"Papa bilang dulu kencan pertamanya dengan baba disini." Liam tersenyum saat mengatakannya, mengingat bagaimana papanya menceritakan bahwa tempat yang sering dijadikan tujuan liburan singkat mereka untuk mengadakan acara barbeque kecil dan menghabiskan waktu seharian disana.
Tempatnya begitu tenang karena dekat pegunungan, jalanannya pun memang melewati hutan kecil tapi tetap ada akses untuk mobil. Liam bahkan menggunakan bagian belakang mobilnya untuk tempatnya dan Niall beristirahat dari pada membangun tenda.
Biasanya saat dengan papa dan keluarganya mereka akan membangun tenda, meski tak ada rencana menginap sekalipun.
Tak jauh di depan tempat mereka tengah memanggang daging ada air terjun kecil yang menjatuhnya airnya ke sungai yang tenang dan dangkal. Suara air yang mengalir membuat suasana alamnya terasa lebih menyenangkan, Niall juga sejak tadi terlihat sudah begitu tertarik berjalan dan melihat-lihat sekitaran sana tapi ia urungkan karena Liam memintanya makan terlebih dahulu.
Jadilah mereka membongkar apa yang mereka bawa dan membakar beberapa daging lebih dulu.
"Dulu juga papa dan baba tak menginap?" Tanya Niall setelah menyuapkan potongan daging dan tengah membuka tutup botol air minum untuknya dan Liam.
"Tidak, papa tak akan membiarkan baba kedinginan disini."
Niall tersenyum mendengarnya, cerita papa dan baba Liam selalu manis untuk didengarkan. Niall suka mendengarnya, sama seperti bagaimana ia senang mendengarkan ayahnya membicarakan papinya. Di setiap kalimat yang ayahnya ceritakan, Niall selalu merasakan bagaimana besarnya rasa sayang yang ayahnya miliki untuk papinya. Dan sepertinya Liam pun selalu merasakan seberapa besar kecintaan papanya pada babanya setiap mendengar cerita mereka.
"Aku juga tak akan membiarkan kau tidur kedinginan disini." Lanjut Liam, mengingat tadi sebelum berangkat Niall mengatakan untuk sekalian berkemah saja. Karena Niall hanya pernah berkemah sekali saat highschool dulu, ia ingin merasakan itu lagi.
Mendengar ucapan Liam Niall tersenyum kecil, karena tak hanya cerita antara papa dan baba yang terdengar manis, tak hanya kisah ayah dan papi yang terbayang begitu penuh kehangatan. Niall pun merasakan bagaimana memiliki Liam yang manis dan penuh perhatian, ia juga merasakan hangat dan nyaman yang menyenangkan. Ceritanya dengan Liam juga begitu Niall sukai.
Liam tiba-tiba berdiri dari kursi lipat yang mereka duduki, kemudian berjalan menuju mobilnya dan kembali dengan membawa satu kotak tempat makan. Ia kemudian membukanya dan menyodorkannya pada Niall, memperlihatkan isinya adalah beberapa cupcake.
"Hami membawakan ini untukmu." Tadi Hami dan Niall memang tidak bertemu lebih dulu karena Liam yang menjemputnya ke rumah.
Niall tak perlu bertanya lagi dari mana Hami tau beberapa makanan kesukaannya dari mana, karena Hami sering bertemu papinya.
"Ia bilang minta maaf juga karena sikap Lauren kemarin." Ujar Liam lagi.
Begitu mendengar itu Niall tak ingin mengangkat kepalanya atau bahkan menoleh sedikit saja pada Liam, mengingat kejadian kemarin Niall selalu merasakan keinginan untuk menyembunyikan wajahnya. Meski ia tak menyesalinya, tetap saja rasa malu itu selalu membayanginya.
Kemarin ia menyingkirkan sendiri tangan Lauren yang lengan Liam, ia juga mengatakan ketidak bolehan Lauren melakukan itu pada Liam. Sebenarnya kemarin Niall bersikap seperti itu tanpa berpikir tentang rasa malu yang akan tertinggal padanya, ia hanya ingin menunjukkan ketidak nyamanannya atas apa yang Lauren lakukan. Niall tak ingin mengulang kejadian yang lalu-lalu.
Dimana saat Rui banyak menceritakan tentang orang lain saat bersamanya, Niall hanya diam menekan kecemburuannya sendiri. Ujungnya adalah Rui yang tak sadar-sadar bahwa sikapnya menyakiti Niall. Jadi sekarang Niall tak ingin Liam lepas juga darinya seperti Rui dulu, maka ia memilih lebih menunjukkan kecemburuannya pada orang-orang yang terlihat mendekati Liam terang-terangan.
