Renjun dan ayah Niall meninggalkan Jeno di meja itu bersama papi Niall, Jeno sejak tadi menyadari bagaimana submisif itu tak banyak menatapnya. Ia hanya terus memperbanyak interaksinya dengan Renjun, dan Jeno tak sebodoh itu untuk mengetahui apa yang ditakutkan papi dari Niall itu.
Masa lalunya.
Pasti tak nyaman untuk submisif itu ada di tempat yang sama dengan sosok yang mengetahui masa lalunya, pasti akan ada kecanggungan tak menyenangkan mengingat mereka saling mengetahui buruknya sikap satu sama lain di masa lalu.
Jeno lebih tau dari pada Hami, ia bahkan yang kadang melihat sendiri bagaimana submisif itu menyanggupi panggilan Eric dan berujung sebuah kamar hotel yang menjadi akhir semua itu. Dan Jeno pun tau bahwa selain pada Eric, sosok itu pastinya telah melayani lebih banyak orang lagi.
Mungkin Jeno bisa bersikap seperti Hami, menghina bagaimana orangtua dari kekasih anaknya yang pernah menyelami pekerjaan seburuk itu. Jeno bisa melakukan hal yang mungkin lebih dari apa yang Hami perbuat dan katakan, jika dirinya memiliki masa lalu sebaik itu.
Tapi kenyataannya Jeno adalah bagian dari orang-orang yang pernah menikmati juga pelayanan dari orang-orang yang sama seperti papi Niall, yang artinya Jeno tak jauh lebih buruk dan hina juga dari mereka. Apalagi Jeno mengetahui sekilas dari Eric bahwa sosok ini, yang kini ada di hadapannya tak pernah menyukai pekerjaannya. Keterpaksaan adalah yang jadi alasannya, dan Jeno bisa membayangkan penderitaan macam apa yang dimiliki papi Niall dulu.
Karena Jeno tau bagaimana setiap orang bisa memperlakukan si pekerja itu semaunya, Jeno contoh nyatanya. Ia dulu tak pernah mementingkan kepuasan mereka yang melayaninya, yang ia inginkan adalah dirinya mendapat puasnya sendiri. Tak peduli si orang yang mendapat perlakuan seperti itu darinya akan tersiksa dengan nafsu yang tak tuntas atau apapun itu, banyak orang yang berpikir bahwa itulah gunanya ia membayar.
Hanya setelah bertemu Renjun saja Jeno mau mementingkan kepuasan pasangannya.
Dan Jeno sekarang membayangkan seberapa banyak perlakuan tak menyenangkan yang didapat papi Niall, diantara keterpaksaan itu. Lalu begitu ia berhasil keluar dari dunia itu, ia justru bertemu gadis kecil yang dengan sok taunya menjelekkan dirinya hanya karena pengetahuan kecilnya. Jeno benar-benar merasa bersalah setiap mengingat perlakuan Hami dulu pada sosok ini.
"Aku meminta maaf dengan sungguh-sungguh atas apa yang pernah Hami ucapkan padamu." Meski tau bahwa putrinya telah melakukan begitu banyak hal untuk meminta maaf, Jeno tetap memiliki kewajiban meminta maaf juga karena ia adalah orangtuanya.
Papi yang sejak tadi seolah menahan napasnya, kini menatap Jeno dengan senyum tipis. "Apa yang Hami katakan bukanlah kesalahan, kau tau sendiri kenyataan dari ucapan Hami itu."
"Maka aku pun tak berbeda jauh denganmu." Jawab Jeno, setelah itu ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Matanya melirik Renjun dan ayah Niall yang terlihat berbicara serius, sampai kemudian telinganya mendengar ucapan papi Niall.
"Aku bisa membayangkan seberapa kau kesal mengetahui putramu menjalin hubungan dengan seseorang yang lahir dariku." Papi memainkan jarinya di atas pahanya sendiri untuk menghilangkan semua perasaan cemasnya.
Jeno menghela napasnya. "Kau mendengar ucapanku barusan? Aku dan kau sama, jadi aku tak memiliki hak menatapmu serendah itu." Jelas Jeno sekali lagi.
"Tetap saja." Cicit papi yang tetap dengan perasaannya menganggap bahwa dirinya jauh lebih buruk.
Beberapa detik kemudian papi kembali bersuara. "Jeno, aku ingin memohon padamu untuk tak menatap Niall sebagai anak dariku yang penuh keburukan. Tolong terima Niall. Jadikan suamiku sebagai fokus pandangan kalian, ia berasal dari keluarga baik-baik. Dan Niall adalah anaknya."