Jeno bertanya pada Eric ia mengantar Hami kemana, karena jelas ia akan menjemput putrinya itu. Setelah sampai di sebuah restoran, Jeno dapat melihat Hami menangis dengan sosok di hadapannya yang tak terlihat peduli sama sekali.
Tapi kemudian Jeno mendengar itu.
"Pulanglah, kau terlihat tak baik."
Sosok itu peduli pada Hami. Tapi Jeno tetap tak bisa tenang hanya dengan hal itu, pikirannya masih tertuju pada apa yang ia dapat dulu sebagai balasan menyakiti seseorang.
"Papa." Hami yang baru beranjak dari duduknya terkejut melihat keberadaan papanya yang berdiri tak terlalu jauh dari tempatnya dan ayah Niall berbicara.
Ayah Niall ikut menoleh, melihat dengan jelas bagaimana sosok yang jadi papa dari Hami juga Liam itu.
"Hami, tunggulah di mobil." Ujar Jeno.
Dan setelah Hami melangkah keluar, Jeno menjulurkan tangannya pada ayah Niall itu. Ini kali pertama ia bertemu dengannya, berbeda dengan papi Niall yang pernah bertemu juga dulu pun ia cukup sering melihatnya.
"Aku Jeno, papa Hami." Jeno berhadapan dengan lelaki yang langsung berdiri menyambut uluran tangannya, tingginya tak berbeda jauh dengannya.
Ayah Niall menaikkan halisnya. "Oh, papa Liam juga berarti."
Jeno mengangguk, ayah Niall pasti telah mengenal Liam cukup lama. "Ya." Jawab Jeno.
"Kau tak suka aku menegur putrimu?" Ayah Niall langsung bertanya hal itu, karena ia cukup penasaran dengan maksud kedatangan Jeno padanya.
"Tidak, bukan. Aku tak keberatan kau menegurnya. Aku hanya berharap kau menegurnya tanpa mencelakainya. Aku memohon untuk ini."
"Aku tak ingin ia mengalami kecelakaan, apapun itu."
Ayah Niall mengerutkan dahinya. "Aku tak senekat itu untuk mencelakai gadis kecil." Ia bahkan tak berani mengatakan hal lebih banyak lagi setelah melihat tangis penyesalan Hami. Ia juga tak berani membentaknya, meski kesalahan Hami cukuplah besar.
Karena ayah Niall memiliki ingatan buruk tentang kemarahannya yang ia sampaikan lewat bentakan, maka ia sebisanya akan menahan luapan emosinya agak tak keluar dengan bentuk amarah dengan suara kerasnya. Ia takut menyakiti orang lagi dengan ucapannya, seperti apa yang dulu ia lakukan pada submisifnya.
Jeno mengangguk kecil, ia percaya setelah melihat bagaimana ayah Niall membiarkan Hami pulang karena melihat kondisinya yang tak baik. Jeno hanya trauma dengan apa yang pernah ia alami.
"Kau terlihat menyayangi Niall." Ujar Jeno.
"Tentu."
"Maka dari itu aku takut kau melakukan hal nekat itu untuk membalaskan sakit hati anakmu yang kau sayangi itu." Tapi Jeno pun semakin yakin ayah Niall tak akan seperti itu, begitu ia ingat bahwa Liam pernah mengatakan padanya bahwa ayah Niall adalah seorang dokter. Tentu tugas seorang dokter adalah menyelamatkan orang terluka, dan bukannya melukai orang lain.
________
Jeno memasuki mobilnya dengan Hami yang duduk melamun, anak itu bahkan seolah tak sadar akan kedatangannya.
"Hami- "
Anak itu terkesiap. "Papa, tadi papi kak Niall bertemu denganku." Air mata Hami kembali mengalir begitu saja.
"Ia tak marah padaku." Hami pun meraung keras, merasa bukan itu seharusnya yang ia dapatkan. Kemarahan kakaknya tadi pagi seharusnya ditambah dengan kemarahan papi dan ayah kak Niall, tapi mereka tak memarahinya seperti itu. Hal ini membuat rasa bersalah Hami bertambah besar, dengan kesadaran yang menghampirinya bahwa salahnya terlampau besar dan sulit dimaafkan.
