan, atau siapapun dia, perempuan, dan dipegang ataupun di remas oleh lawan jenis, itu tindak kriminal tidak?".- tanyaku.

"Kami tau, tapi cara bapak membalas itu salah".- ucap kepala sekolah itu.

"Salah? Lantas apa yang harus kuperbuat, HARUS KU REMAS JUGA PAYUDARAMU?!!".-bentakku.

"Adikku mengalami trauma akibat anjing ini".- sambungku.

"Aku mau dipertemukan oleh orang tuanya! Sekarang!".- teriakku.

Seketika kepala sekolah itu menghubungi orang tua anak itu.

"Pak, apakah dia mati?".- tanya ibu guru itu.

"Ahhh, tidak dia cuma tertidur, lihat".- ucapku memukul pipi anak itu.

"Aduhhhhhhhh".- teriak anak itu.

"Lihatt kan".- ucap ku.

Aku langsung menghubungi brian saat itu.

Tak lama berselang, orang tua dari anak itu muncul dan sangat marah ketika anaknya kubuat tidak memakai baju di ruang bk itu.

"ADA APA INI!".- teriaknya.

"Kenapa anak saya di buat seperti ini, ini sudah melanggar hukum, saya bisa tuntut anda loh".- teriaknya mengancam.

Aku hanya duduk dengan mengangkat kaki sembari merokok.

"Duduk".- ucapku.

"Tidak ma---".- teriaknya setelah kudotong pisauku.

"Du-duk".- ucapku pelan

"B-baik kami duduk".- balasnya.

"Jadi, anak kalian melakukan pelanggaran, yang sangat fatal dan di larang keras".- ucapku.

Ibu dari anak itu menangis melihat anaknya.

"Oi kau, hapus air mata ibumu dan cuci kakinya serta mohon ampun lah".- ucapku ke anak itu.

"Dia merusak adik perempuan saya".- ucapku.

"Namanya anak rema--".- ucapnya terpotong setelah kutancap pisau di meja.

"Anak? Remaja?".- tanyaku.

"Anak remaja pada dasarnya seperti itu, tapi setauku mereka tidak akan berani berbuat hal yang tak senonoh kecuali mereka sudah mengetahuinya dari sesuatu ntah handphone atau? Cara didikmu?".- ucapku.

"Maaf, tapi kami tidak pernah menanamkan pikiran sex pada anak!".- ucap bapak itu.

"Jika kau melarang anak itu, maka dia akan semakin penasaran dan jika mereka mendapatkannya, mereka tidak akan pernah bisa lepas dari hal itu".- ucapku membantah

Brian langsung menendang pintu.

"Ahhhhh, maaf maaf kupikir ini ruang guru, ternyata ruang penghakiman".- ucap brian tersenyum.

"Okey mana anaknya?".- tanya brian

"Kusuruh buat ambil air".- ucapku.

"Ahhhh iyaiya".- ucap brian.

Anak itu datang membawa kain serta ember.

"Cuci kaki ibumu dan minta ampun lah".- ucapku.

"Tunggu, kau tidak suruhbaku mengeksekusi kepala kecilnya ini?".- tanya brian heran.

"Anak saya mau diapain".-tanya ibu anak itu.

"Hehe saya patahin lehernya bu".- ucap brian tertawa.

"Huaaaaaa".- tangis ibu itu.

"Ehh ehhh jangan nangis bu maaf saya bercanda".- ucap brian.

"Oke saya lanjut pak, saya sengaja buat anak bapak menerima hukuman yang sangat berat agar ia tidak mengulanginya lagi".- ucapku.

Setelah menangis ibu itu pingsan, dan membuat brian panik.

"Aduhh kok bisa pingsan sih, bisa gawat nih".- ucap brian menggaruk kepala.

"Saya akan memindahkan adik saya ke sekolah yang lebih baik lagi, karena dengan ia melihat tempat dan pelaku, traumanya pasti terulang dan saya yakin itu".- ucapku.

Selagi aku berbicara dengan bapak itu, brian juga sembari mengipasi ibu itu agar sadar.

TO BE CONTINUE





cerita ianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang