"Baba, papi bilang ingin mengundang makan bersama." Ujar Niall yang duduk di kursi penumpang belakang.
Sepulangnya ia dengan Liam dari acara barbeque kecil mereka, Liam mengatakan sekalian menjemput baba yang baru kembali dari rumah salah satu unclenya Guanlin. Dan Niall langsung pindah tempat duduk tanpa peringatan, Liam yang melihat itu sempat mengerutkan dahinya. Seharusnya Niall tak usah seperti itu, babanya tak akan rewel hanya perkara tempat duduk. Tapi Niall berdalih, kan Liam akan mengantarnya pulang lebih dulu. Jadi nanti mereka tak akan membuat baba harus repot pindah lagi dari kursi belakang ke depan.
"Boleh, Niall sayang." Baba menoleh dengan jawaban lembutnya.
Niall merasa bahwa baba ini benar-benar versi lain dari Liam, manis dan hangat.
"Kapan?" Tanya baba kemudian.
"Ayah bilang mungkin dalam beberapa hari kedepan, baba dan papa bisa tidak?" Niall yang sejak siang banyak memikirkan itu sudah menanyakan pada ayahnya tentang pertemuan itu, dan ayahnya bilang ada kemungkinan lusa atau sehari setelahnya juga.
Baba tanpa pikir panjang mengangguk. "Bisa."
"Eh, bukankah beberapa hari lagi kalian kembali ke paris?" Baba kali ini menaruh perhatiannya pada putranya.
Liam mengangguk. "Iya, pertemuan itu hanya kalian berempat."
Niall benar-benar berharap pertemuan itu adalah hal baik.
"Sebelumnya kita belum pernah bertemu secara formal, kita hanya saling bertemu sekilas-sekilas." Ayah yang menyambut kedatangan orangtua Liam pertama kali, disusul papi yang terlihat sedikit canggung. Alasannya adalah sosok papa Liam yang mengetahui bagaimana buruknya ia di masa lalu.Ayah juga yang menentukan restoran yang mereka pijak saat ini, ia merasa memang itu tugasnya karena ia yang berinisiatif melakukan pertemuan ini.
Sebenarnya ayah tak memiliki rencana untuk apa pertemuan ini, ia hanya merasa perlu dengan ini mengingat setiap pertemuan antara mereka selalu dalam situasi yang tak begitu baik.
Baba duduk setelah menyapa papi yang terlihat sedikit cemas—padahal dulu saat ia mengunjungi rumah Niall dan bertemu papi, sosok itu memiliki kilat jenaka di matanya. Tapi sekarang itu tersembunyi dalam gurat cemas di wajahnya, entah karena apa.
Kemudian matanya kembali melirik ayah Niall, baba merasa tak asing dengan wajah ayah Niall.
"Kau tak sedang ada jadwal di rumah sakit?" Tanya papa, sebelumnya pernah bertemu ayah dan tentu tau juga pada papi jadi ia yang membuka pembicaraan ini tanpa rasa canggung.
Ayah mengangguk. "Aku tak ada shift hari ini."
Baba mengangkat halisnya. "Ah iya, aku dengar dari Liam kau seorang dokter. Kebetulan aku juga memiliki paman yang—"
Renjun ingat. Matanya kembali menatap ayah Niall lekat, sementara sosok yang ia tatap hanya memberinya senyum sopan.
Iya, sekarang ia yakin dengan ingatannya. Bahwa ayah Niall adalah dokter itu.