6. Accidentally

2.4K 266 95
                                    

Ada banyak cinta yang Liam miliki untuk Niall, melihat bagaimana mata lucu Niall setiap menatapnya rasanya Liam ingin bisa membalas sebanyak yang Niall beri untuknya.

Niall memiliki kepribadian yang manis, Liam pun terkadang dibuat tersipu juga setiap melihat bagaimana sosok itu memberinya perhatian. Niall bukan sosok yang bisa seperti kekasih Liam sebelumnya, Niall agak sulit. Tapi Liam tak merasa bahwa itu bisa dijadikan alasan untuknya melepas sosok itu, Niall sudah banyak membuatnya nyaman dan suka atas keberadaannya disisinya.

Sebenarnya kadang Liam pun tak begitu paham kenapa Niall begitu pemalu. Sejak Liam tau dan kenal Niall ia tau kalau sosok itu cukup pemalu, kadang itu membuat Liam gemas, dengan munculnya rona kemerahan di pipi Niall. Tapi juga kadang ia dibuat meringis mengetahui bagaimana Niall mencoba tak terus dengan sifatnya yang satu itu.

Liam tau Niall yang memiliki keinginan untuk lebih sering berbicara dengan banyak orang, dan Liam pun tau Niall yang berusaha menekan sifatnya itu. Tapi sebanyak apapun usaha Niall, Liam selalu berakhir menemukan ujung yang sama yang membuat Liam menarik kesimpulan atas sikap Niall. Bahwa Niall memang tak akan dengan mudah berani melakukan suatu hal baru tanpa ada erangan terpaksa sebelumnya.

"Papa bilang, minggu depan ia akan kemari." Dan kadang Liam justru meminta hal itu pada Niall, meminta sedikit perubahan pada diri Niall tanpa Liam sadari.

Seperti saat ini, Liam membuka percakapan tentang papanya di hadapan Niall yang hanya mengangguk. Mungkin sekarang Liam akan mengatakan bahwa ia hanya tengah ingin bercerita pada kekasihnya itu, tapi tanpa Liam sadari itu adalah sebuah keinginan yang terselip agar Niall mau menemui papanya.

"Ia akan lama?" Niall bertanya balik.

Keduanya berada di apartemen Niall, setelah Liam tadi menyelesaikan kelasnya dan mengajak kekasihnya makan malam bersama. Liam dan Niall telah makan malam bersama, dan kini tengah terlibat obrolan kecil yang Liam mulai.

"Hanya beberapa hari." Jawab Liam, setelah itu hening.

Niall yang merasakan keinginan Liam disana, sekarang tak tau mesti apa. Kalau ia masih kukuh seperti ini, apa Liam akan mulai mengurangi rasa untuknya?

"Kau tidak ingin menemuinya? Sekali pun?" Liam menatap Niall yang menatapnya ragu.

"Liam, menurutmu bagaimana nanti saat aku bertemu papamu?" Niall akan mencoba menemukan bayangan bagaimana sikapnya jika bertemu papa dari kekasihnya itu. Dan sebelumnya ia harus mendengar bagaimana bayangan Liam untuk itu.

"Niall, papa tak akan membuatmu takut." Liam meyakinkan, tangannya mengusap kepalanya. Mencoba menghilangkan beberapa kekhawatiran yang mungkin muncul pada diri Niall.

"Ia tak akan membenciku? Karena, Liam kalau aku mulai mengenal keluargamu—mereka akan sadar dengan betapa buruknya aku." Niall mengatakannya dengan dada yang berdebar, ternyata sebelum Liam menjabarkan apapun untuk membuat Niall memiliki bayangan saat bertemu papa Liam. Kepala Niall lebih dulu membuat itu, dan ia semakin ragu.

Liam mengerutkan dahinya. "Apa? Tidak akan, kau hanya tak memiliki keberanian lebih untuk menyapa mereka. Itu bukan hal besar."

Niall meremas jemarinya. "Mereka akan kesal jika tau sifatku. Seperti saat ini, kau juga mulai merasakan kesal padaku." Lirih Niall menahan nada bicaranya agar tak bergetar.

Liam mungkin tak sadar bahwa percakapan itu adalah bentuk keinginan yang ia pendam, yang ia utarakan lewat sebuah isyarat dalam setiap ucapannya. Tapi Niall sadar semuanya sejak awal, dan ia mulai dilanda resah.

Mendengar ucapan Niall, Liam tersentak dan baru sadar wajah kekasihnya tak sehangat biasanya. Rahangnya mengeras, bahunya begitu kaku dengan tatapan sendu yang sama.

A Thousand Winds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang