Di depan cermin, Kashi menyibak rambut di sekitar dahinya. Lalu pelan-pelan ia tempel plester di lukanya.
Ia hela nafasnya sambil memandangi pantulan wajahnya. Rasa nyeri di kepalanya masih terasa sampai pagi itu. Beberapa bagian tubuhnya seperti lengan dan pinggang juga mulai sakit. Ternyata benturan yang dialaminya semalam lebih keras dari yang ia pikirkan. Bayang-bayang saat Kiev hilang kendali kini kembali terlintas di dalam benaknya, membuat ia langsung menyudahi lamunannya.
Saat sedang membereskan kotak P3K, ketukan terdengar di balik daun pintu.
"Boleh aku masuk?" tanya Kiev.
Kashi baru menyahut setelah beberapa detik berlalu. "Ya, silakan."
Lantas Kiev melangkah masuk lalu duduk di tepi meja. Pria itu tampak lebih rapi dari sebelumnya. Aroma khas dari sabun mandi yang mereka punya di La Joilette menguar di udara. Dia memakai kemeja putih dan celana panjang hitam. Rambutnya telah disisir. Penyangga di lengannya sudah di lepas. Luka memar di wajahnya mulai memudar, namun samar-samar, lingkaran lelah di bawah matanya kini kembali.
"Hai." sapanya.
"Hai," balas Kashi. "Bagaimana kabarmu pagi ini?"
"Lebih baik."
Kashi tersenyum dan mengangguk meskipun rasa sesak di dalam dadanya tiba-tiba kembali muncul.
"Aku minta maaf atas apa yang terjadi padamu semalam." kata Kiev kemudian.
Kashi tak menyahut, lebih tepatnya tak punya kata untuk merespon permintaan maaf tersebut.
"Apa lukamu parah?"
"Tidak."
"Kau butuh dokter?"
Kashi menggeleng. "Aku akan baik-baik saja."
"Kau yakin?"
"Ya."
Mereka sama-sama terdiam setelahnya. Lalu tanpa memindahkan tatapannya dari bola mata Kashi, Kiev berkata. "Aku sudah menghubungi Blaise untuk menyiapkan penerbangan. Kita akan kembali ke Brussels minggu depan."
Sekarang Kashi mulai mengerti polanya. Kiev Leonelle—dengan dua keperibadian di dalam tubuhnya—membutuhkan dua orang yang ia percaya untuk menangani masalahnya masing-masing. Timothi selalu muncul ketika Harsh yang mengambil alih. Sebaliknya, ketika Kiev menjadi dirinya sendiri maka semua hal akan ditangani oleh Blaise.
"Aku ingin mengikuti saranmu," ujar Kiev sembari bertumpu dengan kedua tangannya di tepi meja. "Bagaimana pun kau masih psikiater pribadiku, sudah seharusnya aku mendengarkanmu."
Kashi mengangguk lagi diiringi dengan senyum tulus. Ia senang Kiev akhirnya punya keinginan tersebut.
"Aku ingin melupakan narkoba sejenak dan melakukan sesuatu yang baru selama satu minggu kita disini." kata Kiev tenang, namun serius.
"Ya," ujar Kashi. Ia tak sabar melangkah lebih dekat, lalu merangkum wajah Kiev dengan kedua tangannya, mengusap rahangnya. Dengan lembut ia berkata. "Ayo kita lakukan semua hal baru, menonton konser, berselancar, memancing. Kita pergi ke tempat-tempat yang indah, ke tempat yang baru. Ayo lakukan apa saja yang membuatmu senang."
Tiba-tiba Kiev menyentuh kedua tangan Kashi lalu menurunkannya dari wajahnya. "Aku masih ingat saat pertama kali kita bertemu, kau mengatakan bahwa semua pasienmu kau anggap sebagai teman. Ayo sekarang kita bersikap profesional saja, Kashi. Apa yang kita lakukan malam itu, adalah sebuah kesalahan. Aku bercinta denganmu bukan karena aku cinta, kita berdua hanya terbawa suasana."
"Apa—"
"Harsh pasti jatuh cinta setengah mati padamu, namun aku tidak. Aku tidak seperti dia."
Tak ada kata yang terucap dari bibir Kashi mendengar penuturan Kiev.
![](https://img.wattpad.com/cover/320784360-288-k286214.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CLIMAX
RomanceLeonelle #3 Memiliki profesi sebagai seorang psikiater telah membuat Kashi Patlers terbiasa menghadapi pasien-pasien dengan gangguan mental. Ia ahli dan kompeten. Banyak yang berhasil sembuh usai dirawat olehnya. Namun keahlian tersebut malah menyer...