17. Nirvallen

52.8K 5.3K 275
                                    

Askar menundukkan kepalanya sambil meremat jarinya. Di hadapannya saat ini, keluarga Arsenna sedang mengintrogasinya.

"Jadi, kenapa kamu pergi malam-malam sendirian?" Kakek Arsenna menatap Askar dengan tajam.

"Saya tadi ke perpus buat baca. Terus gak sadar udah kemaleman, hp saya juga mati. Terus tadi ketemu teman sekolah, jadi mampir dulu ke rumah dia."

"Sayakan sudah bilang kalau kamu akan dijemput sore hari." Kali ini ayah Arsenna yang berbicara.

"Maaf... Kirain cuma basa basi." Askar semakin menundukkan kepalanya.

"Hahh... Sudahlah. Sebaiknya sekarang kamu temui istri saya, dia sampai pingsan begitu tau kamu tidak ada di kost malam-malam."

Askar terkejut mendengar itu, neneknya Arsenna sampai pingsan?

Askarpun berlalu menuju kamar nenek bersama dengan kakek dan ayahnya Arsenna.

Begitu pintu kamar dibuka, terlihatlah nenek yang sedang menyender pada kepala kasur dikelilingi oleh para menantu dan cucu-cucunya.

Semua orang di dalam kamar langsung menoleh begitu pintu kamar dibuka. Askarpun masuk ke dalam kamar sambil menundukkan kepalanya, takut dan merasa bersalah diatuh.

Ivona yang duduk di tepi ranjang di samping nenek, langsung menyingkir membiarkan Askar duduk di sana.

Askar duduk dengan ragu, dia masih menundukkan kepalanya.

Nenek mengulurkan tangannya memegang dagu Askar dan membuat Askar mendongak.

"Kemana saja?" Nenek bertanya dengan ekspresi datar, tapi Askar bisa melihat ke khawatiran dari matanya.

"Tadi ke perpus..."

"Sampai malam?"

Askar menganggukkan kepalanya, "Iya. Tadi gak sadar kalau sudah malam, terus ke rumah teman dulu."

"Kenapa ke perpus?"

Askar mengernyit, pertanyaan macam apa itu?

"Ya... Untuk belajar?"

"Memangnya harus sampai ke perpus?"

"Kan di perpus bukunya lebih banyak, jadi lebih enak belajar di sana?"

"Lalu, untuk apa kamu belajar sampai segitunya? Apakah akan ada ujian?"

Lagi, Askar kembali heran dengan pertanyaan dari nenek. Baru kali ini Askar mendengar orang mempertanyakan soal belajar.

"Itu... Tadinya saya belajar untuk ikut tes beasiswa..."

Semua orang di ruangan itu langsung terkejut mendengar pernyataan Askar.

Askar menundukkan kepalanya, "Tapi nggak jadi. Sepertinya saya mundur saja."

Nenek mengernyit, "Kenapa mundur? Dan kenapa kamu sampai harus incar beasiswa?"

Askar memainkan jari-jarinya, "Soalnya ada orang-orang yang lebih butuh beasiswa itu. Tadinya saya mau ambil beasiswa agar tidak perlu memikirkan biaya sekolah."

Orang-orang di ruangan itu langsung menatap Arsenna. Arsenna mengendikan bahunya, pertanda bahwa dia juga tidak tau soal itu.

Nenek mengelus pipi Askar tatapannya menyendu, "Apa kamu kekurangan uang?"

Askar menggelengkan kepalanya, "Tidak. Ayah- keluarga saya sebelumnya memberi saya uang yang cukup banyak saat saya meninggalkan rumah. Lalu saya juga bekerja di toko bunga. Jadi, kalau soal uang saya baik-baik saja. Saya mengambil beasiswa agar bisa lebih berhemat. Tapi, ada orang yang lebih membutuhkan dari saya, makanya saya mau mundur saja."

Askara : Peace (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang