"Ayah, kau bilang papi sudah baik-baik saja." Niall segera turun dari mobil, untuk mengatakan itu pada ayahnya dengan suara pelan.
Sementara papinya masih di dalam mobil, untuk merapihkan barang suaminya yang tertinggal di mobil.
Dominan yang menjadi ayah Niall itu kini merangkul bahu anaknya hangat. "Kau tak melihatnya tadi? Selama kita makan papimu tak berhenti mengusili ayah."
"Tapi papi tak ingin melepas topinya sejak tadi." Niall tau kebiasaan papinya yang satu itu. Papi sering mengenakan topi setiap keluar, dengan alasan yang selalu membuat Niall sakit setiap mendengarnya.
Papi selalu berjaga-jaga jika ia bertemu seseorang yang bisa mengenalinya, karena memang beberapa kali juga ia bertemu orang-orang yang pernah mendapat tubuhnya dan rasanya ia semakin malu dengan kenyataan itu. Malu pada suaminya juga Niall.
Apalagi kejadian terakhir papi bertemu Hami yang tau juga tentang pekerjaannya dulu, dan sampai menyebutkan dengan jelas kata itu. Maka papi jadi semakin was-was jika nantinya ia bertemu orang yang mengenalinya dan melakukan hal serupa dengan apa yang Hami lakukan. Papi tak ingin Niall bertambah malu dengan fakta bahwa ia lahir dari sosok sepertinya— sosok yang membiarkan banyak orang melihat dan menyentuh tubuhnya hanya untuk uang.
Ayah belum mengatakan apapun lagi, saat suara pintu mobil yang tertutup membuat keduanya segera menghentikan pembicaraan mereka tentang papi.
"Niall, itu Rui?" Papinya yang berjalan menyusul dan bertanya hal itu membuat Niall menoleh pada papinya, lalu mengikuti arah tatapannya.
Dahinya berkerut melihat kedatangan sebuah mobil yang ia kenal, memang milik Rui yang belum juga menyerah menemuinya. Tak lama kemudian sosok itu keluar dari mobilnya, dan menghampirinya. Papi dan ayah langsung masuk, sebelumnya mereka juga meminta Niall agar mengajak Rui juga masuk dan berbicara di dalam.
Niall pun membiarkan Rui masuk, dan duduk. Niall luar biasa malas untuk kembali berhadapan dengan sosok itu, padahal saat hubungan mereka berakhir Niall tak merasa sekesal ini pada Rui. Tapi karena kejadian malam itu, membuat Niall rasanya malas untuk meladeni ucapannya lagi.
"Rui, aku akan kembali ke paris dalam waktu dekat." Niall memberitau.
Sebenarnya alasan ia dan orangtuanya tadi makan siang di luar adalah karena Niall sudah berencana akan kembali ke paris, setelah ayahnya meyakinkan bahwa papi akan baik-baik saja setelah pembicaraan mereka semalam.
"Aku pikir seharusnya kau berhenti datang kemari." Ujar Niall.
Rui menatap sosok yang pernah menjadi kekasihnya itu. "Tapi aku masih harus meminta maaf padamu."
Niall menghela napasnya, ia pun sebenarnya sadar bahwa sepertinya hubungan antara ia dan Rui perlu diselesaikan hingga tuntas. Agar Rui tak terus berharap atas dirinya kembali, juga Niall yang tak akan teringat kecewanya lagi setiap melihat Rui.
"Aku memaafkanmu, Rui." Meski berat untuk memaafkan apa yang pernah Rui perbuat padanya, Niall tetap mengatakan itu. Untuk menyelesaikan semuanya.
"Dan tolong dengarkan ini, aku mungkin tak akan mengulangnya dan aku harap kau akan mengingat ini dengan baik."
"Aku tak mungkin kembali padamu, Rui. Aku begitu mencintai Liam, aku tak mungkin kembali pada orang yang pernah tak menghargai cintaku lalu melupakan Liam."
"Liam tak pernah mengabaikan perhatianku yang dulu sepele di matamu, Liam selalu mau menemaniku yang dulu terasa tak penting bagimu. Dan Liam memberiku cinta yang dulu tak pernah aku rasakan darimu."
"Aku tak menemukan alasan aku harus memilih kembali padamu dari pada bersama Liam."
Mendengar semua penuturan Niall, Rui hanya mampu terdiam dengan nyeri pada dadanya yang benar ia rasakan. Ia membatin tentang perasaan Niall dulu saat ia tak menghargainya.
