17. Vexation

1.5K 219 60
                                    

Liam melihat bagaimana papi Niall jatuh begitu saja begitu matanya bersitatap dengan ayah Niall yang baru datang dengan raut khawatir. Liam mendengar kata maaf yang terus diucapkan papi Niall, dan sosok tinggi yang menjadi tujuan papi Niall meminta maaf kini meraih tubuh itu dengan lembut.

"Itu bukan salahmu." Ucapnya menenangkan papi Niall yang kini terlihat mencengkram lengan bersneli putih itu. Ayah Niall terlihat lebih khawatir dari papi Niall yang khawatirnya bercampur takut.

"Tidak, jangan menyalahkan dirimu. Niall pasti sedih juga kalau mengetahui kau menyalahkan dirimu." Ujarnya, dan perlahan isakan papi Niall memelan.

"Liam, itu ayah Niall?" Pertanyaan papanya yang sejak tadi menemaninya dijawab anggukan oleh Liam.

Jeno cukup terkejut mengetahui bahwa sosok yang pernah menjadi pemuas salah satu temannya, telah memiliki pasangan dan bahkan memiliki anak. Karena setaunya, orang dengan pekerjaan itu akan sulit lepas dari dunia seperti itu. Kalaupun benar lepas, tak banyak yang memiliki keluarga seperti ini.

"Aku lupa belum mengenalkan mereka padamu, pa." Liam hendak mendekati orangtua Niall namun Jeno tahan.

Tangan Jeno memegang lengan putranya. "Papi Niall tak dalam keadaan ingin diganggu, nanti saja papa bertemu mereka."

Liam pun mengangguk, dan kembali duduk diam menunggu Niall sadar setelah beberapa menit lalu berbaring di ranjang rumah sakit. Liam dengar bahwa kondisi Niall tak parah, ia hanya mengalami syok atas kejadian yang menimpanya.

Sementara itu pikiran Jeno sejak tadi tertuju pada sosok papi Niall, kemudian mengingat bagaimana keluarganya sejak dulu. Ia seolah kembali diingatkan apa yang telah ia lewati dulu dengan Renjun. Meskipun sikap orangtuanya sudah pernah Jeno tegur dengan bagaimana akhirnya jalan yang ia pilih dulu agar selamat dari tekanan keluarganya.

Tapi tak menutup kemungkinan kerasnya mereka masih sama, apalagi mengingat Liam salah satu kesayangan keluarganya. Jeno mengkhawatirkan hubungan putranya dengan Niall jika ada yang tau siapa orangtua Niall. Apalagi, Jaehee jelas yang akan paling terhubung dengan papi Niall jika sampai ada yang membocorkan bagaimana hubungannya dengan Eric dulu.

Ada kemungkinan keluarganya, mempersulit Niall jadi bagian dari mereka jika informasi tentang papi Niall diketahui. Dan Jeno pernah ada di posisi itu, mencintai seseorang yang ada kemungkinan ditolak oleh keluarganya. Liam terlihat begitu mencintai Niall, Jeno tak mungkin membiarkan putranya tak mendapat cintanya.

"Liam.." Jeno memanggil putranya.

Yang dipanggil menoleh dengan halis berkerut samar, Liam agak aneh dengan cara papanya memanggilnya. Seolah hendak mengatakan hal penting yang juga terkesan rahasia.

"Kalau suatu hari kau diberi takut, ada papa dengan Liam. Kalau nantinya ada yang berada di arah berlawanan denganmu, papa ditempat yang sama dengan Liam." Ujar Jeno serius.

Ia tak ingin hal yang pernah ia alami, dan takutkan akan Liam alami juga. Ia ingin meyakinkan putranya kalau ia tak akan sekeras yang lainnya, karena Jeno tau rasanya ditekan oleh perasaan takut tapi tetap ingin mempertahankan.

Mendengar ucapan sang papa, pikiran Liam langsung tertuju pada sang adik. Hami— yang sekarang jadi tersangka semua kejahatan yang Niall alami.

Kekesalannya kembali naik begitu mengingatnya, ia ingin segera menegur adiknya itu.

Liam yang ingin memastikan Niall bangun tanpa sorot ketakutan lagi, ia pun menungguinya sampai sadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liam yang ingin memastikan Niall bangun tanpa sorot ketakutan lagi, ia pun menungguinya sampai sadar. Dan begitu yakin bahwa Niall cukup membaik, Liam memutuskan pulang. Apalagi memang ayah dan papi Niall tak terlihat akan meninggalkan Niall begitu saja, keduanya pun mengkhawatirkan Niall sama halnya seperti Liam.

"Putri papa sekarang mungkin akan menangis." Ujar Liam begitu keduanya sampai di rumah nyaris tengah malam.

Jeno mengerutkan dahinya, seingatnya Hami bukan sosok cengeng tapi memang jika itu menyangkut Liam anak bungsunya itu jadi lebih perasa. Dan Jeno menemukan jelas kemarahan dalam wajah Liam saat mengatakan tentang Hami barusan.

"Liam, Niall membaik?" Pertanyaan dengan nada perhatian milik babanya tak Liam jawab, kakinya melangkah cepat menuju kamar sang adik kemudian menutupnya. Menghalangi orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.

"Kak, bagaimana kak Niall?" Tanya Hami.

"Kau yang melakukannya." Pernyataan Liam membuat Hami mengerutkan dahinya ditengah ia yang mulai ketakutan dengan raut marah sang kakak.

Hami menggelengkan kepalanya. "Aku tak melakukan apapun."

Gadis itu tak pernah mendapat kemarahan Liam sebelumnya. Dan sekarang ia langsung melihat kakaknya yang menatapnya dengan tatap tak suka, rahangnya mengeras seiring tatapannya yang terasa membuat tubuhnya bergetar takut.

"Hami, kakak tau bagaimana Rui yang begitu mudah menuruti kemauanmu." Liam tak mungkin lupa bagaimana teman masa kecilnya yang pernah membuat adiknya menangis berubah jadi begitu menyukai Hami sampai anak itu besar, dan Rui tak pernah sekalipun membuat Hami kecewa padanya. Rui selalu melakukan apapun yang Hami minta, seolah apa yang Hami ucap adalah perintah mutlak untuknya.

Liam menatap Hami dengan sinis. "Dan kau yang tak menyukai Niall, pasti sengaja mengirim Rui untuk menyakitinya. Kakak tau itu, Hami."

"Rui nyaris menyetubuhi Niall, dan kakak yakin ulah Rui sudah pasti ada hubungannya denganmu." Tangan Liam terkepal erat mengingat bagaimana tubuh bergetar Niall saat memeluknya setelah ia berhasil menghajar Niall.

Mendengar penuturan sang kakak, Hami menelan salivanya, menarik napasnya. "Kak harusnya kau menyadari satu hal kalau Niall memang orang seperti itu, ia memang murahan dan mau-mau saja saat Rui menyentuhnya."

"Dengar ini baik-baik Hami, Niall bukan orang seburuk pikiranmu, kakak bahkan tak pernah bisa menyentuhnya. Apalagi oranglain. Kakak tak berbohong tentang ini." Ujar Liam penuh penekanan.

Hami rasanya makin kesal dengan kemarahan kakaknya yang penyebabnya adalah orang yang tak ia sukai, Niall. "Berhenti menutup mata tentang Niall, ia mungkin memang tak ingin tubuhnya disentuh olehmu karena ia hanya memberikannya—"

Liam rasanya semakin marah pada Hami, setelah selama ini ia hanya menahan-nahannya mengingat Hami adalah adiknya. Sekarang ia tak peduli lagi, adiknya mulai keterlaluan dan selalu ingin terlibat dalam urusannya.

"Sekarang kau semakin menyebalkan." Liam mengatakannya sambil berjalan keluar dari kamar sang adik, menutup pintunya dengan kencang mengabaikan teriakan adiknya yang ia dengar samar.

"...Kau terlalu sibuk menuduhku..." Teriakan Hami kemudian ditutup isak tangisnya, sedih akan sikap sang kakak padanya.

Liam sibuk menuduh Hami, tanpa mau mencari tau kenyataan lain yang selama ini belum ia ketahui— bahwa Rui adalah masa lalu Niall.





                                  'A story never told'

A Thousand Winds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang