Chapter 20 - liberté

32.4K 2.6K 155
                                    

"Jiwa jahatku ini mencintaimu."
***

Kashi melambai singkat sebelum mengambil arah yang berlawanan dengan perginya Fernando dan Selena.

Hujan telah reda namun berhasil membuat hampir sebagian jalan Rue des Paroissiens basah seutuhnya. Ketika ia melangkahkan kakinya, air terciprat lembut di bawah sol ankle boots yang ia kenakan hari ini. Ia belum terlalu hafal dengan jalanan di Brussels namun di era serba digital seperti sekarang ini hal semacam itu bukan sesuatu yang menjadi masalah.

Orang-orang yang berjalan di belakangnya terasa semakin ramai— ada yang tertawa, ada pula yang sibuk mengeluh tentang cuaca yang tak menentu akhir-akhir ini. Sepasang kekasih baru saja mendahuluinya sambil berangkulan mesra lalu disusul oleh seorang ibu muda dan anak laki-laki bertubuh gembul yang merengek minta dibelikan permen karet. Tiga remaja perempuan yang tadi minta foto dengan Selena pun melintas dengan riang sambil berdebat tentang foto mana yang akan mereka unggah ke sosial media.

Layaknya suasana kota yang padat, semua itu terasa normal.

Hari ini Kashi tak punya agenda yang berarti selain mengurung dirinya di kamar. Ditemani sekotak pizza yang ia beli diperjalanan pulang, malam itu ia memaku matanya di depan laptop membaca beberapa jurnal psikologi untuk mengasah pengetahuannya yang mulai tumpul. Ia juga baru saja mengirimkan surel kepada dokter Shu untuk meminta rekam medis Kiev seperti CT scan dan lain-lain jika dia punya.

Kemudian Kashi menyandarkan punggungnya di kursi sambil menghela nafas dan memperhatikan isi mejanya yang berantakan.

Satu hal paling penting dalam urusan ini adalah bahwa ia perlu mengingatkan diri tentang kenyataan yang tak terbantahkan yaitu Kiev dan Harsh adalah orang yang sama. Sejauh yang ia pelajari, ia sampai pada satu kesimpulan sementara bahwa pria itu memiliki masalah dalam penerimaan diri. Dia tak dapat menerima sisi gelapnya, begitu pula sisi lemahnya, sehingga alam bawah sadarnya mencoba untuk memisahkan keduanya. Lalu bagaimana mungkin Kashi bisa menyembuhkannya jika dirinya sendiri pun masih saja membedakan mereka berdua?

Meskipun cukup sulit, akhirnya ia mencoret nama Harsh yang ditulisnya di kertas dan menyisakan nama Kiev.

Selebihnya sisa malam ia habiskan dengan membaca ulang novel Jane Austen yang diberikan oleh Selena pagi tadi. Tiba-tiba saja ia merasa dirinya tak jauh berbeda dengan Marianne— adik Elinor— saat pertama kali berjumpa dengan John Willoughby. Secara naif ia jatuh cinta pada ketampanan Mr. Willoughby yang membantunya ketika ia tak sengaja tergelincir dan mencederai pergelangan kakinya. Elinor telah memperingati Marianne untuk berhati-hati dengan Mr. Willoughby namun ia menolak untuk memeriksa kembali perasaannya terhadap pria itu—

Kedua kelopak mata Kashi terbuka perlahan-lahan.

Ia tak sadar kapan dirinya tertidur. Buku yang ia baca masih berada di tangannya yang tergeletak di kasur. Matanya kini bergerak memandangi jam di atas nakas dan jarum menunjukkan pukul 03.05 dini hari— hari masih sangat gelap dan sepi, itu artinya ini masih di hari yang sama. Dan bukan tanpa alasan dirinya terbangun, seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Siapa?"

Tidak ada jawaban.

Kashi mengambil jubah tidur sutra nya lalu berjalan ke arah pintu. Beberapa saat ia hanya berdiri dengan pertanyaan siapa gerangan orang yang ingin berjumpa dengannya di tengah malam buta begini? Apakah terjadi sesuatu pada Kiev? Oleh rasa khawatir tersebutlah jemarinya pun bergerak memutar kenop pintu dan ia sama sekali belum pernah melihat wanita berambut pirang sebahu, berlipstik semerah darah, dan berpakaian serba hitam yang berdiri disana.

CLIMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang