Leonelle #3
Memiliki profesi sebagai seorang psikiater telah membuat Kashi Patlers terbiasa menghadapi pasien-pasien dengan gangguan mental. Ia ahli dan kompeten. Banyak yang berhasil sembuh usai dirawat olehnya. Namun keahlian tersebut malah menyer...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tempat tinggal Kashi yang barutergolong kecil. Hanya ada satu kamar tidur, dapur yang disekat oleh partisi dan sepetak ruang untuk dijadikan tempat menerima tamu atau meletakkan TV—atau apapun. Sepanjang malam, tubuhnya berkeringat dan lemas. Ia terduduk di sudut kamarnya cukup lama, mencoba sekuat tenaga untuk mengalihkan pikiran sampai akhirnya tertidur.
Semalam ia bermimpi melihat tangannya sedang mencekik leher Dahlia sampai gadis itu mati.
"Kau membunuh adikku."
Suara Harsh berdengung ditelinganya. Lalu dia muncul dan balas mencekiknya.
Dada Kashi terasa sesak bukan main hingga membuat ia kesulitan bernafas dalam tidurnya. Mimpi itu begitu nyata sampai-sampai sulit baginya untuk percaya bahwa itu memang hanya mimpi buruk semata. Karena mimpi itu, Kashi terjaga dan baru tertidur lagi menjelang pagi.
Keesokannya, ia dibangunkan oleh getar ponsel di bawah bantal. Dengan sisa-sisa kantuk dan mata setengah terbuka, dibukanya sebuah pesan masuk;
Selamat pagi.
Dari Kiev Leonelle.
Setelah membacanya, Kashi tak berniat untuk membalas karena sudah tak ada lagi yang perlu dibahas. Ia sudah memberitahu Kiev untuk mengatur jadwal konseling jika pria itu memang benar-benar membutuhkannya. Namun lewat pesan itu, dia terkesan hanya mengucapkannya bukan untuk kebutuhan konseling. Jadi Kashi pun memutuskan untuk kembali memejamkan mata tapi sekitar lima menit kemudian ponselnya kembali bergetar.
Masih tidur?
Menghembuskan nafas, Kashi pun akhirnya mengetik;
Sudah bangun.
Jam berapa kau tidur semalam, Kashi?
Aku tak ingat.
Apa yang kau lakukan semalam?
Menulis.
Apa kau berencana menerbitkan buku lagi?
Entahlah. Mungkin.
Kashi bahkan tak benar-benar menghabiskan malamnya dengan menulis. Entah apa yang ia lakukan, ia tak ingin mengingatnya. Intinya semalam juga bukan malam yang baik baginya.
Kiev membalas lagi; Apapun yang kau tulis, aku pasti akan jadi pembeli pertama saat bukumu terbit.
Aku seperti pernah mendengar kau memberikan semangat yang sama sebelumnya.