Chapter 28 - querelle

30.2K 2K 89
                                        

Pagi itu, di dalam tidurnya, Kashi merasakan sebuah kecupan di pergelangan kakinya. Kecupan itu menjalar ke betisnya, lalu kakinya dilebarkan pelan-pelan sebelum seseorang mendaratkan kecupan panas di bagian dalam pahanya. Kashi berhenti bernafas dengan mata tertutup dan jantung berdentum di dalam rongga dadanya yang tiba-tiba saja penuh oleh hasrat. Sentuhan dari tangan Harsh perlahan-lahan bergerak halus membelai pinggangnya sehingga gaun tidur sutranya bergerak naik ke atas.

"Bangunlah, sayangku. Aku disini."

Suara serak, basah dan seksi itu membuatnya berdesir.

Harsh mengecupnya di pusar kemudian turun lagi untuk mencium paha yang satunya. Bagian tubuhnya yang paling sensitif segera saja berdenyut oleh rangsangan-rangsangan tersebut. Bibir Kashi tersenyum ketika benaknya membayangkan adegan selanjutnya. Ia sudah hafal. Laki-laki itu akan mengecup pipinya, lalu pipinya yang satu lagi, lalu keningnya, lalu ujung hidungnya, lalu bibirnya, dan setelah itu mereka akan bercinta.

Seperti inilah kebiasaan Harsh ketika membangunkannya di pagi hari.

Namun ketika kecupan-kecupan basah itu mulai merambat ke bawah, saat itulah Kashi membuka mata. Ia tahan kepala Harsh dan pria itu memberikannya kerutan heran di kening namun sama sekali tak melawan ketika Kashi membalik posisi mereka. Tubuh Harsh memantul ke atas tempat tidur dan Kashi duduk di pinggangnya. Ia pandangi wajah pria itu lamat-lamat di tengah cahaya lampu yang remang-remang, tepat pada inti matanya yang indah. Saat itu dia hanya memakai kaus singlet hitam yang mencetak dada bidangnya dan celana hitam panjang.

Lalu ketika dia menarik tengkuk Kashi, bibir mereka langsung menyatu dalam sebuah ciuman penuh gairah dan mendamba. Hidungnya dimanjakan oleh aroma maskulin tubuh yang menggoda. Selagi menciumnya, Harsh mencoba meraba buah dada Kashi, tapi ditepis dengan cepat. Dia mencoba lagi dan ditepis lagi. Dia berusaha mengubah posisi mereka agar Kashi di bawah tapi ia mendorongnya kembali memantul di kasur. Kashi tak ingin membiarkan dirinya dikuasai hari ini. Untuk sekali saja, pria itu harus berada di bawah kendalinya—walau hanya di dalam mimpi.

"Apa yang sedang kau lakukan? Menyuguhi pagiku dengan sebuah perkosaan?" bisik Harsh sensual.

Mendengar suaranya yang begitu nyata, Kashi langsung menarik diri. Tiba-tiba saja ia sadar bahwa ini bukan mimpi.

Namun Harsh langsung membalik posisi mereka hingga Kashi jatuh terlentang di kasur. "Bagaimana kalau aku saja?" guraunya.

"Kau pulang." kata Kashi.

"Ya."

Setelah satu bulan, batin Kashi. Banyak pertanyaan yang muncul tetapi tak ada satu pun yang keluar dari bibirnya.

"Kenapa tak mau bicara denganku di telepon?"

"Kau menanyakan apa aku terluka, padahal kau sudah tahu segalanya dari anak buahmu."

"Seperti apa anak yang meletakkan pisaunya di lehermu?"

"Dia anak sekolah."

"Kau mau kuberi dia pelajaran?"

Kashi menatap bola mata Harsh lalu menggeleng. "Dia hanya remaja bodoh. Dia dikejar polisi, dia tak benar-benar ingin melukaiku."

"Cukup bodoh sampai tak tahu wanita siapa yang sedang coba dia lukai," sahut Harsh. "Aku tak akan mencarinya, namun jika dia tak sengaja berpapasan denganku, akan kuberi dia sedikit efek jera."

Lalu, tanpa aba-aba, Harsh malah menggendongnya turun dari ranjang. Dia berdiri di belakang sambil menutup kedua mata Kashi dengan telapak tangannya. Kemudian menuntunnya berjalan keluar dari kamar.

"Kemana kau akan membawaku?"

Mereka berbelok. Semakin dekat, aroma masakan mulai tercium. Sedetik kemudian, Harsh berhenti dan membuka mata Kashi.

CLIMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang