12. Lelah

1.2K 47 6
                                    

Follow ig: @diniisukmaa

Tandai typo dan selamat membaca!

*****

Awan hitam mulai nampak, sinar matahari pun mulai meredup tergantikan oleh mendung yang mengerikan, sepoi angin terasa begitu sejuk menerpa kulit.

Alfa, cowok itu mengeratkan jaketnya ketika berjalan bersama Reno dan Nevan di koridor sekolah.

Mereka berjalan tergesa-gesa menuju perkiran, namun pandangan mereka seketika terfokus ke arah Raden dan Agatha yang pulang bersama, dapat Nevan lihat dari tatapan Alfa jika cowok itu seperti cemburu, mungkin.

Dalam hati Nevan tersenyum melihat mimik wajah Alfa.

Sedangkan Alfa sendiri justru menatap kepergian Raden dan Agatha dengan sendu. Entah kenapa dirinya seperti tak menyukainya.

Tepukan di bahu membuat Alfa tersadar.

"Ayo keburu hujan," ucap Reno mengingatkannya.

Alfa langsung tersadar jika mendung sudah kian lekat bahkan terdengar suara hujan dari kejauhan. Mendengar itu, ketiganya langsung masuk kedalam mobil dan meninggalkan area sekolah.

Sejak tadi Alfa bergelut dengan pikirannya sendiri, banyak pertanyaan dikepalanya yang tak tersampaikan. Kemungkinan-kemungkinan yang Alfa pikirkan tentang apa yang ia lihat tadi membuatnya sangat penasaran.

Matanya melirik ke arah luar, hujan. Suasana yang sangat Alfa sukai. Matanya kini menatap hujan dengan teduh, menikmati suara dan tetesan-tetesan air hujan yang bagi Alfa itu sangat menenangkan hati.

Hujan itu candu

Sampai, mobil putih milik Reno terhenti di depan sebuah cafe, Asya cafe.

Ketika hendak keluar pergerakannya terhenti saat suara Nevan mengiterupsi.

"Pake ini Fa," kata Nevan sembari memberikan payung.

Alfa tersenyum tipis, lalu mengambil payung itu. "Makasih Ren Van gue duluan ya, kalian hati-hati."

Setelah mengatakan itu Alfa buru-buru masuk ke dalam cafe. Di sana terlihat lumayan ramai mungkin beberapa pengunjung yang singgah berteduh untuk menghindari hujan.

Seorang gadis menghampiri Alfa ketika melihat cowok itu datang.

"Yaampun kamu ujan-ujanan Fa?" tanya gadis itu.

Alfa menggeleng sambil tersenyum. "Enggak kok kak Zia Alfa pake payung tadi." Alfa menunjuk payung yang ada diluar cafe.

Letyzia Aurella, Manager di cafe ini. Orang yang juga lumayan dekat dengan Alfa bahkan Zia menganggap Alfa seperti Adiknya.

Gadis berumur 25 tahun itu mengangguk mengerti, "Oh iya Kakak mau bicara tentang cafe diruangan aja yok."

Cafe yang dikelola Alfa sejak dirinya berusia 13 tahun, sebelumnya cafe ini adalah milik kakeknya dan kini beralih ke Alfa sejak sang kakek meninggal. Zia, gadis itu sudah bekerja di cafe ini jauh sebelum dikelola Alfa maka dari itu Zia bisa sangat akrab dan dekat dengan Alfa.

Penghasilan cafe ini cukup lumayan bisa membantu Alfa untuk menggaji dan memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun terkadang Alfa harus berhemat jika uangnya menipis karena sang Mama tak pernah sedikitpun memberinya uang.

Alfa memang jarang ke cafe karena kesibukan sekolah lagipun cowok itu sudah mempercayai Zia untuk menghandle semuanya.

Tak terasa waktu kini mulai sore, beberapa jam Alfa telah lalui. Langit jingga mulai nampak hujan pun sudah berhenti sejak tadi.

Alfa pulang menggunakan sepeda miliknya yang sengaja ditinggalkan di cafe untuk sewaktu-waktu dibutuhkan.

"Hati-hati ya Fa kalo ada apa-apa telepon Kakak!" Zia menatap kepergian Alfa dari cafe.

***

Sepeda hitam milik Alfa kini sudah sampai di depan gerbang rumahnya, dengan sigap Pak Satpam membukakan gerbang.

"Kok baru pulang Den?" tanya Pak Dodo, Satpam di rumah Alfa.

Alfa mendongak lalu tersenyum. "Iya abis dari cafe Pak."

Ketika sampai di rumah ia dikagetkan dengan sang Mama yang sudah berdiri di dekat pintu.

"Dari mana aja? Main kan, ngaku!" Vina menatap tajam ke arah putranya.

Alfa terdiam, kepalanya sedikit menunduk menghindari tatapan tajam Mamanya. "Alfa abis dari cafe mah."

Mendengar ucapan putranya, Vina menyeringai. "Oh, mana uangnya bagi ke Mama."

Sontak mendengar ucapan itu Alfa mendongak dan menggeleng cepat. "Jangan Mah, uangnya mau Alfa pake buat bayar spp sama lainnya, ini cuma sedikit Mah." Dalam hati Alfa sangat panik, bayang-bayang ketika sang Mama merebut uangnya kala itu kembali hadir diingatannya.

Vina menggeram. "Berani ya ngelawan sama Mama! Kamu itu di sini numpang! Dan cafe itu juga punya orang tua Mama jadi mama berhak juga atas uang itu!"

Alfa langsung terdiam ketika mendengar kata-kata barusan, sakit? Tentu. Siapa yang tak sakit ketika dianggap hanya menumpang disaat rumah ini juga adalah rumahnya.

Alfa menunduk tangannya mengepal melampiaskan rasa sesak yang tiba-tiba hadir setelah ucapan Mamanya.

Vina memutar bola matanya malas melihat reaksi putranya. "Sini, bagi ke Mama."

Alfa menggeleng pelan dengan kepala yang tetap menunduk. "Jangan Mah Alfa mohon."

Karena kesal Vina merebut tas Alfa dan mengobrak-abrik isi tas itu untuk mencari uang yang dimaksud.

Melihat Mamanya merebut tasnya Alfa kaget dan dengan sigap mencoba merebut tas miliknya.

"Diem!" sentak Vina ketika Alfa mencoba merebut tasnya.

Air mata Alfa menetes, kepalanya menggeleng. "Jangan Mah, jangan diambil Alfa mohon Mah."

Senyum puas terlihat di wajah Vina ketika mendapatkan uang yang di maksud, dengan cepat ia mengambil uang itu dan hanya menyisihkan beberapa saja lalu pergi begitu saja meninggalkan Alfa yang menangis menatap tas miliknya.

"Ya Allah, Mama." Alfa menatap nanar tas miliknya, di sana hanya sisa beberapa saja yang tentu saja kurang jika untuk membayar spp sekolah.

Alfa kembali terisak, meratapi uang nya yang di bawa pergi Mamanya, padahal uang itu akan di pakai Alfa untuk membayar spp sisanya ia gunakan untuk kebutuhan lainnya namun habis di rebut sang Mama.

Di ujung dapur, Bi Anin menatap sendu ke arah anak majikannya, tangannya meremas bajunya sendiri. "Nyonya keterlaluan, kasian Den Alfa."

Alfa mengambil tasnya lalu berjalan ke kamarnya dengan langkah berat.

Di kamar, Alfa langsung memeluk bingkai foto yang terletak di meja belajarnya. "Kalian tau, Mama Ambil uang Alfa barusan terus Alfa bayar spp gimana."

Alfa memang sudah tak menangis namun rasa sesak masih terasa, dengan pelan Alfa Mencoba menetralkan nafasnya perlahan sampai nafasnya kembali normal.

Senyum miris terlihat di wajah cowok itu, entah bagaimana nanti ia membayar spp sekolah, mungkin akan mengulur waktu dan meminta pengertian dari pihak sekolah.

Untungnya uang pendapatan cafe bulan ini sudah Alfa bagikan untuk membayar karyawan dan yang diambil Vina adalah sisanya.

Alfa mengelus foto itu dengan pandangan lelahnya. "Alfa cape, Mama gak berubah."

***

Vote komennya ya guys
Shere juga biar makin rame

See you next chapter

7 Desember 2023

Alfa Dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang