Renjun memutuskan berbaring di samping putrinya saat tangannya tak dilepas juga oleh Hami disaat anak itu bahkan telah tertidur. Setelah ia menegur Liam tadi, Renjun memang berniat berbicara dengan anak bungsunya.
"Aku mencarimu, Liam bilang tadi kau ke kamar tapi aku tak menemukanmu." Jeno dengan setelah formalnya masuk ke kamar Hami.
"Ada apa?" Renjun menatap Jeno yang mulai duduk di sisi ranjang, dekat Hami agar ia tetap bisa menatap Renjun.
"Hami baru kembali dari rumah Niall." Ujar Jeno, matanya melihat wajah putrinya sebentar untuk menemukan jejak menangis anak itu. "Ia banyak menangis lagi dalam perjalanan." Jeno mengetahuinya karena mendapat laporan dari sopir yang mengantar Hami.
Mendengar itu, Renjun kembali menjatuhkan tatapannya pada wajah Hami yang terlihat kelelahan. "Ia bisa saja jatuh sakit."
Jeno menjulurkan tangannya, menyentuh wajah Renjun untuk mengecek keadaannya. Ia takut Renjun pun banyak memikirkan semuanya dan berakhir sakit. Setelah tau Renjun baik-baik saja, Jeno beralih menyentuh wajah putrinya. Dan semuanya terasa baik-baik saja. Jeno mengecup pipi Hami lembut.
"Maaf, aku tak bisa memenuhi janjiku untuk selalu membuat kalian baik-baik saja, dan tak bersedih." Ujar Jeno penuh sesal.
Renjun menghela napasnya setelah Jeno mengatakan itu, karena ia pun tau bagaimana usaha Jeno disetiap permasalahan mereka. Bagaimana kelimpungannya Jeno melihat Liam dan Hami menjadi memiliki hubungan yang buruk. Mereka terbiasa melihat Liam dan Hami saling memperhatikan satu sama lain, mereka terbiasa melihat Liam dan Hami saling berkorban satu sama lain. Jadi begitu melihat Liam yang murka pada Hami karena sang adik membuat beberapa hal tak bisa diperbaiki semudah itu. Jeno dan Renjun cukup tak percaya bahwa mereka bisa melihat pertengkaran besar antara kedua anak mereka yang biasanya terlihat manis itu.
"Kau tak bisa mengendalikan itu, Jeno." Renjun berusaha menenangkan, dan Jeno tersenyum kecil mendengarnya.
"Aku akan menemani Hami sampai ia bangun." Ujar Renjun kemudian, Jeno mengangguk sebelum mengatakan ia akan bersama Liam dan keluar.
Setelah beberapa saat Hami membuka matanya, ia menemukan babanya disana. Dan semua ingatannya tentang situasi macam apa yang sedang ia alami di dunia nyata membuatnya ingin mengadu pada babanya itu, walau tau ini adalah hukumannya juga.
"Baba.." Panggilnya dengan bibir melengkung ke bawah, kesedihan miliknya kembali.
"Aku harus meminta maaf pada banyak orang. Termasuk baba dan kakak, tapi aku tidak tau cara minta maafnya..." Hami pikir caranya meminta maaf salah, padahal ia tulus ingin mendapat pengampunan dari semua orang. Ia sadar atas kesalahannya, kecerobohannya.
"Kenapa minta maaf pada baba, baba tidak marah pada Hami." Sebelumnya alasan ia menghindari anak itu memang ada rasa kecewa karena putrinya bisa jadi pemicu ingatan buruknya kembali, tapi semakin kemari Renjun sadar ia tak bisa marah pada anaknya sendiri. Pada sosok yang membuat kebahagiaannya dan Jeno utuh.
"Tapi aku membuat baba kembali teringat semua sedih baba dulu." Hami selalu merasakan hatinya nyeri setiap ingat apa yang papanya ceritakan tentang masa lalu kedua orangtuanya juga kakaknya yang nyaris tak dibiarkan hidup.
"Aku tidak tau harus meminta maaf pada baba seperti apa, pada kakak juga kak Niall. Apalagi pada papi kak Niall, aku ingin minta maaf dengan benar, baba." Air matanya kembali turun.
Renjun mengusap-usap pipi Hami. "Hami, Baba juga tidak tau cara meminta maaf yang kau maksud."
"Tapi mungkin saja bukan dari cara kau yang salah dalam meminta maaf, tapi mereka memang belum merasa kau cukup mendapat maaf."
![](https://img.wattpad.com/cover/353335148-288-k146532.jpg)