Liam merasakan ponselnya bergetar, Niall menjauh dari pelukan Liam untuk membiarkan kekasihnya mengangkat telpon yang masuk.
"Papi." Liam memberitau Niall siapa yang menghubunginya.
Niall hanya mengangguk, mengisyaratkan Liam segera menjawabnya.
📞 "Liam? Apa kau dengan Niall?"
"Iya pi, Niall bersamaku." Liam mengusap jejak air mata di wajah Niall, kemudian memberi kecupan lembut pada pipinya.
📞 "Papi menelponnya tapi tak diangkat, ia lupa membawa ponselnya?"
Liam melirik sekitarnya, tak ada ponsel Niall di sana. "Ponselnya tertinggal di kamar." Liam mengatakan kemungkinan itu.
Melihat Niall yang tak terlihat tertarik berbicara dengan papinya untuk menjelaskan, Liam pikir mungkin Niall tak ingin ia ketahuan telah menangis
"Ada apa?" Tanya Liam merasa orangtua Niall menghubunginya karena ada hal penting.
📞 "Ayah Niall baru saja memberitau papi kalau Niall akan membatalkan kepulangannya, kau tau kenapa Liam?" Ada sendu dalam kalimat tanya yang papi Niall ucap.
Bibir Niall pun nyaris melengkung ke bawah mendengarnya, ia menatap Liam kemudian menggelengkan kepalanya. Tanda ia tak ingin berbicara pada papinya dulu.
📞 "Apa Niall di dekatmu?"
"Setauku Niall akan pulang." Ujar Liam seelahnya ia mencoba memberitau sosok itu bahwa Niall pasti akan menghubunginya nanti.
Dan panggilan di tutup, dengan papi Niall yang mengatakan ia cukup sedih melihat pesan Niall pada ayahnya yang mengatakan bahwa ia tak jadi pulang.
Setelah menyimpan ponselnya, Liam meraih wajah kekasihnya, menatap matanya bergantian. "Kau bilang akan bertemu baba dan papaku."
Liam sebenarnya tak ingin terlalu memaksa Niall untuk bertemu orangtuanya, tapi jika ia tak mengungkit ini ia takut Niall berpikir bahwa ia mulai terpengaruh ucapan Hami hingga tak ingin memperkenalkannya pada papa dan babanya.
Dan memang pikiran Niall tak jauh dari sana.
Kepala Niall menunduk, ia tak tau nanti akan menghadapi orangtua Liam seperti apa setelah ia menyakiti putrinya tadi. Mungkin saja mereka tak akan menyukai dirinya jika tau hal itu.
Niall menggelengkan kepalanya menjawab ucapan Liam, Liam pun kembali memeluknya. "Kalau bukan tentang orangtuaku, bagaimana dengan orangtuamu?"
"Kau tidak dengar tadi papi berharap kau pulang. Setelah kau ke paris kau belum pernah pulang, ia pasti rindu keberadaanmu di rumah." Sesekali Liam mengusap punggung Niall.
"Pulang ya? Ayah dan papi menunggumu." Ujar Liam.
Lalu ia teringat sesuatu, ia tersenyum. Berharap Niall berubah pikiran dengan hal kecil ini. "Kau juga sudah janji menemaniku mencari cafe yang sedang mengadakan pertunjukkan menggambar mural, kenapa bohong?" Liam mengatakannya dengan nada seolah marah.
Niall mengeratkan pelukannya. "Bukan bohong.." Cicitnya. "Tapi diundur waktunya."
Liam terkekeh, tangannya memundurkan tubuh Niall darinya guna melihat wajah kekasihnya itu. "Aku ingin musim dingin kali ini." Punggung tangannya mengusap-usap pipi Niall dengan gemas.
Mata mereka bertemu, Liam mengulas senyum yang membuat Niall membalasnya.
"Lupakan apa yang Hami ucapkan, nikmati libur musim dinginmu dengan orangtuamu, Niall." Ujar Liam.