6. Down

63.9K 5.9K 261
                                    

Askar memasukkan barang-barang yang akan dia bawa ke tempat kerjanya. Hari sudah sore, sebentar lagi waktunya berangkat ke tempat kerja.

Askar menuruni tangga kosan. Terdengar suara ribut-ribut dari lantai bawah, sepertinya teman-temannya sedang bertengkar lagi.

"Kan udah gue bilang, kalau habis makantuh piringnya langsung dicuci!" Kaisar terlihat sedang mengomeli Sammael.

"Aelah, cuma kali ini doang gue gak cuci piring. Ribet bangetdah." Sam terlihat mengorek-ngorek kupingnya, sepertinya dia sudah bosan kena amuk Kaisar mulu.

"Cuma kali ini? Cuma kali ini, lo bilang? Lo nyaris TIAP HARI kayak begitu." Kaisar kembali mengomel.

Askar terkekeh melihat tingkah teman-temannya yang ajaib. Askar berjalan ke dapur untuk memasak bekal.

Askar menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak.

Drrttt drrrttt

Ponsel Askar berbunyi, dia lalu mengambil ponselnya. Nama Arvie tertera di sana.

"Halo, Vie?" Askar lalu meload speaker ponselnya, karena dia harus memasak. Askar menaruh ponselnya di meja makan, sementara dia fokus memotong-motong sayuran.

"Halo kakak!"

Askar terkekeh mendengar suara antusias Arvie diseberang sana, "Ada apa imut?"

"Vie kangen banget sama kakak! Daritadi Vie pengen telpon kakak. Tapi mommy bilang katanya jangan dulu, mungkin kakak lagi sibuk. Tapi karena gak tahan, akhirnya Vie tetap telpon kakak."

Askar tersenyum, terlihat jelas jika nyonya Allaver tidak ingin Arvie berhubungan lagi dengan Askar, "Apa mommy tau kalau Vie telpon kakak?"

"Nggak. Vie telpon kakak di kamar, jadi mommy gak tau."

Askar kembali tersenyum mendengar itu. Arvie... Begitu polos. Dia bahkan tidak tau kalau kamarnya sudah dipasang banyak kamera cctv dan penyadap suara.

"Lain kali Vie jangan kayak gitu ya. Vie harus izin ke mommy dulu kalau mau apa-apa."

"Mmm... Begitu ya?"

Askar terkekeh, dia bisa membayangkan ekspresi imut dan manis Arvie di seberang sana.

"Kakak... Kakak di sana oke?"

"Kakak oke kok. Vie gimana?"

"Vie oke. Tapi Vie kangen kakak. Kakak tau, tadi orang-orang di sekolah bilang kalau mereka mau mengadakan acara besar di sekolah untuk merayakan kepindahan kakak. Vie gak ngerti, kenapa mereka kayak gitu. Padahal Vie sedih karena kakak pindah, tapi mereka malah mau bikin pesta."

Askar seketika terdiam mendengar itu. Gerakan tangannya yang memotong-motong sayuran langsung terhenti.

"Daddy, sama mommy juga. Katanya nanti kami mau jalan-jalan ke luar negeri buat merayakan kepergian kakak. Vie marah sama daddy, tapi daddy malah bilang kalau Vie gak tau apa-apa. Oh ya, semua barang kakak yang nggak kakak bawa juga dibakar sama mommy, untung Vie berhasil selamatkan salah satu foto kakak."

Askar mengigit bibir bawahnya. Entah mengapa hatinya terasa sakit. Padahal seharusnya dia merasa biasa saja, toh dia memang tidak begitu mengenal keluarga Allaver. Sepertinya, itu perasaan Askara yang asli.

Arvie terus bercerita tentang harinya, sementara Askar sudah tidak fokus lagi. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing dan sakit. Ingatan-ingatan Askara asli yang ditindas, dan diasingkan bermunculan. Perasaan dan pikiran Askar menjadi kacau, ingatan-ingatan itu seperti menyatu dengan dirinya, membuat Askar merasa dia benar-benar menjadi Askara.

Askara : Peace (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang