31. Matter

1.7K 256 51
                                    

Setelah memarahi Hami, Liam meminta penjelasan dari Eric dan unclenya itu memberitaunya secara singkat bahwa memang papi Niall pernah seperti itu tapi tentang semua pandangan buruk Hami itu salah. Karena unclenya kenal betul bagaimana papi, dan ternyata papi hanya terpaksa mengambil pekerjaan itu. Liam makin kesal pada adiknya, di kepalanya memutar kata terpaksa itu. Ia tak bodoh untuk mengerti kata itu, dan iya Liam tak salah menilai papi sebagai orang yang tak mungkin menyentuh pekerjaan seperti itu kecuali memang keadaan yang memaksa.

Dan sekarang ia kepikiran atas reaksi papi dan Niall yang pastinya begitu terluka atas ucapan adiknya. Meski ia tak tau pasti apa yang adiknya perbuat dan katakan, tapi Liam yakin itu hal yang telah melewati batas. Karena sampai membuat Niall mengatakan inginnya hubungan mereka berhenti.

Karena Niall yang tak mengangkat panggilannya sejak tadi, Liam memutuskan beranjak dan akan menemui Niall.

Sejak kecil, ia dan Hami dituntun untuk meminta maaf atas kesalahan yang mereka perbuat sendiri. Tak ada namanya mewakilkan meminta maaf, mereka harus meminta maaf sendiri, mempertanggung jawabkan apa yang telah mereka perbuat.

Tapi sekarang, Liam berpikir untuk meminta maaf atas apa yang Hami lakukan pada keluarga Niall. Jika Niall melepasnya karena kesalahan Hami, maka Liam akan meminta maaf untuk mendapat lagi Niall. Karena Liam benar-benar tak ingin kehilangan Niall.

Beberapa saat ia kemudian memutuskan untuk menemui Niall di rumahnya, untuk meminta maaf dan mengatakan keengganannya atas berakhirnya hubungan mereka.

Saat turun, Liam mendapati rumah sudah sepi. Entah pergi kemana semua orang setelah tadi ia membentak-bentak Hami.

Sesampainya di rumah Niall, bertepatan dengan papi yang terlihat hendak memasuki rumah juga. Liam pikir papi tadi pergi dan baru kembali.

"Papi." Panggil Liam sembari berjalan mendekat, ia menemukan tatapan sendu dari mata papi.

"Aku kemari untuk bertemu Niall." Ujar Liam. "Dan meminta maaf padamu." Lanjutnya.

Sosok di hadapan Liam itu tersenyum kecil dengan kening berkerut. "Kenapa meminta maaf? Liam tak pernah berbuat salah."

"Hami mungkin telah melakukan kesalahan besar, dan aku minta maaf atas tingkahnya itu." Liam benar ikut menyesal atas apa yang adiknya perbuat, ia pun tak habis pikir kenapa Hami memiliki sifat menyebalkan itu.

Papi meraih lengan Liam dan membawanya masuk, mereka tak mungkin terus berbicara di luar sementara angin musim dingin semakin membuat tubuh menggigil. Keduanya kini duduk dengan heningnya rumah, dalam hati Liam bertanya-tanya kemana Niall? Karena Liam ingin berbicara juga dengannya.

"Liam, kalau Hami bisa tau tentang masa laluku berarti kau juga tau kan?" Tanya papi setelah beberapa saat. Ia jadi khawatir Liam pun memandang Niall buruk hanya karena memiliki sosok seperti dirinya sebagai orangtuanya. Meski ia tak merasakan bahwa Liam akan seburuk itu dalam memandang orang.

Tak ada yang diucapkan Liam, anak itu hanya diam tak mau menjawab. Papi mengasumsikannya sebagai jawaban iya dari Liam.

"Dan itu benar adanya, aku pernah menjual tubuhku pada banyak orang." Kenyataan itu selalu jadi luka bagi papi, tapi ia tak bisa apapun selain menganggap lukanya itu hal tak penting.

"Tidak, aku juga tau dari uncle Eric kalau kau bukan orang seperti itu." Liam berujar tegas, sebelumnya ia sudah sering mengatakan pada Hami tentang ia yang percaya papi adalah orang baik-baik. Dan setelah mengetahui sekilas dari unclenya, ia pun diyakinkan bahwa papi tak seburuk yang selalu Hami ucapkan.

Papi sempat terdiam mendengar nama Eric, dan mengucap ulang dalam benaknya atas panggilan Liam padanya. Uncle. Papi menelan salivanya, pantas saja Hami tau tentang masa lalunya.

A Thousand Winds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang