♻️AvRa-10♻️

66.7K 4.8K 66
                                    

JANGAN JADI SIDER! Masih pagi ini, tolong lah ya votenya dijaga, biar gak jimplang-jimplang amat gitu loh.

Aku up kalau chapter 9 sama chapter 10 ini penuh dua-dua.

Vote diawal atau diakhir chapter!

200 vote dan 50 komen, gas!

♻️Happy Reading♻️

Ranaya dengar soal botol minum Avyaz yang pecah itu, tentu dia tau, dan dia juga tau apa yang akan Avyaz lakukan pada Chelsea karena kemarahannya itu.

Hari ini di luar sedang hujan deras, dan jam sudah menunjukan pukul 9 malam.

"Kamu gak mau naik motor aja? Udah malem ini loh Rana," ucapan penuh kekhawatiran sang Papa hanya dijawab anggukan oleh Ranaya.

Dia meraih payung biru gelapnya lalu memakai sendal.

"Rana perlu ke fotocopy Pa, ada makalah yang harus dikumpul besok, tadi sore Rans ketiduran jadi lupa untuk nge print," jawab Ranaya seraya berjalan keluar dari rumah.

Fotocopy ada di luar komplek, menyebrang setelah keluar dari gerbang komplek, sekitar 10 menitan lah kalau jalan kaki.

Karena Blok rumah Ranaya dan Avyaz adalah Blok A, jadi lebih dekat dari pagar komplek.

Setelah berjalan di gelapnya malam, Ranaya tak menoleh saat melewati sebuah gang buntu yang berada disebelah minimarket.

Minimarketnya saja tutup, ditambah hujan deras dan gemuruh petir, menambah suasana yang agak mencekam.

Ranaya sampai di tempat fotocopy lalu mulai meminta tukang fotocopy untuk mencetak file yang sudah Ranaya kirim ke tukang-nya.

Menunggu sekitar 30 menit, makalah nya selesai, Ranaya membayar, lalu membawa Makalah itu pulang.

Dia kembali berjalan kaki tapi kini saat sampai di mulut gang, dia berhenti dan menoleh ke dalam gang.

"Vyaz, ayo pulang, kamu nanti sakit kalau hujan-hujanan," tegur Ranaya dan saat itu pula Avyaz berjalan keluar dari gang.

Dengan tatapan datar dan tubuh basah kuyup.

"Perduli apa lo," sinis Avyaz seraya melepas sarung tangan karet ditangannya dan membuangnya ke parit.

Meninggalkan seonggok tubuh yang sudah dia tikam berulang kali dan dia tinggalkan di sudut gang.

Ranaya tak menjawab, dia melihat Avyaz berjalan mendekatinya, masuk ke bawah payungnya.

"Perduli apa lo sama gue," ucap Avyaz lagi dengan tatapan menusuk.

"Seorang kakak wajar perduli sama adiknya," ujar Ranaya santai.

Avyaz merotasi matanya malas "Bacot," gerutunya lalu berjalan meninggalkan Ranaya.

Ranaya biarkan, dia berjalan di belakang Avyaz dan melihat cowok SMP dengan tubuh masih pendek dari Ranaya, berjalan di guyuran hujan.

"Lama banget lo jalan," ketus Avyaz seraya menarik tangan Ranaya dan mereka pun berjalan bersama di satu payung.

Namun tak ada percakapan lagi, bahkan sampai keduanya tiba di rumah dan masuk ke rumah masing-masing.

Hal yang Ranaya lihat tadi seperti bukan masalah serius, Ranaya bahkan tampak santai.

Ranaya berpikir sejenak "Besok pagi bakalan gempar nih," gumamnya seraya naik ke kamarnya di lantai 2.

Sementara Avyaz lagi kena omel sama ibu karena Avyaz hujan-hujanan, Avyaz tak melawan, dia langsung masuk ke kamar mandi dan mandi.

Setelah mandi Avyaz langsung pakai piyama dan tidur.

Berpikir apakah dia akan mendapatkan botol pengganti dari Ranaya, sebab botol lama sudah pecah karena Chelsea.

"Dasar hama," gumam Avyaz yang kini sudah memeluk boneka replika Ranaya yang ada di kasur.

"Setidaknya tadi sempat ngobrol bentar sama Ranaya, walau gak lama dan singkat."

Yah, begitu saja sudah lumayan melepas rindu Avyaz pada cewek gila itu.

♻️Bersambung♻️

Crazy Girl Be Mine [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang