Selama pertemuannya dengan orangtua Liam, Niall jadi tau bagaimana Jeno yang terus menatap Renjun penuh perhatian seolah jika ia mengalihkan tatapannya Renjun bisa pergi darinya. Juga bagaimana Renjun yang terlihat begitu nyaman berada dalam rangkulan Jeno, senyumnya menunjukkan bagaimana ia menyukai seluruh afeksi yang diberikan Jeno padanya.
"Jadi? Kau ingin langsung pulang?" Liam mengeratkan mantel Niall begitu mereka keluar dari restoran, sementara mata Niall belum lepas memperhatikan orangtua Liam yang kini memasuki mobil Jeno yang terparkir tak jauh darinya. Membuat Niall bisa melihat papa Liam yang memberikan buket bunga— sepertinya sejak tadi itu sudah ada di mobil tapi Jeno baru memberikannya.
"Baba, suka bunga ya?" Tanya Niall saat ia dan Liam berjalan menuju mobil Liam yang terparkir di belakang mobil Jeno.
"Kalau tau baba suka bunga harusnya tadi aku membeli dulu untuknya." Niall melihat bagaimana Renjun yang terlihat berbinar mendapat bunga, menunjukkan seberapa besar ia menyukainya.
Liam terkekeh. "Tidak, baba tidak suka buka. Itu karena papa saja yang memberikannya."
Niall menaikan halisnya.
"Baba tak akan menerima bunga dari siapapun kecuali dari papa. Ia selalu menyukainya kalau dari papa." Liam menjelaskan.
Mendengar hal itu Niall tersenyum kecil, cerita tentang bagaimana orangtua Liam saling mencintai begitu menyenangkan. Mereka terlihat manis.
Orangtua Niall pun sama manisnya sekarang, Niall selalu suka melihat bagaimana papinya tersenyum setiap ayahnya mengecup pipinya. Juga bagaimana ayahnya yang selalu memastikan bahwa papinya mendapat kesenangannya setiap hari.
"Ingin langsung pulang?" Liam mengulang pertanyaannya.
Kali ini Niall menggelengkan kepalanya. "Kau bilang ingin pergi denganku." Ujar Niall setelah mereka berada di dalam mobil.
Liam tersenyum. "Ini ajakan kencan?" Sengaja menggoda Niall.
Pipi Niall pun memerah tapi ia mengangguk saat Liam memegang dagunya. "Aku sudah tanya ayah tentang cafe yang mengadakan mural, tapi ayah belum mendengarnya. Ia bilang di musim dingin seperti ini lebih banyak yang menghiasnya dengan hiasan khas natal."
"Niall, kau begitu serius mencarinya?" Tanya Liam menyadari Niall tak main-main dalam mencari tempat yang mengadakan pertunjukkan mural.
"Kau akan suka melihatnya." Jawab Niall.
"Lalu kau?" Liam bertanya tentang diri Niall sendiri, setelah mendapati dari ucapan kekasihnya seolah ia hanya mementingkan Liam saja tanpa mementingkan dirinya sendiri.
"Aku ingin kita cari tempat yang nyaman untuk kita berdua, bukan hanya untukku saja." Ujar Liam.
"Aku sudah pernah mengatakannya, jangan mementingkan kesukaanku saja. Kesukaanmu juga harus dipentingkan, aku tak suka kalau kau mengejar senyumku saja sementara alasan lainku tersenyum yaitu kau tak mendapat kesukaannya." Tangan Liam mengusap lengan Niall.
Sementara Niall masih diam setelah mendengar penuturan lembut Liam.
"Jadi, kau ingin pergi kemana sekarang?"
Pertanyaan itu mendapat jawaban setelah mereka berkendara beberapa jauh dan Niall melihat sebuah cafe yang ia ingat sudah ada sejak sebelum ia ke paris.
Sejak dulu ia memiliki beberapa tempat yang ingin ia kunjungi, salah satunya cafe ini. Tapi banyak yang tak ia kunjungi karena ia selalu mengurungkan keinginannya di beberapa langkah mendekati tempatnya karena sebuah alasan.
"Aku ingin kesana boleh tidak, Liam?"
Mendengar hal itu Liam tanpa pikir panjang langsung mengangguk. "Tentu."
