Chapter 53 - début et fin

12.1K 1.1K 420
                                    

8.5 years ago.

Sudah enam bulan sejak aku melaporkan kasusku.

Selama itu aku sering bertemu dengan Kiev. Dia mengenalkanku pada saudari kembarnya—Kenya Leonelle. Hal pertama yang terlintas dalam pikiranku saat bertemu gadis itu adalah; seumur-umur aku belum pernah melihat gadis yang lebih cantik darinya. Namun yang terpenting, dia sangat ramah. Dan karena aku merasa nyaman bicara dengannya, aku meminta Kenya untuk menjadi pengacaraku.

Mereka berdua benar-benar membantuku dalam banyak hal.

Terutama Kiev.

Aku masih ingat seperti apa reaksiku saat melihat dia hari itu. Aku masih ingat cara dia menatapku. Aku masih ingat tubuh atletis yang dilapisi kaos hitam dengan nama di dada kirinya serta celana hitam berkantong yang membungkus kaki jenjangnya. Tingginya melampaui kepalaku hingga aku harus sedikit mendongak jika ingin menatap matanya.

Jika aku sedang berhalusinasi, aku pasti akan berpikir hari itu aku sedang melihat seorang malaikat pelindung yang dikirimkan oleh Tuhan untukku.

"Dari dulu hingga sekarang, aku tak pernah benar-benar punya teman," kataku padanya. "Teman perempuan pertamaku adalah Helena. Dia cerita dulu suaminya adalah seorang kurir yang bekerja untuk seorang bandar narkoba dan mati tertembak. Helena berulang kali mengingatkanku untuk mengakhiri hubunganku dengan Harsh. Dia mencoba menyadarkanku seperti apa rasanya punya kisah cinta dengan seorang penjahat. Bahwa mereka sungguh orang-orang yang keji dan tak berperasaan. Namun aku terlalu bodoh untuk mendengarkan dia," Aku mengambil nafas dan menggelengkan kepalaku. "Malam itu aku yang mengajak dia ikut menemaniku berpesta bersama Harsh dan teman-temannya. Aku begitu pengecut untuk menghadapi mereka seorang diri. Helena sempat mengajakku pergi dari sana namun aku meyakinkannya untuk tinggal. Tanpa tahu bahwa itu mungkin firasat terakhir sebelum dia mati. Dan dia mati tepat di sebelahku."

Aku menundukkan kepalaku, merasakan telapak tanganku dingin, pucat dan gemetaran saat bayang-bayang kematian Helena menyusup ke dalam ingatanku.

Kiev membuka telapak tangannya dan aku langsung menatap matanya. Dia balas menatapku. Walau tak mengucapkan apa-apa, namun aku bisa menerjemahkan maksudnya. Jika mau bersikap kurang ajar, dia bisa saja langsung menggenggam tanganku tanpa permisi. Alih-alih, dia ingin aku sendiri yang memutuskannya.

Perlahan-lahan kugenggam tangannya dan seketika rasa tenang merasuki tubuhku.

Aku tahu selama ini Kiev bekerja keras mengawasi perkembangan kasusku. Selama kami bersama, aku memperhatikan cara dia memperlakukan rekannya, temannya, dan orang asing. Dia tahu caranya menghormati perempuan. Dia tahu caranya menyayangi anak-anak. Setiap kali bicara dengannya, dia selalu memberiku motivasi secara tak langsung. Kiev menyemangatiku dengan cara yang halus, tak terkesan seperti dibuat-buat atau sedang mencari perhatianku sama sekali. Bahkan dia menenangkan kecemasanku tanpa perlu mengatakan apa-apa.

Saat kami punya waktu luang, dia mengajariku beberapa teknik dasar dalam bertarung agar aku bisa membela diri jika ada orang yang berusaha mencelakaiku dalam proses ini.

Walaupun aku tak pernah menggunakannya.

"Aku sudah bicara dengan seorang petinggi. Dia berjanji akan mengusut kasusmu secepat yang dia bisa asalkan aku mau bergabung di timnya." katanya ketika kami bertemu di kantor polisi keesokan harinya.

"Tim apa?"

"Di divisi Antinarkotika."

"Jangan lakukan itu demi aku."

CLIMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang